Chapter 19 - retour

38.3K 2.5K 123
                                    

"Astaga turun hujan, padahal beberapa saat yang lalu hari sangat cerah."

"Jika benar ramalan cuaca hari ini, maka hujan akan turun sampai besok pagi."

Kopi Belgium yang nikmat ini terasa hambar di lidah Kashi.

Otaknya terlalu sibuk untuk pusing. Kadang ia sempat berpikir untuk mundur karena kewarasannya mulai terganggu. Orang bilang pertengkaran terkadang ada sisi baiknya daripada saling memendam. Tapi pertengkaran dengan Harsh tak pernah berakhir baik. Yang ada hubungan beracun antara mereka berdua kini menjadi semakin tajam. Kashi bisa saja mati perlahan-lahan oleh serangan batin yang tak berkesudahan.

Ia juga mulai berpikir bahwa keputusan yang diambil untuk merawat pria itu tak ubahnya sebuah jurang curam yang siap membunuhnya. Dan ia melompat kesana seperti orang idiot.

"Kashi? Hei, apa nyawamu masih disini? Atau kau sudah tinggal arwah disana?"

Kashi tersentak saat ia keluar dari lamunannya. Entah apa yang Fernando dan Selena bicarakan sejak tadi tapi ia tak menyimaknya. Terakhir kali ia mendengarkan bahwa mereka sedang membicarakan ramalan cuaca. "Maaf, apa kau tanya sesuatu padaku?"

"Tadi aku memberitahumu bahwa rumah produksi kami sedang menggarap naskah Sense and Sensibility karya Jane Austen ke dalam sebuah film dan aku akan memerankan tokoh Elinor."

Untuk sejenak Kashi tertegun mendengar berita bagus itu. "Benarkah? Apa jangan-jangan kau disini sedang melakukan proses syuting untuk film itu?"

"Ssst," Selena berdesis pelan. "Ini masih rahasia. Kami bahkan belum menyebarkan kabarnya di laman media sosial. Tapi kau benar, ini hari pertama aku syuting. Tolong jangan beritahu siapapun. Jangan sampai bocor. Aku tak mau penggemarku menerorku dengan pertanyaan ini dan itu dan bahkan lebih parahnya, aku tak ingin ada yang mengekoriku. Beberapa waktu yang lalu aku dibuntuti oleh para wartawan menyebalkan. Kau tahu film ini sangat dinantikan oleh para penggemar Jane Austen karena walau tak sebooming Pride and Prejudice, Sense and Sensibility adalah novel pertama yang dia tulis."

"Kau benar. Dan dengan kau pemerannya, film ini pasti akan menyaingi kesuksesan Pride and Prejudice. Aku sudah tak sabar menontonnya. Jane Austen adalah salah satu penulis lawas idolaku dan kau aktris latin kesayanganku."

"Kuharap begitu, tolong doakan aku. Sebenarnya aku sedikit gugup karena ini adalah film romansa klasik pertama yang kumainkan."

"Aku percaya kau akan menggemparkan dunia perfilm-an lewat film ini seperti di Blue Chaos tahun lalu."

"Jangan ingatkan aku tentang Blue Chaos, berkat film itu aku harus bertengkar dengan Fernando sepanjang malam karena dia tak terima adegan dewasa yang kulakukan dengan Geofanos Ferrer."

Kashi hanya tertawa kecil sembari memandangi pasangan yang sedang duduk di hadapannya itu.

"Aku hampir lupa," Selena berkata sembari merogoh sesuatu dari tasnya dan sebuah novel dengan judul Sense and Sensibility pun disodorkan kepada Kashi. "Aku sudah hafal diluar kepala. Jadi aku tak membutuhkannya lagi. Ambil lah."

"Ini benar untukku?"

Selena mengangguk sambil mengibaskan jemarinya yang lentik dan kuku-kuku merahnya yang cantik.

"Terima kasih, Selena. Kau memang yang terbaik."

Wanita itu tersenyum senang dan Kashi bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Layaknya seorang aktris, Selena memiliki paras yang begitu cantik— khas gadis-gadis Amerika Latin yang eksotis. Hidupnya boleh dibilang sempurna. Ia memiliki segala yang diidamkan oleh wanita modern. Kecantikan, uang, popularitas dan pendamping yang kelewat baik seperti Fernando. Meskipun sudah memiliki itu semua, Selena tak pernah bisa bahagia. Senyum manisnya ini terkadang hanyalah topeng yang perlu ia tampilkan di depan kamera. Seseorang seperti dia memiliki tekanan yang lebih besar dari pada siapapun karena tak peduli apa yang dia rasakan, dia harus menampakkan kesempurnaan kepada para penggemarnya. Belum lagi dia harus membaca komentar-komentar jahat dari para pembencinya yang bahkan sama sekali tak mengenalnya.

CLIMAXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang