8. Bersama Dalam Gengsi

61.4K 2.5K 13
                                    

Alva mengecupi bahunya, lengannya lalu bulatan kembar itu.

"Emh, bukannya udah?" cicit Fiana.

Alva berhenti, dia beralih ke bibir Fiana. Menyecapnya penuh ketulusan. Dia berterima kasih karena Fiana mau membantunya.

Alva melebarkan kaki Fiana lalu menarik miliknya keluar.

Keduanya pun terdiam dalam satu selimut dengan tenang. Mencoba istirahat sebentar.

"Apa gue bisa normal tanpa lo?"

Fiana menggeleng pelan. Dia tidak tahu.

"Coba alihin ke hal positif," ujar Fiana agak ragu dan takut. Bahkan mengalihkan pandangannya dari Alva.

Alva masih menyamping, selimut membalutnya hingga sepinggang. Keduanya baru selesai melakukan hubungan suami istri yang tidak lama.

Alva hanya ingin lega saja, hanya ingin mengeluarkan kebutuhannya.

"Gue ga hyper, asal jangan liat leher lo aja." Alva mengubah posisi jadi terlentang menatap langit-langit.

"Ma-maaf,"

Alva menoleh sekilas. "Ga usah minta maaf, lo ga punya salah." balasnya lalu mendudukan tubuhnya dan menyamping menghadap Fiana yang mengerjap gugup.

"Apa masih ada yang ganggu lo di sekolah?"

Fiana mengalihkan tatapannya asal lalu menggeleng.

"Lo aneh di sekolah," acuh Alva lalu turun begitu saja membuat Fiana memejamkan matanya segera.

Tetap malu walau mereka bukan pertama kali melakukannya.

Alva ke kamar mandi tanpa menoleh lagi. mendengar pintu terkunci membuat Fiana kembali membuka mata dengan lega.

Fiana menyentuh bandul kalung di lehernya. Benda yang pertama kali Alva beri. Dan juga gelangnya yang sepasang.

Fiana bersemu menatap lengannya.

"Eh. Apa ga bahaya kalau di pakai ke sekolah?" gumamnya. 

***

"Ke club ga?" tanya Anton.

Fiana refleks menoleh. Jadi benar, Alva bukan anak remaja baik yang hanya akan diam di rumah jika malam.

"Hm,"

"Fia ikut?" Anton bertanya dengan tersenyum ramah.

Fiana sontak menggeleng cepat. "Engga bisa, ada ulangan besok," jawabnya. Jika pun tidak ada ulangan, Fiana tidak akan mau.

Anwar mengamati Fiana. Perempuan itu jika di poles make up pasti cantik. Di rawat sedikit pasti kinclong.

Anwar memilih beranjak untuk membeli minuman karena minumannya sudah habis.

Fiana terlihat gelisah di duduknya, poni sudah lepek basah oleh keringat. Cuaca hari ini memang panas.

"Kenapa?" Alva menautkan alis melihat kegelisahan Fiana. Apa karena dia kembali bergabung bersamanya dan kawan-kawan hingga mengundang perhatian di kantin?

Selain karena gerah, Fiana merasa tidak biasa terlalu lama berada di kantin. Dia terbiasa berada di perpustakaan.

Walau semua biaya sekolahnya keluarga Alva yang atur, tetap saja Fiana tidak biasa malas-malasan tanpa buku.

"Aku? Engga papa," jawabnya malu-malu.

"Gerah?"

Fiana mengerjap dan membenarkan duduknya sambil memainkan poni. "Em.. Basah," gumamnya sangat pelan. "Iya, gerah." jawabnya.

Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang