"Apa? Mah! Aku masih sekolah," lirih Fiana dengan suara bergetar tak percaya dengan tingkah Selly dan Yohan.
Orang tua macam apa yang dengan mudahnya tergiur sogokan uang dan makanan. Bahkan ini pertama kali mereka bertemu.
"Bapak tidak bisa membiayai sekolahmu, Fiana! Lihat, bapak sudah tua,"
Fiana menatap sedih dan kecewa. Padahal selama ini dia berjuang belajar agar mendapatkan beasiswa dan semua berjalan lancar.
Kenapa hanya dengan uang yang berjumlah 100 juta itu mereka dengan mudahnya menguburkan mimpinya yang dia bangun sendiri?
"Aku ga mau! Lebih baik aku pergi dari sini!" ini pertama kalinya Fiana bisa melawan walau tidak berani mengeraskan suaranya.
Selama ini dia selalu dibedakan, direndahkan, disakiti oleh keluarganya sendiri. tidak sanggup lagi.
"FIANA!" Yohan terlihat marah namun menahan tangannya untuk tak memukul seperti biasa.
"Kenapa ga kak Tiara aja?" lirih Fiana dengan tangis tersedu-sedu menyesakan. "Kenapa harus selalu Fiana, mah, pak? Apa Fiana anak tiri?" suaranya tercekat menahan sesak menekan dada.
Fiki diam walau dalam hati iba melihat gadis kurus yang menangis seterluka itu. Ayu bahkan sudah menangis, tersentuh setiap ucapan Fiana yang penuh luka. Ayu iba.
Ayu ingin merengkuhnya dan meyakinkannya bahwa mereka akan menjamin kebahagiaannya asal membantu Alva.
Namun belum saatnya.
Ayu melirik Fiki, dia memilih pamit dan membiarkan keluarga itu menyelesaikan masalah dan mempertimbangkan tawarannya.
***
"Anak itu sering di pukul, astaga.." Ayu meringis iba, membaca setiap informasi yang dia dapat dari orang suruhan suaminya. "Kasihan sekali gadis itu," lirihnya sendu.
Alva mendengarnya dengan mata terpejam.
"Datangi dia, Alva dan yakinkan dia.. Bunda, tidak! Kita akan berusaha membahagiakannya.."
Alva membuka matanya. "Aku ga kenal dia, kenapa harus- aku cuma butuh dia biar sembuh, selebihnya-"
Ayu memukul lengan Alva. "Kamu ya! Dia nanti jadi istri kamu! Jelas kamu harus bahagiain dia! Mau kamu kesakitan dan terus keras gitu? Udah tahu kata mba dukun itu kutukan!" omelnya.
Alva mendesis sebal. Terserahlah, soal membahagiakan itu pikirkan nanti.
***
"Gue udah bantu lo," Alva tengah bersandar di kepala ranjang. "Aneh emang, tapi katanya ini kutukan.." malas Alva menjelaskannya.
Fiana hanya menunduk dan sesekali membenarkan kaca matanya. Dia duduk dengan tidak nyaman karena mereka orang asing yang di pertemukan secara tiba-tiba.
Alva menatap penampilan Fiana. Rok bermotif bunga kecil berwarna kuning di bawah lutut, atasnya kaos polos yang lusuh dan sandalnya terlihat sama lusuh.
Apa sungguh dia akan menikahinya?
"Lo bisa gapai impian lo, pernikahan ini hanya sebatas agama, ga akan tercatat di hukum. Kita bisa sekolah biasa, tapi rahasia.."
Fiana semakin gugup di tempatnya. Dia tetap tidak mau, mendengar penjelasan mengenai tugasnya dan alasannya sungguh tidak masuk akal.
Alva kini duduk dengan kedua kaki turun dari ranjang. Posisinya itu membuat Alva dan Fiana berhadapan dengan cukup dekat, kaki mereka bahkan bersentuhan.
"Bantu gue," mohon Alva dengan terpaksa, dia sungguh tersiksa.
Fiana menatap kaget saat dua jemarinya di genggam begitu erat. Tatapan Alva terlihat memelas tersiksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)
RomanceKutukan Cinta #3 Alva menjadi satu-satunya perjaka di antara teman-temannya yang sudah beranjak dewasa. Bukan karena pergaulannya baik, dia juga sering minum-minum di club. Dia hanya tidak merasakan itu. Turn On. Sekali pun melihat video dewasa. Ba...