"Alva, apa aku boleh ketemu kak Tiara di kantor polisi?" Fiana menatap Alva ragu.
Keduanya berada di kantin.
Alva masih betah meletakan tangannya di kursi yang di duduki Fiana. Terlihatnya seperti tengah merangkulnya. Dia tidak peduli walau kini menjadi sorotan karena viralnya dia dan anak presiden itu.
"Kapan?" Alva mencomot makanan Fiana yang tidak habis. Rasanya tidak buruk, dia menarik mangkuk itu lalu memakan sisa Fiana.
Anton dan Anwar tidak peduli dengan suami istri di hadapannnya, mereka sibuk sendiri dengan apa yang di bahas Anwar.
Fiana menatap Alva yang memakannya dengan tenang itu. Sungguh tampan.
"Em, pulang sekolah?" Fiana juga ragu. Tapi, dia ingin memastikan dan melihatnya langsung.
"Bunda lagi ngobrol sama ayah, nanti pulang kita diskusiin lagi," Alva juga belum tahu pasti dengan apa yang akan di lakukan ayahnya. Saat ini sang bunda tengah menjelaskan semuanya.
"Iya," Fiana tidak protes, Alva pasti tahu yang terbaik.
Fiana tersentak samar saat menatap sendok yang mengarah ke mulutnya. Dia tidak menerima itu, di kantin sedang ramai.
***
"Si cupu itu ganggu banget! Iya sih sepatu mahal, penampilannya ga semenjijikan dulu, tapi tetep ganggu, apa harus deket terus? Gue sama keluarga gue yang seumuran ga gitu,"
"Si Fiana?"
Fiana menghentikan langkahnya, urung masuk ke toilet saat mendengar namanya di sebut. Lagi-lagi gosip menyeret namanya.
"Iya, siapa lagi! Upilnya Alva sekarang, deket Anwar sama Anton juga, lo liatkan interaksi mereka?"
Alva berjalan santai, menatap Fiana agak heran karena diam saja tidak masuk ke dalam toilet. Katanya ingin buang air kecil.
Alva hendak menyapa namun urung saat Fiana berbalik dan bertabrakan dengan tubuh tinggi suaminya.
"Astaga!" pekik Fiana tertahan.
"Ck! Apa sih!" Alva mengusap sekilas kening Fiana yang menabrak tubuhnya. Tidak akan benjol memang, hanya bentuk refleks saja.
Fiana mundur selangkah agar Alva berhenti terlalu banyak kontak fisik, mereka sedang banyak di gosipkan.
Apalagi Alva kian populer sekarang.
"Ngapain malah diem? Ada yang malakin lagi?" Anton hendak mengintip namun Fiana tahan dengan cepat.
Alva memicing tidak suka, tumben sekali Fiana bisa menyentuh lawan jenis.
Anton bahkan kaget juga.
Melihat itu Fiana segera mundur. "Aku masuk kok," Fiana segera masuk, membuatnya berpapasan dengan dua manusia yang membicarakannya.
Fiana mencoba biasa, dia masuk ke bilik kosong dan mengatur nafas. Dia sungguh ceroboh. Tanpa banyak diam, dia menyelesaikan panggilan alamnya.
Fiana menghela nafas lega, membersihkan diri dan merapihkan seragam lalu membuka kunci pintu.
Fiana terdiam sejenak agak panik. Kenapa pintunya susah di buka? Fiana sontak menggedornya dan meminta tolong.
***
"Insting gue itu bagus," Anton terlihat bangga pada dirinya sendiri. Terlihat so keren karena mungkin ada Putri.
Mereka masih di dalam toilet perempuan. Alva masih memeluk Fiana yang panik hampir menangis karena di kunci.
Fiana sudah tahu pelakunya namun memilih bungkam.
"Gue ragu, masa ada perbaikan semua toilet, terus cewek-cewek nebeng di toilet cowok?" celoteh Anton yang masih tetap Putri abaikan.
Putri hanya menatap Fiana yang masih di peluk Alva dan di tenangkan.
Beruntung juga Putri peka. Mana mungkin Fiana hilang hampir satu jam pelajaran. Mengingat dia dan Fiana sama gila dalam belajar walau kini Fiana tidak terlalu.
"Kita pergi, udah mau masuk pelajaran selanjutnya," kata Anwar mengingatkan.
"Gue sama Fiana izinin setengah hari, mana bisa dia fokus. Ada masalah di rumah juga, nanti gue ceritain," Alva memasangkan jaketnya pada Fiana yang pucat. Di tinggalkan di toilet sepi, dan Fiana penakut jelas pasti menakutkan.
Putri mengangguk. Fiana memang terlihat tidak baik-baik saja.
"Oke, lo tenang, Al.. Gue cari pelakunya!" seru Anton lalu melirik Putri, mencari perhatiannya namun Putrinya itu cuek-cuek bebek.
Yah... Pangeran kecewa.
***
Alva melakukan motornya pelan, mengusap lengan yang membelit perutnya dengan lembut menenangkan.
Fiana pasti semakin kacau. Masalah dengan keluarga saja belum selesai, eh ada masalah lagi di sekolah.
Alva sungguh kesal. Siapa yang berani mengganggu wanitanya? Istrinya.. Jika bisa, dia ingin mengumumkan pada mereka kalau Fiana miliknya agar tidak ada yang berani mengganggunya.
Kasihan sekali kesayangannya. Hidupnya selalu diterpa cobaan. Alva akan berusaha lebih ketat lagi.
"Mau beli makanan?"
Fiana menggeleng, bersandar di pundak Alva yang kekar. Memeluknya semakin erat. Rasanya nyaman, aman dan menenangkan.
Fiana tidak tahu, kenapa banyak sekali yang membencinya. Padahal dia tidak pernah mengusik kehidupan siapa pun.
"Beli pakaian dulu,"
Fiana mengerjap. Beli? Buat apa?
"Kita main dulu," putus Alva sebagai bentuk menghibur Fiana.
Fiana tersenyum tipis. "Makasih, aku ikut aja," balasnya dengan hati menghangat.
Alva tidak bersuara lagi. Dia segera membeli pakaian, mengganti seragam lalu menjius ke asal tempat hingga pada akhirnya berada di apartemennya dulu.
Sudah cukup lama Alva abaikan. Keadaan tetap bersih walau tidak dia tempati.
"Ini punya kamu?"
Alva mengangguk. "Ayah beliin karena deket sama sekolah saat SMP," jawabnya.
Fiana menatap semuanya. Terlihat nyaman, bersih dan wangi. Sungguh mewah, apalagi pemandangannya indah.
Dia baru tahu Alva memiliki hunian mewah itu selain rumahnya.
"Lulus kita pindah ke sini mau?" Alva memeluk Fiana dari belakang, mengendus wangi lehernya dan mengecupinya.
Fiana tersenyum malu-malu. "Ikut aja," putusnya.
"Ga deh, kita ga bisa.." Alva melepas pelukannya lalu beralih meraih Fiana agar menghadapnya. "Guekan kuliah, kita bisa aja LDR atau lo ikut?" bisiknya di depan bibir Fiana.
Fiana mengerjap tersipu. "Kamu maunya gimana?" cicitnya malu. Alva terlalu dekat.
"Gue.." Alva terdiam sejenak. Terpaku pada bibir Fiana. "Gue mau lo— sekarang!"
Fiana mengerjap, kenapa malah ke sana. Dasar tidak fokus. Fiana hanya menjerit pelan lalu tersenyum malu saat Alva membawanya ke kamar.
"Gue harus hibur lo biar wajah ga kusut, lebih baik wajah lelah karena suami lo dari pada karena masalahkan," Alva tersenyum miring menggoda.
"Tadinya gue mau ke hotel, mungkin malemnya kita lanjut main ke sana.." Alva terus menyasar leher Fiana.
Fiana hanya menggeliat, balas memeluk atau balas mencium. Keduanya berguling-guling dan bermain sebentar sebelum benar-benar pergi ke hotel yang sebelumnya di pesankan Ayu.
Alva meminta tolong pada bundanya yang langsung menggodanya namun Alva abaikan. Dia tahu, Ayu senang soal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)
RomanceKutukan Cinta #3 Alva menjadi satu-satunya perjaka di antara teman-temannya yang sudah beranjak dewasa. Bukan karena pergaulannya baik, dia juga sering minum-minum di club. Dia hanya tidak merasakan itu. Turn On. Sekali pun melihat video dewasa. Ba...