"Gue berangkat," Alva membenarkan celananya lalu meraih wajah Fiana, dia kulum bibirnya tak lama.
Dengan berat hati, malam ini dia keluar untuk makan malam bersama Renaya. Dia harus melakukan perannya jika ingin Fiana aman.
Fiana mengangguk, tersenyum tipis. Dia percaya pada Alva, dia tahu kenapa Alva melakukannya.
Alva sedang menjaganya secara tidak langsung.
"Mau apa? Gue beliin,"
Fiana menggeleng. "Besokan mau main," balasnya.
Alva pun tidak banyak bertanya lagi dan benar-benar pergi. Fiana membenarkan celana dalamnya yang tidak nyaman. Dia harus membersihkan diri.
Alva tiba-tiba menembaknya sebelum pergi. Apa menjadi suami istri memang begitu? Tanpa aba-aba langsung tancap gas.
Fiana segera membersihkan diri lalu kembali belajar. Setidaknya itu yang bisa Fiana banggakan. Dia ingin terus rangking 1 seangkatannya.
"Mumpung Alva di luar," gumam Fiana senang, dia membuka banyak buku, mulai mengerjakan soal ujian latihan dan lainnya.
Memecahkan pertanyaan membuat Fiana nyaman dan kembali percaya. Apapun yang menjadi misteri, pasti akhirnya akan ada jawabannya jika diusahakan.
***
Renaya menyambut kedatangan Alva dengan senyum malaikatnya. Terlihat tidak bar-bar. Alva lega melihatnya.
"Fiana ga ikut?"
Alva menatap Renaya sejenak. Pasti dia sudah tahu soal Fiana. Entah menyelidiki atau kakeknya yang dekat dengan presiden itu memberitahunya.
"Lo tahu siapa, Fiana?"
Renaya mengangguk. "Istri secara agama, waktu denger pertama kali, aneh emang.. Tapi percaya kok, kamu butuh dia buat penyakit," jawabnya dengan begitu anggun dan tenang.
Beda dengan Alva yang menangkapnya lain. Seolah dia memanfaatkan Fiana untuk kepuasannya sendiri.
Tapi Alva abaikan itu. Demi kelancaran ke depannya. Selagi Renaya bisa di ajak kerja sama.
"Kita pesen makan, ya.."
Renaya mulai memilih menu, Alva pun sama. Keduanya memilih makanan mewah itu dengan tenang.
"Kata kakek kamu, mungkin butuh beberapa tahun kutukannya sembuh, aku harus nunggu katanya," kekeh Renaya dengan anggunnya.
Alva hanya memasang wajah datar. Tersenyum pun tipis. Dia berusaha tenang, tidak merespon berlebihan agar Renaya tidak salah paham.
Keduanya makan dengan tenang, fokus makan dulu baru berbincang kecil sebagai perkenalan awal mereka.
Di sini Renaya yang lebih aktif. Alva hanya menjawab dan bertanya sesekali saja. Dan Alva pun memutuskan untuk pulang karena sudah malam.
Renaya mengangguk setuju.
Alva melajukan motornya cepat, harusnya malam minggu di isi dengan Fiana. Tapi ke depannya, ada Renaya yang harus dia urus.
Entah sampai kapan.
***
"Udah?" Fiana menyambut dengan senyum. "Kok keliatan murung?" tanyanya pelan dan ragu.
Alva mengunci pintu, melepas kaos sambil berjalan mendekati Fiana. Memeluknya lalu mengangkatnya.
"Alva," Fiana membelitkan lengannya di leher Alva refleks. "AKH!" pekiknya saat Alva melemparnya ke kasur. Tidak sakit memang, hanya kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)
RomanceKutukan Cinta #3 Alva menjadi satu-satunya perjaka di antara teman-temannya yang sudah beranjak dewasa. Bukan karena pergaulannya baik, dia juga sering minum-minum di club. Dia hanya tidak merasakan itu. Turn On. Sekali pun melihat video dewasa. Ba...