25. Jejak Merah Dan Kejujuran

46K 2.1K 14
                                    

Selama perjalanan Alva hanya diam dengan aura yang dingin. Fiana jadi gelisah, apakah dia marah seragamnya kotor dan juga soal Melati?

Apa Anwar bilang pada Alva kalau dia dibully? Sepertinya iya, mengingat jaket Alva sampai detik ini terus dia pakai.

Alva pasti tahu.

Apa ketidak jujurannya membuat Alva marah?

Apa Alva muak memiliki istri yang lemah seperti dirinya?

"Mau sampe kapan?"

Fiana mengerjap lalu mengedarkan pandangan yang ternyata sudah sampai. Dengan segera melepaskan pelukannya dari perut Alva lalu turun.

Alva memarkirkan motor, menyimpan helmnya dan Fiana.

"Lo hutang penjelasan," tunjuk Alva di depan wajah Fiana lalu berlalu masuk ke dalam rumah.

Fiana terhenyak mendengarnya. Apakah dia harus jujur sejujur-jujurnya pada Alva kali ini?

Fiana mengayunkan langkahnya ragu, walau pada akhirnya masuk ke dalam rumah dan berbincang dengan Ayu sambil merangkai bunga sebentar.

Alva di kamar sudah terlelap setelah membersihkan diri. Mungkin lelah karena saat jam kosong dia memutuskan bermain bola.

Fiana saat masuk ke kamar melihat itu sontak berjalan hati-hati, menyimpan semua barangnya dengan hati-hati.

Alva begitu lelap. Fiana yang bingung memilih membawa semua buku dan belajar di balkon mumpung cuaca tidak panas, sekalian ingin menyambut senja.

Hingga waktu terus berlalu, senja hampir menghilang. Fiana pun berhenti belajar dan kembali masuk ke kamar.

"Apa masih tidur?" perlahan Fiana mendekati Alva yang memunggunginya.

Fiana mengintip wajah Alva lalu detik berikutnya, tubuh Alva membaliknya hingga rebahan lalu tubuh babonnya setengah menindih tubuhnya.

Alva membenamkan wajahnya di samping leher Fiana. Terlihat menghela nafas nyaman. Menjerat Fiana sampai susah bergerak.

"Gue pengen bakar buku-buku itu. Lo lebih memilih nemenin mereka dari pada gue," bisiknya serak khas bangun tidur.

Fiana bersemu agak kegelian saat nafas Alva menerpa telinganya.

"Maaf,"

Alva bergerak kian mendekat namun merosot, membuka seragam Fiana hingga perutnya terlihat lalu menghisapnya di satu titik untuk meninggalkan jejak.

Fiana menggeliat geli namun tubuhnya terkunci tidak bisa melawan.

"Alva.." lirihnya kegelian.

Alva terus membuat beberapa jejak di sana. Hanya bisa di sana. Tidak mungkin di leher Fiana.

Alva menyudahinya, menutupnya lagi lalu kembali naik ke posisi semula. Menatap tepat di kedua mata Fiana.

"Sekarang jelasin! Siapa yang kotorin ini?" Alva mengusap bagian seragam yang penuh noda itu.

Fiana menundukan tatapnya untuk mengalihkan pandang. Dia juga diam cukup lama sampai Alva menghembuskan nafas kesal.

"A-anu.." Fiana jadi panik sendiri. "Dia dari kecil satu desa sama aku, dia tahu semuanya. Dia ancam—" Fiana menjeda sejenak hingga pada akhirnya jujur seadanya.

Sejujur-jujurnya.

Alva mengusap hidung Fiana hingga merah lalu turun dari kasur.

"Ambil di dompet gue, bayar mulut dia sampe akhirnya dia dapet hukuman,"

Fiana menatap kepergian Alva sambil mencerna ucapannya.

"Hukuman?" gumam Fiana seraya mendudukan tubuhnya lalu mengintip perutnya.

Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang