Putra bungsu keluarga Lee itu, tergeletak di lantai marmer dingin tepat di depan tangga menuju kamarnya. Tubuhnya yang lemah nyaris tak bergerak, hanya ada suara napas tersengal yang memecah keheningan rumah megah itu. Seorang bodyguard yang sedang berkeliling dengan cepat menyadari ada yang tidak beres. Langkah kaki beratnya terdengar cepat saat ia mendekati Seungri.
"Seungri-ssi, apa yang terjadi?" Bodyguard itu, Seungho, berlutut di sampingnya, menatap dengan cemas wajah Seungri yang memar dan lebam. Wajah pucatnya tampak lebih pucat dari biasanya, seperti darahnya tak lagi mengalir normal.
Seungri hanya bisa mengeluarkan suara pelan, di antara napasnya yang tersengal-sengal. “Aku…” Bibirnya bergetar, suaranya lemah, nyaris tak terdengar. Matanya yang berbeda warna, biru dan hijau, tampak sayu, kehilangan kekuatan yang biasanya selalu ada dalam sorot matanya.
"Sudah, jangan bicara. Saya akan bawa kamu ke kamar," kata Seungho, suaranya tegas namun penuh kekhawatiran. Dengan gerakan cepat dan kuat, dia mengangkat tubuh Seungri, yang terasa lebih ringan dari biasanya. Seungri tidak melawan, tubuhnya terlalu lemah untuk melakukan apa pun selain menyerah pada rasa sakit yang merobek dadanya.
Begitu tiba di kamar Seungri, perawat pribadinya, Eunji, sudah menunggu di pintu, raut wajahnya mencerminkan kepanikan yang sulit disembunyikan. Melihat Seungri dalam keadaan itu, hatinya langsung tenggelam dalam kekhawatiran.
“Seungho-ssi, letakkan dia di tempat tidur, cepat!” perintah Eunji tanpa basa-basi. Seungho dengan hati-hati membaringkan Seungri di atas ranjang, sementara Eunji dengan cepat menyingkapkan jaket kulit yang dikenakan Seungri dan mulai membuka kancing kemejanya.
"Ya Tuhan..." Eunji menatap dada Seungri yang penuh dengan memar besar. Memarnya tampak keunguan, bukti dari pukulan keras yang baru-baru ini diterimanya. "Apa yang terjadi kali ini?" gumamnya, meski tahu jawabannya mungkin tak pernah ia dapatkan dari Seungri.
Eunji segera meraih masker oksigen dari meja samping tempat tidur dan menempelkannya dengan lembut ke wajah Seungri. “Ini akan membantumu bernapas lebih baik, Seungri. Cobalah untuk tenang, okay? Breathe slowly.” Suaranya berusaha tetap tenang, meski hatinya berdegup kencang melihat kondisi pasiennya yang sudah seperti adiknya sendiri.
Seungri menggigit bibirnya, berusaha keras mengambil napas melalui masker oksigen itu, sementara tubuhnya menggigil sedikit. Matanya berkedip pelan, seolah memohon agar rasa sakit itu segera hilang.
Sambil terus memperhatikan napas Seungri yang mulai lebih teratur, Eunji segera memeriksa luka-luka di wajah dan dadanya. Luka di pipinya tampak dalam, mungkin akibat pukulan keras atau jatuh, dan darah masih mengalir sedikit dari sudut bibirnya. Dengan gerakan hati-hati, Eunji membersihkan luka-luka itu, tangannya bekerja cepat namun lembut.
Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, napas Seungri mulai stabil. Wajahnya yang semula tegang mulai sedikit rileks. Eunji menghela napas lega, setidaknya untuk sementara.
“Bagaimana perasaanmu sekarang, Seungri?” Eunji bertanya lembut, matanya menatap wajahnya dengan penuh perhatian.
Seungri membuka matanya perlahan, pandangannya masih kabur. “Better…” ucapnya pelan, suaranya serak, hampir seperti bisikan.
Eunji tersenyum tipis, lega namun tak sepenuhnya. “Baiklah, aku akan tetap di sini. Aku tak akan pergi ke mana-mana. Tidurlah, kita bicara lagi besok pagi, okay?”
Seungri mengangguk lemah, matanya perlahan menutup lagi. Kali ini dia menyerah pada kelelahan yang menumpuk, dan dalam hitungan detik, dia terlelap.
Eunji tetap duduk di samping tempat tidurnya, tidak berani beranjak. Kepalanya dipenuhi pikiran tentang bagaimana dia akan menjelaskan semua ini pada Tuan dan Nyonya Lee. Ini sudah yang kesekian kalinya Seungri pulang dalam kondisi seperti ini—wajahnya penuh luka, dadanya memar, napasnya tersengal-sengal. Entah karena mabuk berat atau terlibat perkelahian, Seungri selalu kembali dalam kondisi hancur. Dan sekarang, dia bahkan semakin parah.
Eunji menoleh ke arah Seungho yang berdiri tak jauh dari pintu, ekspresinya tegang. “Kita tidak bisa terus seperti ini. Apa yang sebenarnya terjadi padanya?” tanyanya dengan nada frustasi, meski tahu bahwa Seungho pun tak punya banyak jawaban.
Seungho menggeleng pelan. “Saya tidak tahu, Nona Eunji. Seungri selalu pergi tanpa banyak bicara. Dia…” Seungho menggantung kalimatnya, tidak tahu bagaimana melanjutkan. Seungri, dengan semua kompleksitasnya, sulit dipahami. Dia adalah kombinasi sempurna dari kekuatan dan kelemahan, semangat dan kehancuran.
Eunji menghela napas, menyapu rambut panjangnya ke belakang dengan gerakan frustasi. “Baiklah, kita lihat saja nanti bagaimana kondisinya besok pagi. Aku akan tetap berjaga di sini.”
Sementara Eunji sibuk memeriksa tanda-tanda vital Seungri—memastikan jantungnya tetap stabil, tekanan darahnya tidak terlalu rendah—pikirannya melayang pada kemungkinan reaksi Tuan dan Nyonya Lee. Mereka adalah orang tua yang penuh kasih, tentu saja, tetapi sering kali mereka terjebak dalam dunia mereka sendiri, dalam bisnis mereka yang tak pernah berhenti.
Seungri? Dia selalu merasa ditinggalkan, meskipun itu tak pernah diucapkannya dengan kata-kata. Eunji sering melihatnya menyendiri, terisolasi dalam dunia seni, video game, atau bahkan skateboard-nya yang gila-gilaan. Itu caranya berteriak, meminta perhatian yang dia rasa tak pernah cukup dia dapatkan.
Eunji kembali duduk di samping tempat tidur, menatap Seungri yang kini terlelap. “You’re a walking disaster, Seungri,” gumamnya pelan. Tapi di balik kata-kata itu, ada perasaan sayang dan khawatir yang tak terbantahkan.
Bagaimanapun juga, tugasnya adalah memastikan Seungri tetap bernapas, tetap hidup, bahkan ketika dia sendiri sepertinya selalu berusaha melarikan diri dari hidupnya.
tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rebellious
FanfictionStep into the world of the Lee family, where Seungri, the rebellious son with a heart condition, finds solace in art and freedom. Follow his journey as he balances family expectations with his own desires, leaving a trail of drama and breathtaking a...