"Naik!" perintah Alva dingin.
"Tapi, Alva.. Nanti di sekolah ada gosip," suara Fiana mencicit ragu dan tidak percaya diri. "Naik angkot aja," lanjutnya menolak naik motor besar Alva.
Bisa heboh satu sekolah jika itu terjadi.
"Naik!" tekan Alva lalu memasangkan helm dengan paksa.
Fiana membenarkan rambut yang menghalangi pandangnya. "A-aku—" ucapannya terhenti.
"Lo mau gue marah ya? Naik!"
Fiana pun naik, memegang ujung jaket Alva dengan canggung.
Motor pun melaju. Pegangan Fiana mengerat, wajahnya terlihat pucat menegang. Mungkin karena pertama kali merasakan naik motor.
Rasanya angin terlalu menerpa sampai rasanya hendak menerbangkan tubuh kecilnya yang kurus.
Alva meliriknya dari spion lalu memelankan lajunya. Fiana pun mulai rileks, menatap apa yang motor itu lewati.
"Anu— aku turun di pertigaan aja,"
Alva tidak merespon, terus menjius hingga sampai di parkiran sekolah. Dengan buru-buru agak panik, Fiana turun dari motor dan melepas helmnya.
Hanya sedikit yang berlalu lalang, tetap saja ada yang melihatnya. Semoga tidak akan jadi gosip.
"Makasih," cicit Fiana lalu kabur dengan langkahnya setengah berlari.
Alva melirik sekilas dan membiarkannya. Dia menyimpan helm, mencabut kunci lalu melangkah.
Alva melirik jaketnya yang kusut, di setiap sisi pinggangnya. Seberapa kuat Fiana berpegangan hingga kusut.
"Woy!" Anton berlari mendekati Alva. "Lo berangkat bareng?" todongnya setelah sampai.
"Hm,"
"Gue sama Anwar kalau kenalan sama bu boss boleh?"
"Hm," tentu boleh, mereka kedua sahabatnya yang akan sering bertemu dengan Fiana karena kini Fiana akan sering berurusan dengannya.
***
"Fia.. Udah sembuh?" tanya Putri dengan senyumnya yang lugu.
Bisa dibilang, dia dan Putri sama-sama cupu dan kutu buku. Begitu kata mereka.
"Udah, Put.."
Keduanya pun melangkah bersama menuju kelas dan mulai membahas pelajaran yang membosankan tapi tidak dengan keduanya. Mereka menyukainya.
Hingga murid semakin berdatangan dan waktunya untuk belajar pun di mulai. Fiana sama seperti sebelumnya. Terus belajar dengan baik.
"Fia, mau ke kantin?
Fiana selalu terlihat terbebani, mungkin karena sering di ganggu oleh segerombolan geng menyebalkan dan uang yang dia miliki selalu diambil.
"Duluan aja, Put.."
"Oke," Putri memeluk buku catatan, kemana pun dia selalu membawanya dan di mana pun juga akan selalu belajar.
Fiana beranjak setelah cukup lama meyakinkan diri, dia butuh makan dan hari ini jadwalnya full sampai pukul 5 sore.
Fiana mengatur uangnya agar tidak semuanya diambil. 5 ribu di saku rok, 5 ribu di saku atasan dan 5 ribu lagi di kaos kakinya.
Fiana pun keluar kelas menuju kantin. Selama perjalanan ada satu dua perempuan yang melirik padanya.
Apa itu karena soal tadi pagi? Semoga saja hanya perasaannya saja.
Fiana mematung sesaat saat di hadapannya ada Alva dan kawan-kawan tengah berjalan santai, bahkan mereka bertemu pandang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)
RomanceKutukan Cinta #3 Alva menjadi satu-satunya perjaka di antara teman-temannya yang sudah beranjak dewasa. Bukan karena pergaulannya baik, dia juga sering minum-minum di club. Dia hanya tidak merasakan itu. Turn On. Sekali pun melihat video dewasa. Ba...