Alva dan Fiana tengah menikmati makan malam yang romantis. Alva menyiapkannya semua itu dadakan, untung uang bisa mengatur itu.
"Alva," Fiana terlihat gelisah. Mereka seharusnya tidak ada di tempat umum seperti ini.
Alva sangat terkenal dan bahaya jika media tahu, apalagi Robby.
"Jangan bahas, Na." Alva menatap Fiana lembut, dia sudah menebak kemana arah bicara Fiana.
"Tapi—"
"Percaya sama aku, kalau pun terjadi apa-apa aku ga akan diem, oke? Nikmatin semua yang aku bikin ini," potongnya memohon dengan tegas.
Fiana tersenyum lalu mengangguk.
Alva balas tersenyum lalu mulai meraih sendok dan pisau. "Makan, sayang." ucapnya lembut membius.
Fiana tersipu suka. Dia sedang di ratukan oleh suaminya. Lagi-lagi dia merasa bersyukur hari itu bertemu dengan Alva.
"Na, kita boleh sambil bahas anak?" Alva memasukan sepotong daging kecil ke mulutnya sendiri.
"Boleh," suara Fiana mengalun lembut, senyumnya pun terlihat lepas.
"Cantik banget istri gue sekarang," gumam Alva yang pelan sekali sambil mengunyah dan menatap Fiana.
"Emm.. Mau punya anak berapa?" Alva memilih bertanya dulu, dia semakin banyak bagus tapi jika Fiana tidak bisa pun tak masalah.
Alva hanya ingin istrinya nyaman dan tidak terpaksa dengan keinginannya. Fiana yang melahirkan, jadi dia yang berhak memutuskan.
"Aku—" Fiana terdiam sejenak. "Mau 3 aja kayaknya," jawabnya.
"Alasannya?"
"Maunya gini, anak pertama sama kedua cowok, nah anak ketiga perempuan, biar dijaga abangnya," jelas Fiana dengan semangat.
Alva tersenyum mendengarnya. "Setuju, kita progam buat seterusnya, semoga aja bisa ya sayang," balasnya.
Fiana mengangguk tersipu lagi, berdebar pula. Sepertinya Alva akan terus memanggilnya sayang. Fianakan jadi suka.
"Makan yang banyak,"
"Mau di makan kamu abis ini ya?" canda Fiana.
"Yah, sayangnya belum bisa, maunya sih di mobil sampe kamar hotel, dimana pun kita coba,"
"Ih kamu nakal, Alva!" kekeh Fiana bersemu merah.
"Kamu engga? Sama ya!" balas Alva dengan senyum yang bebas, hanya untuk Fiana seorang.
Fiana sungguh beruntung.
Fiana menatap keindahan pemandangan kota. Lampu menerangi malam yang gelap. Terlihat aestetik sekali.
Fiana tidak merasa mual lagi di sini, bisa makan dengan tenang. Semoga tidak muntah, sayang makanannya enak.
"Bunganya cantik," puji Fiana dengan sebuket bunga mawar merah pemberian Alva.
"Di dalemnya lebih cantik,"
"Dalem?" dengan penasaran, tanpa menunggu makannya selesai. Fiana mencari di dalam bunga itu.
Ternyata kotak kecil yang isinya kalung.
"Aku suruh nanti, ck!" walau begitu, Alva tetap bangun untuk membantu memasangkannya.
Fiana menatap itu haru. Liontinnya sederhana, hanya berlian kecil. Itu kesukaannya. Alva kini tahu seleranya yang tidak suka menonjolkan kemewahan.
"Ini A?" Fiana menatap dan menyentuh liontin samping berlian itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)
RomanceKutukan Cinta #3 Alva menjadi satu-satunya perjaka di antara teman-temannya yang sudah beranjak dewasa. Bukan karena pergaulannya baik, dia juga sering minum-minum di club. Dia hanya tidak merasakan itu. Turn On. Sekali pun melihat video dewasa. Ba...