Alva melepas jas mahal yang melekat di tubuhnya. Dia mendekati Fiana, berjongkok di hadapannya yang kini duduk di kamar tamu di rumah kakeknya— Robby.
"Kenapa nangis? Bukannya lo percaya sama gue? Ini cuma formalitas aja," Alva membelai wajah cantik Fiana yang basah oleh air mata sekilas.
Alva melepas cincin pertunangannya dengan Renaya. Fiana menyeka air matanya lalu menahan Alva.
"Jangan," lirih Fiana menahan sedihnya. Rasanya Alva akan direbut. Fiana hanya takut.
Alva menepis pelan cekalan Fiana, dia tetap melepas cincin lalu mengeluarkan kalung di lehernya yang terdapat cincin pernikahannya dengan Fiana.
Alva memakai itu dan memilih menggantung cincin dengan Renaya di kalungnya.
Tidak peduli orang lain menganggap itu cincin pertunangan dia dan Renaya. Yang terpenting dia, Fiana dan keluarganya saja yang tahu betapa dia mencintai Fiana dari pada Renaya.
"Nanti kakek,"
"Lo diem!" tegas Alva dengan galaknya.
Dia hanya kesal, sedih dan campur aduk saat melihat Fiana menangis terluka melihat dia yang bertunangan dengan Renaya di depan matanya.
Di depan para media dan keluarga besar dua belah pihak. Wajahnya sudah terpampang di mana-mana.
Waktunya bersama Fiana kini tidak bebas. Geraknya akan terus di pantau media sampai-sampai Fiana di kenalkan sebagai adik Alva ke publik.
Walau begitu. Alva tetap tidak bebas memperlakukan Fiana. Adik kakak ada batasnya.
Jika kelak ketahuan. Entah bagaimana nasib Fiana dan keluarga. Tapi dia yakin, ayahnya akan sangat menjaga itu.
"Ga usah nangis lagi!" Alva beranjak, duduk di samping Fiana dan memeluknya.
***
Alva asyik rebahan sambil bermain ponsel, membiarkan Fiana terlelap telungkup di atas tubuhnya.
Fiana terlihat nyaman setelah mengeluarkan uneg-unegnya hingga berakhir tidur.
Alva menatap foto Renaya yang cantik dengan dirinya yang tampan tengah bertukar cincin. Banyak sekali berita tentang itu.
Robby pasti senang, apalagi dengan tunangan itu bisa membuat saham naik ugal-ugalan. Fiki langsung sibuk dengan klien-klien baru.
Alva masih berada di kamar yang ada di rumah kakeknya. Tidak ada yang berani mengetuk pintu atau mengganggunya setelah semalam dengan tegas dia dan Fiana tidak ingin di ganggu. Jika lapar pun dia akan bilang dan hanya cukup antar saja.
"Na, ga mau bangun?" Alva mematikan ponselnya, melempar asal ke samping kasur yang kosong.
Alva mengecupi kepala Fiana gemas, mengunyelnya lalu mencubit manja pipinya hingga Fiana membuka mata yang tidak terlalu sembab.
"Alva.." panggil Fiana pelan nan serak.
"Hm?" sahut Alva lembut.
Fiana tersenyum tipis, perasaannya menghangat jika mendengar suara Alva melembut.
"Jangan tinggalin aku ya," cicitnya dengan segera menyembunyikan wajahnya.
"Lo kali yang mau ninggalin gue," balas Alva dengan santai. Mencoba mencairkan suasana, agar Fiana tidak menangis juga.
"Engga!" seru Fiana cepat seraya mengangkat wajahnya menatap Alva. "Ga akan," yakinnya terdengar polos.
Alva tersenyum. "Kalau gitu ciumnya mana?" galak Alva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)
RomanceKutukan Cinta #3 Alva menjadi satu-satunya perjaka di antara teman-temannya yang sudah beranjak dewasa. Bukan karena pergaulannya baik, dia juga sering minum-minum di club. Dia hanya tidak merasakan itu. Turn On. Sekali pun melihat video dewasa. Ba...