10. Jatah Sebelum Liburan

88.7K 2.3K 37
                                    

"Mau yang mana disiapinnya?" Fiana menatap Alva yang asyik makan apel sambil melihatnya berbenah.

Fiana agak salah tingkah jadinya.

"Bebas," Alva menelan kunyahannya. "Yang item putih, semua bawa, jeans cuma bawa dua aja," lanjutnya.

Fiana jadi bingung harus yang mana, semua hitam putih. Apa bebas sungguhan? Dia yang memilihnya?

Fiana pun memilih, melipatnya dan mulai memasukannya ke dalam koper.

"Kalau sepatu?" Fiana kembali melihat Alva yang hanya menatapnya tanpa mengunyah apel karena sudah habis.

"Item sama sandal putih," Alva mendekat lalu mengusap kepala Fiana.

Fiana sontak menegang. Kenapa kepalanya diusap dan dikecup-kecup? Diakan sedang beres-beres juga.

Fiana mendongakan wajahnya.

"A-ada apa, mph.." Fiana menahan nafas saat bibir Alva menabrak bibirnya begitu saja, melumatnya lembut tanpa ada rasa tergesa.

Fiana meremas kaos rumahan Alva sebagai pelampiasannya. Bibir Alva begitu lembut membelai bibirnya.

Fiana terpejam saat bibir Alva merambat ke leher lalu tulang selangkanya.

Alva tidak tahu gairah remaja akan semenggebu ini.

***

Fiana mendesah begitu pelan, suaranya melirih lembut terdengar manja dan menahannya.

Mungkin karena Fiana masih malu.

Alva mengerang gelisah, dia terus memacunya. Miliknya yang panjang dan cukup besar terlihat timbul tenggelam indah.

Alva tidak tahu miliknya akan sebesar itu jika bangun. Mungkin karena selama ini tidur jadi cukup takjub dengan miliknya sendiri.

Fiana meraih setiap lengan yang bertumpu disetiap sisi tubuhnya. Mengukungnya dengan begitu berkuasa.

Fiana yang tubuhnya terguncang setiap hentakan itu mencoba bertahan. Alva terlalu cepat dan liar.

"Gue akan sampe," bisiknya di samping wajah Fiana. Alva memeluk Fiana erat.

Fiana hampir menjerit saat Alva terlalu kasar. Dan tak lama Alva mengeluarkannya deras, Fiana merasa bergetar hangat.

Untung Ayu segera memasang KB pada Fiana. Membuatnya untuk tidak hamil. Ayu ingin Fiana maupun Alva tetap menyelesaikan pendidikannya.

Kutukan itu tidak akan Ayu biarkan menjadi penghalang mimpi mereka.

Alva terengah puas. Terus membenamkan wajahnya di samping wajah Fiana.

Alva kecupi leher kesukaannya, lalu beranjak dari atas tubuh Fiana dan melepaskannya.

Fiana terpejam sejenak saat merasakan hampa. Lalu segera merapatkan kakinya malu. Alva tidak terganggu dan memilih untuk mandi sore. 

***

Alva tidak menyerang Fiana lagi saat malamnya mengingat 3 hari mereka akan study tour. Alva tidak tahu bagaimana nanti di sana.

Apakah kutukan itu membuatnya kembali menginginkan Fiana atau tidak.

"Udah beres?" Alva menyimpan ponselnya di nakas lalu naik ke atas kasur dengan santai.

Momen itu masih membuat Fiana selalu gugup tak biasa. Biasanya tidur sendiri, sekarang ada yang menemani dan kadang menyentuhnya.

Fiana mencoba tegar. Semua sudah takdirnya menikah semuda itu. Yang penting satu hal. Dia tidak berbuat dosa.

Dia dan Alva sudah jelas menikah. Mungkin kenyataan itu juga yang membuat Fiana semakin menerima takdirnya.

"Udah, semua barang yang kamu minta aku masukin," suaranya selalu pelan dan malu-malu.

