Semua barang belanjaan sudah diambil gosend yang di pesan Alva. Keduanya pulang dengan tangan kosong.
Fiana terlihat tidak nyaman. Uang yang dikeluarkan sungguh banyak. Padahal dia bisa beli barang bekas atau ke toko kecil tidak bermerk begitu.
Fiana akan canggung memakainya. Dia tidak terbiasa dengan semua kemewahan.
"Turun!"
Fiana tersentak, sepertinya dia sudah cukup lama melamun. Keduanya sibuk masing-masing barulah masuk ke rumah.
Semua barang sudah sampai lebih dulu karena sebelumnya dia dan Fiana makan sebentar.
"Kenapa belinya cuma kaos?" Ayu mengangkat kaos pilihan Fiana. "Bunda kasih kartu ke Alva buat kamu beli kebutuhan, bukannya Alva yang banyak begini," omelnya sambil melirik Alva.
Fiana hanya tersenyum tak enak. Mana Alva duduk di sampingnya terlalu mepet, membuatnya semakin tidak bisa bertingkah normal.
"Makasih, bunda.. Maaf jadi ngerepotin, segini udah cukup kok.. Apalagi seragam sama yang lainnya itu terlalu mahal buat aku," suara lembutnya begitu pelan.
Alva sampai meliriknya.
"Beli shampo, sabun engga?"
"Ada kok di kamar mandi," jawab Fiana dengan polosnya.
"Itukan punya Alva, beda dong, sayang.."
Alva masih menatap wajah samping Fiana. Terlihat canggung dan tak enak. Dengan wajahnya, semua perasaannya terbaca dengan mudah.
***
Alva melirik leher Fiana yang tengah fokus di meja belajar. Terlihat serius dengan tumpukan buku dan beberapa pulpen yang sampai habis.
Alva hitung, sudah hampir 5 jam Fiana duduk di sana dan berkutat dengan buku.
Alva menelan ludah, leher Fiana kenapa bisa seindah itu. Lihat, di bawah sana langsung bangun.
Alva meringis kesal, dia menyesal melihatnya. Harusnya tetap fokus pada game sebagai peralihan.
Anggap saja Fiana tidak ada di kamarnya.
"Mau sampai kapan lo belajar?"
Fiana tetap fokus sampai tidak menyadari pertanyaan itu.
Alva menatapnya cukup lama, Fiana benar-benar fokus. Dia pun turun dari kasur, berjalan santai.
Alva membungkuk, mengendus leher Fiana dari belakang. Fiana sontak tersentak teramat kaget.
Alva mengangkat Fiana hingga duduk di meja, mengabaikan beberapa buku dan pulpen berjatuhan.
Fiana menahan tubuhnya yang hampir rebahan itu dengan masih menatap Alva kaget karena tiba-tiba.
Fiana mulai gemetar gugup. Apa malam ini akan lagi? Fiana tidak mau dan tidak siap.
Alva kembali mendekatkan wajahnya ke leher Fiana, mengendus dan mengecupinya tanpa meninggalkan jejak.
Dua jemari tangannya sudah masuk ke dalam kaos Fiana, membelai dua bulatan kecil lalu mengusap pinggangnya yang teramat ramping. Fiana sungguh kurus.
Fiana mencengkram pulpen, mencoba mengendalikan suara yang seperti mendesak untuk disuarakan.
Fiana menahan lengan Alva saat jemarinya mengangkat kaosnya.
"Be-berhenti, aku—"
Alva mengecup bibir Fiana untuk yang pertama kali lalu mengangkatnya, menggendongnya menuju kasur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)
RomanceKutukan Cinta #3 Alva menjadi satu-satunya perjaka di antara teman-temannya yang sudah beranjak dewasa. Bukan karena pergaulannya baik, dia juga sering minum-minum di club. Dia hanya tidak merasakan itu. Turn On. Sekali pun melihat video dewasa. Ba...