Fiana terlihat tenang setelah mengetahui alasan kenapa Alva mengiyakan saat itu. Namun Ayu sepertinya akan masih kecewa.
Fiana paham karena Alva belum menjelaskan alasannya. Fiana juga sempat kecewa dan merasa sedih.
"Jadi, kakek kamu sejahat itu?" Fiana menatap dada Alva yang kembang kempis di hadapannya.
"Hm, lebih dari yang lo kira.. Gue belum ada kuasa sekarang, mungkin ayah bisa lindungin kita tapi ga bisa jamin kalau lo ga bakal disingkirin,"
Fiana diam dengan perasaan menghangat.
"Kalau pun gue nikah sama anak presiden itu, gue ga bisa sentuh dia, lo tahu sendiri, gue ga bisa sentuh cewek lain, listrik yang gue pegang jadinya, sakit banget,"
Fiana tersenyum tipis. Maafkan dia yang sempat berpikir yang tidak-tidak.
"Saat itu ayah udah punya kuasa, makanya bisa jaga bunda. Saat ini gue masih kecil, jadi harus patuh dulu,"
Alva diam sejenak. Dia sudah melakukan kesepakatan dengan kakeknya. Jika melanggar, Alva akan membuat kakeknya menyesal.
Menjadi cucu kesayangannya sungguh kutukan. Alva tidak suka dengan cara kakeknya itu mengatur hidupnya.
"Tunggu gue gede, gue jadiin lo istri satu-satunya," bisik Alva seraya mengangkat dagu Fiana lalu menyentuh hidungnya. "Sekarang lo tidur!" perintahnya galak. Alva tatap pipi yang memerah itu.
Fiana hanya diam menatap Alva lalu tersenyum. Kini Alva yang diam lalu mengusap bibir bawah itu.
"Lo terima gue jadi suami?"
Fiana kembali diam lalu tersenyum lagi dan mengangguk. Dengan pikiran Alva yang sejauh itu, bukankah Alva menganggapnya istri juga?
Alva tersenyum tipis lalu mengecup bibir Fiana, mengusap pipinya dengan jempol dan terus bermain di bibirnya.
Fiana membalas. Ciuman Alva terasa perlahan nan lembut, tidak tergesa-gesa. Alva melepaskan pagutannya cepat.
Alva menatap miliknya yang tidur lagi saat pikirannya menekan untuk tidak melakukan ronde kedua.
Refleks Fiana ikut menatap namun segera mengalihkannya lagi.
"Gue bisa kendaliin?" gumam Alva senang. Dia kembali memagut bibir Fiana, mencoba membangunkannya dengan dikendalikan pikiran.
Setelah yakin Alva melepas pagutan lalu memeluk Fiana dengan senang. Biasanya miliknya sakit dan tegang tak terkendali, seolah bukan bagian dari tubuhnya.
"A-ada apa?" Fiana bingung sendiri.
Bukannya di jawab, Alva malah kembali menciumnya.
Fiana kembali mendesah hingga pagi barulah dia tidur karena seringnya di ganggu Alva. Namun Fiana menikmati itu.
Dia juga menerima Alva sebagai suaminya
***
"Kamu terlalu seneng liat bunda kecewa?" sindir Ayu dengan wajah di tekuk.
Padahal bukan itu yang membuatnya senang. Masa iya dia harus jujur kalau juniornya bisa dia kendalikan.
Alva mendatarkan wajahnya. "Bukan gitu, bund.. Yaudah, aku jelasin," putusnya.
"Ayah udah tahu?"
Alva mengangguk. Tadi siang karena tidak sekolah, dia memutuskan pergi ke kantor sembari makan siang bersama dengan ayahnya.
Ayu menghela nafas. "Yaudah jelasin, kenapa kamu iyain? Kamu tahu kakekkan Alva! Dia akan tega kalau kamu langgar! Lebih baik ditolak, nanti ayah yang jaga kalian," omelnya.
"Bunda tahu juga kan kakek gimana, ayah ga akan selalu bisa jaga Fiana. Fiana pasti mau kakek singkirin, sekarang aku ga punya kuasa kayak ayah dulu,"
Ayu menahan kedut bibirnya. Kenapa Alva bertingkah seperti suami yang takut istrinya hilang. Astaga menggemaskan.
Ayu berdehem. "Jadi kamu ga serius nikah dua kali?"
"Serius,"
"APA?!" ayu sontak memukul Alva dengan bantal.
"Dengerin dulu, sekarang iyain aja, kalau seandainya nanti nikah beneran bunda tenang aja, kutukan itu jaga aku, aku ga bisa berkhianat sama Fiana, aku nyentuh cewek selain dia sama bunda rasanya sakit,"
Ayu terdiam. "Jadi serius? Kamu ga bisa sama yang lain?" tanyanya penasaran.
"Iya, pokoknya aku udah atur. Kakek sama aku sepakat. Aku nikah sama jodoh kakek asal Fiana tetep jadi istri aku, tapi kalau Fiana meninggal perjanjian itu batal! Jadi kakek ga akan sentuh Fiana,"
"Kamu jadi bawel,"
Alva berdecak malas. Kenapa bundanya malah membahas yang tidak penting.
***
"Anak presiden?" syok Anton. "Serius mau ke sekolah biasa kayak gini," di tatapnya sekeliling sekolah.
"Tentunya iya," Anwar mengangguk. "Kan calon tunangannya ada di sini," lalu melirik Alva yang acuh.
Fiana juga tidak terganggu karena tahu kebenarannya.
"Ha? Serius?" Anton membuka ponselnya. Sedari pagi dia memang tidur di jam kosong, efek main malam.
Pasti ada kabar yang dia lewati.
Putri yang duduk di samping Fiana meliriknya. Ketika pacar di gosipkan tunangan, kenapa Fiana santai.
"ALVA?" jerit Anton kaget lalu menatap Fiana.
Ha? Bagaimana ini, kenapa bisa.
"Kita pulang sekolah nongkrong di rumah Alva, dia jelasin,"
Anton pun menelan penasarannya sementara. Kasihan Fiana jika iya, sungguh keluarga kaya yang rumit.
"Gue harap ga kayak senetron ya," kekeh Anton.
Suara keramaian membuat semua menoleh mengabaikan makanannya. Ada beberapa bodyguard dan satu perempuan cantik bagai putri.
Terlihat seperti malaikat tidak bersayap.
Fiana menelan ludah. Itu calon tunangan Alva? Astaga, suaminya akan dinikahkan lagi dengan perempuan sesempurna itu.
Fiana menciut tak percaya diri.
Putri menghela nafas tanpa bisa berbuat apapun saat melihat Fiana berubah sendu.
Alva hanya melihat sekilas lalu menggenggam jemari Fiana di bawah meja. Secantik apapun, bahkan seperti bidadari pun. Dia hanya butuh Fiana.
Hanya Fiana.
"Al, ke sini!" Anton heboh sendiri dan menegang saat perempuan cantik itu berjalan ke arah mereka.
Seragam sekolah yang di pakainya jelas sekolah mahal.
Wangi kemewahan sontak semerbak sampai Anton dan Anwar terdiam terpesona. Bahkan Putri dan Fiana juga.
"Hai, Alva.."
Alva melepaskan jemarinya dari Fiana lalu mendongak malas. Mencoba meyakinkan diri untuk berbuat baik. Dia tersenyum tipis.
Kantin menjadi ramai melihat itu.
Baca duluan dan part khusus ada di karyakarsa bagi yang mau. Makasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)
RomanceKutukan Cinta #3 Alva menjadi satu-satunya perjaka di antara teman-temannya yang sudah beranjak dewasa. Bukan karena pergaulannya baik, dia juga sering minum-minum di club. Dia hanya tidak merasakan itu. Turn On. Sekali pun melihat video dewasa. Ba...