Alva mengulurkan tangan mengusap pipi Fiana. "Wajah lo udah ga terlalu merah," komentarnya acuh tak acuh lalu mulai menarik selimut, mengabaikan Fiana yang salah tingkah.

Fiana mencoba memejamkan mata. Besok dia dan Alva akan berangkat. Tidak boleh kesiangan.

"Kalau di sana ke pepet, lo harus mau, gue janji, kita ga akan ketahuan,"

Fiana membuka matanya yang meredup sedih. Rasanya dia seperti pemuas nafsu saja. Bedanya mungkin hanya karena mereka sudah menikah.

Fiana memunggungi Alva.

"Lo ga mau cium? Bukannya kita udah sepakat?"

Fiana kembali gugup, dia baru ingat soal itu. Lalu tubuhnya kembali berbalik, mendekati Alva untuk mengecup bibirnya.

"Selamat tidur," cicit Fiana dengan wajah memerah.

Alva balas mengecupnya lalu terpejam begitu saja seolah itu bukan apa-apa yang padahal Alva juga agak salah tingkah. 

***

Alva pergi begitu saja tanpa membantu Fiana yang kesulitan karena kopernya yang berisi semua perlengkapannya dan sebagian ada milik Alva.

"Aku ga mau ikut," Fiana terlihat gelisah, dia tidak mau satu bus dengan yang tidak terlalu kenal walau saat turun dari bus bisa bersama Putri.

"Eh, kenapa?" Ayu yang mengantar muncul, sengaja dia ikut agar bisa menitipkan Fiana dan Alva pada guru langsung.

"Rewel banget," balas Alva malas lalu masuk ke dalam bus lebih dulu.

Fiana menunduk sendu.

"Kenapa? Alvanya marah-marah ya? Emang kadang ngeselin, udah ga papa.. Nanti moodnya bagus sendiri,"

Lagi-lagi Fiana tidak bisa menyuarakan keinginannya. Dia pun naik membiarkan koper di simpan oleh petugas yang bertugas.

"Eh bu Atik, saya ibunya Alva dan tantenya Fiana," Ayu menjelaskan kebohongan itu dengan terpaksa. 

Walau pada akhirnya dia menjelaskan kejujuran pada guru yang Ayu percayai itu. Cukup lama mereka berdua berbincang.

***

"Woa.." Fiana agak terkejut dengan bus luar biasa itu. Berbeda dari bus biasanya. Ada beberapa pintu seperti hotel capsule yang ini bedanya bentuknya kotak.

Ini penginapan dalam bus?

"Lo siapa sih? Masuk ga?"

Fiana terkejut melihat laki-laki berisi yang sepertinya teman sekelas Alva.

"Ah, iya maaf.." cicitnya lalu bergegas menuju nomor yang sudah dibagikan sebelumnya.

Alva pasti sudah menunggu di sana, apakah boleh satu tempat berdua dengan perempuan? Jawabnya boleh karena dalam dunia oren di bebaskan. Hanya di dunia oren :)

Mereka dan guru-guru juga tahunya Alva dan Fiana itu masih satu keluarga. Di tambah tidak ada tempat lagi.

"Lama banget, udah mau berangkat juga!" omel Alva bagai perempuan PMS.

Fiana jadi merasa aneh, apa yang membuatnya uring-uringan begitu? Jatahnya stabil, kutukannya bisa Fiana atasi.

Fiana pun duduk di kursi panjang yang menjadi kasur itu. Sungguh bus yang mewah.

Fiana menoleh kaget saat tangannya Alva tarik lalu meletakannya di celananya yang kembung.

“Gue ga sengaja liat leher lo, bantu pake tangan, gue tersiksa! Sialan banget kutukan ini!” dumelnya ketus.

Alva lebih ingin seperti dulu, sebelum bertemu Fiana. Sungguh membuatnya terganggu karena miliknya tidak bisa dikendalikan oleh dirinya sendiri.

Untuk saat ini dia belum bisa mengendalikannya, semoga kelak bisa. Kasiham Fiana juga.

Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang