"Alva.." Fiana tersenyum manis, mendekati Alva yang sepertinya baru selesai mempelajari beberapa soal bisnis lagi.
Alva memutar kursi yang didudukinya hingga menghadap Fiana yang berjalan mendekat lalu berdiri di antara kaki Alva yang kini terbuka mengundangnya.
Fiana mendekat tanpa ragu. Membelitkan lengannya ke leher Alva. Membuat Alva mendongak dengan menatap Fiana sendu. Alva Terlihat lelah.
Fiana usap kepala belakang Alva lembut, selembut senyumnya.
"Kenapa kaca matanya di pake lagi?" tanya Alva sambil mencolek hidung Fiana sekilas.
"Cupu ya?"
"Tetep cantik," Alva mengecup tubuh depan Fiana sekilas lalu kembali mendongak, menatap Fiana.
"Apa manggil?" Alva mulai ke topik awal. Sepertinya ada yang ingin Fiana bicarakan.
Fiana menatap Alva agak iba. Seusia mereka beban Alva begitu berat. Menjadi orang kaya ternyata tidak mudah.
Untuk mempertahankan dan semakin mengembangkannya memang harus ada perjuangan.
Alva yang di tunjuk. Sama seperti Fiki.
"Aku besok mau pergi sama bunda, mau beli bulanan,"
Alva mengangguk. "Pergi aja," kasihan Fiana jika terus di rumah. Alva tidak bisa mengajaknya main, tugasnya sedang banyak.
"Renaya udah ke negara X ya?" Fiana mendengar itu dari televisi tadi siang. Pantas saja Alva tidak ada di rumah, biasanya juga mengantar Renaya walau tak lama.
"Hm.. Gue lupa kasih tahu," Alva menyandar dengan semakin mengeratkan pelukannya.
"Kamu capek ya?"
Alva hanya mengangguk, membiarkan mata lelahnya terpejam istirahat sejenak.
"Yaudah, ayo tidur,"
Alva mendongak. "Tidur sama lo selalu beda," bisiknya lemas, lesu.
"Mau?"
Alva langsung tersenyum. "Mana bisa gue tolak," bisiknya lalu segera menabrakan bibir.
***
Fiana berjalan bersama Ayu bagai seorang ibu dan anak. Uang mengubahnya. Tidak ada Fiana yang cupu. Fiana terlihat sama berkelas seperti Ayu.
Fiana mana bisa mengeluh lagi. Hidupnya sudah membaik, sangat membaik.
"Bunda ga tahu ada tempat ini," Ayu menatap swalayan yang biasa Fiana kunjungi untuk bekerja part time dulu. "Isinya lumayan murah ya, bagus juga.." Ayu membolak-balik produk dan memeriksa kadaluarsanya.
"Kamu sering belanja di sini, sayang?"
Fiana tersenyum lalu menggeleng. "Kerja, bund. Bantu di gudang, angkat barang yang kecil aja, kadang besar juga.." jawabnya tanpa malu.
Toh, Ayu sudah menerima apa adanya.
"Astaga!" Ayu menatap Fiana, mengusap wajahnya sayang. "Andai ketemu bunda lebih cepet, kamu ga akan bunda biarin kerja berat!"
Fiana tersenyum. "Lumayan, bunda. Aku bisa olah raga," kekehnya. Ayu balas tersenyum.
Keduanya pun mulai belanja. Masing-masing membawa troli. Fiana asyik dengan kebutuhan dan apa yang di sukai Alva dan dirinya sendiri.
Ayu pun sibuk sendiri, sesekali memberi reaksi senang karena banyaknya barang bagus namun harga oke.
Sekaya apapun, dia tetap ibu-ibu yang suka diskon dan barang murah namun berkualitas. Ayu bagai menemukan surga tempat dia belanja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)
RomanceKutukan Cinta #3 Alva menjadi satu-satunya perjaka di antara teman-temannya yang sudah beranjak dewasa. Bukan karena pergaulannya baik, dia juga sering minum-minum di club. Dia hanya tidak merasakan itu. Turn On. Sekali pun melihat video dewasa. Ba...