9. Serba Tiba-Tiba

57.3K 2.5K 26
                                    

Selama belanja dengan Ayu, Fiana terlihat tidak  bersemangat. Tatapannya meredup seperti bersedih.

Mungkin ini pengalaman dia belanja pertama kali dengan sosok ibu. Bukan kandung. Mereka yang kandung hanya akan mengajak Tiara dan mengasingkannya.

"Apa bunda terlalu berlebihan? Buat kamu tersinggung?" Ayu bertanya dengan hati-hati.

Fiana tersenyum lalu menggeleng. "Maaf, bunda. Ini pertama kalinya aku belanja, jadi terharu." jujurnya.

"Lalu, pakaian kamu yang belikan mamah?" Ayu membelai rambut menantunya dengan sayang.

"Semua, bekas kak Tiara." Fiana tersenyum seolah itu bukan masalah. Itu lebih baik dari pada tidak memakai apapun.

Ayu terhenyak sesaat. Pantas saja pakaian yang dipakai Fiana lusuh-lusuh.

"Bunda akan banyak belikan kamu pakaian, jangan menolak atau tersinggung! Kamu anak bunda mulai detik ini! Bunda akan bahagiain kamu," janjinya dengan semangat 45 penuh keramahan.

Fiana menahan harunya dengan senyuman tulus. Ternyata masih ada orang baik di dunia ini.

"Makasih, bunda."

"Ga usah sungkan, bilang kalau suka sesuatu, sama beli pakaian buat suami kamu, pilih sendiri, tugasnya bunda kasih ke kamu ya.."

***

Alva menatap jajaran paper bag itu. Apakah kamarnya berubah menjadi tempat jual barang? 

Alva mengeluarkan jemarinya dari saku, menyimpan kunci motornya lalu mencari Fiana. 

Alva menautkan alis. Ada kaki seseorang di tumpukan selimut dan beberapa pakaian itu. Dia mendekat perlahan. 

Suara dengkuran halus terdengar. Fiana mungkin sangat kelelahan sampai dua kakinya di pasangkan koyo pegal. 

"Lo bener-bener gampang tidur ternyata," itu yang Alva tahu selama beberapa hari kenal Fiana. 

Alva menatap sekeliling. Harus mulai dari mana dia membereskan semuanya. Tunggu! Alva melihat beberapa paper bag. Isinya pakaian laki-laki. 

Apa bunda atau Fiana yang membelikan semua itu? Alva melihatnya, tidak buruk dan sesuai seleranya. 

Hingga keesokan paginya Fiana menggeliat, merasakan sesuatu yang bergerak. Naik turun dan juga dengkuran. Bahkan detak jantung. 

Fiana sontak membuka matanya cepat, ternyata dia tidur dengan berbantalkan dada bidang Alva. 

Fiana sontak menjauh, perlahan turun dari kasur lalu melihat ke sekeliling. Semua sudah bersih.

Fiana jadi tidak enak hati, semalam pasti sangat berantakan.

Fiana memilih pakian baru, lalu ke kamar mandi dan mulai mandi. Dia ingin menunjukan pada Ayu, semua barangnya dia pakai dan sukai.

"Apa bunda ada di rumah kalau minggu? Waktu itu ga ada arisan," gumam Fiana berbicara sendiri sambil mengeluarkan shampo.

Ceklek!

Fiana masih mengguyur tubuhnya, belum sadar dengan masuknya Alva yang langsung terpaku melihat tubuh basah itu.

"Ha.. Seger," gumam Fiana lalu beralih ke sabun mandi.

Imajinasi Alva langsung dipenuhi oleh adegan-adegan yang ada di video dewasa. Senyum pun terbit.

Enaknya memiliki istri. Semua imajinasi dia salurkan di tempat yang seharusnya tanpa takut oleh dosa.

Kutukan ini tidak salah. Semuanya benar. Dia spesial. Membuat Alva tidak terjerumus ke dalam dosa karena melakukannya dengan istrinya, bukan pacar atau wanita bayaran. 

***

"Kenapa? Ngantuk?" Ayu mengusap bahu menantunya.

Mereka tengah asyik berbincang di taman belakang, sambil melihat tukang kebun membersihkan bunga dan rumput..

Suasana begitu segar dan cuaca begitu indah.

Fiana tersenyum lalu menggeleng. Dia hanya lelah melayani suaminya yang tiba-tiba muncul seperti hantu saat dia mandi.

Alva terlihat santai tanpa dosa. Dia asyik memainkan ponsel bersandarkan bahu Ayu. Fiana yang ada di samping Alva tersenyum tipis melihat itu.

Sosok Alva ternyata ada sisi manjanya walau datar terkesan dingin dan kejam. Jika di dekat Ayu seperti kucing, namun saat jauh seperti singa.

"Cocok pakaiannya, iyakan, Al?"

Alva mengangguk saja. Sebagus apapun, Fiana tetap memakai kaca mata cupunya yang mematikan kecantikannya.

Saat bercinta malam itu, Fiana tanpa kaca mata terlihat sangat cantik. Alva sejenak terpesona jujur saja.

"Wajah dia kenapa?" Alva baru ingat soal itu.

Saat tadi Fiana mendesah di bawahnya, Alva gagal fokus dengan wajah Fiana namun tidak menanyakannya karena lupa dan terlalu nikmat.

"Itu karena perawatan kemarin, jerawatnya dibersihin dan lagi diobatin," Ayu tersenyum ramah. Kelak Fiana akan menjadi angsa yang cantik. Ayu bertekad soal itu.

Sudah saatnya Fiana bangkit.

Fiana agak salah tingkah, dia menunduk. Apa kini wajahnya memerah dan itu sangat buruk? Dia malu walau sebelumnya Alva mengecupi wajahnya.

Fiana merona mengingat itu. Apa Alva tidak jijik dengan wajahnya?

Alva berhenti bermain ponsel, membiarkan Ayu melayani suaminya yang tengah bercocok tanam bersama tukang kebun itu.

Kini hanya Alva dan Fiana yang tertinggal.

Fiana menoleh saat jari kelingkingnya di mainkan Alva, sorot mata Alva masih ke depan.

Fiana mengerjap gugup. Hanya diam saat kelingkingnya dimainkan lalu jemarinya semakin diraih dan digenggam.

Ada apa dengan Alva? Fiana jadi kian gugup dan salah tingkah.

"Lo sebus stady tour," Alva menoleh, menatap ketegangan Fiana dengan acuh.

"Hm? Kan satu kelas satu bus," cicitnya. Fiana ingin bersama Putri.

"Yang kosong cuma ada di kelas gue, lo telat bayar jadi ngikut aja," Alva melepaskan genggamannya. Alva juga merasa aneh. Dia tiba-tiba ingin menggenggamnya. Jadi ingin berdekatan, bersentuhan.

Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang