Chapter 25 - attaque de nuit

21.3K 1.5K 31
                                    

Maison de Santos, Roeselare, Brussels.

Satu buah truk dan tiga jeep hitam berisi orang-orang bersenjata telah berkumpul di dekat salah satu properti pribadi milik Esmond Santos yang diduga menjadi tempat dimana August di sandera. Dua mobil terakhir yang mereka tunggu kini tiba. Lampu-lampunya langsung dimatikan lalu tiga pria bersenjata turun namun tak bergabung melainkan berjaga di sekitar sedan hitam yang satunya.

Tak lama kemudian Timothi pun turun dari sedan tersebut dan langsung menemui orang yang akan memimpin malam ini. "Selamat malam, Tezar Barajas."

"Selamat malam, Timothi."

"Kalian siap?"

"Semua orang sudah berada di posisinya."

"Dimana adikmu?"

"Toti di selatan. Seperti instruksimu."

Setelah mengangguk, Timothi mendekat satu langkah lagi. "Begini, Tezar. Aku harus tekankan bahwa kita disini tidak untuk berperang. Jadi jangan timbulkan kekacauan yang tidak diperlukan."

"Bagaimana dengan Santos? Kau ingin dia hidup atau mati?"

"Jika dia mati, itu artinya perang. Harsh tidak menginginkan itu. Dia mau Santos dan keluarganya tetap hidup. Kau hanya perlu lemahkan keamanannya dan keluarkan sandera. Pastikan dia keluar dalam keadaan hidup. Mengerti?"

Tezar lalu melirik ke mobil sedan hitam yang dijaga ketat. "Apa dia ada di dalam mobil?"

"Ya, dia disini. Itu sangat jarang terjadi. Kuharap semua ini berjalan sesuai rencana."

"Kau bisa mengandalkanku."

Sekali lagi Tezar melirik pada sosok laki-laki yang duduk di dalam mobil. Dalam bayangannya, dia pastilah sudah seumuran dengan ayahnya. Tetapi perawakan yang ia lihat sama-samar itu, pastilah pria yang tak lebih tua dari adik laki-lakinya. Aura berkuasanya bahkan menguar dari balik kaca hitam mobilnya.

Ketika sedan itu pergi dari sana, Tezar bergabung dengan anak buahnya untuk memberikan instruksi.

Sementara dalam rumah tersebut, Esmond Santos sedang memperhatikan salah satu anak buahnya yang tengah memukuli August. Kedua tangan laki-laki itu tergantung di rantai, lunglai tak berdaya. Kepalanya menunduk tak bergerak, sedangkan tubuhnya sudah penuh dengan luka dan darah segar menetes-netes dari wajah serta mulutnya.

"Dia masih tak mau bicara?" tanya Esmond.

"Kurasa bedebah itu akan tutup mulut sampai mati." jawab Ixel.

"Tunggu sampai tengah malam jika tak ada yang datang untuk mengembalikan barang kita, penggal kepalanya dan lempar itu di kaki ibunya. Aku akan makan malam dengan Francia sebentar sebelum dia berangkat ke Jepang."

"Omong-omong, selamat, Esmond. Kau akan menjadi kakek, ya?" kata Ixel.

Esmond tersenyum senang lalu menepuk pundak rekannya itu. "Ya, tentu. Aku jadi semakin tua."

Namun, tepat ketika Esmond berbalik untuk keluar dari ruangan tersebut, pintu di buka dan salah satu orangnya berkata gusar. "Bos, kita diserang!"

"Siapa yang serang kita?"

"Kau tak akan percaya, Barajas bersaudara."

"Bedebah pengkhianat! Berapa banyak yang datang?"

"Aku tak tahu, bos. Yang jelas kita kekurangan orang disini."

"Ixel, minta bantuan pada Navalos, suruh dia bawa orangnya sebanyak yang dia bisa. Ayo kita habisi Barajas sialan."

"Ya, bos."

CLIMAXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang