Alva sengaja memancing uang itu demi menangkap basah Fiana yang dia yakini tengah membutuhkan uang.
Dan dugaannya benar. Fiana nekad, membuat Alva semakin penasaran. Kenapa Fiana senekad itu.
Fiana masih bungkam. Tidak mau terbuka meski Alva sudah teramat emosi.
"Jadi, gue harus kasih tahu bunda?" ancam Alva yang masih duduk di hadapan Fiana yang sama duduk di atas kasur.
Fiana terlihat lemas, pasrah saja jika Alva akan mengadukannya. Mungkin nasib ke depannya akan sama, dia dibuang.
Seperti saat di rumahnya dulu. Tiara yang mencuri, Fiana yang dituduh lalu dibenci satu keluarga.
Kali ini Fiana pasrah, akan menerimanya karena dia memang salah.
Alva menghembuskan nafasnya kesal. Fiana terus tutup mulut.
"Gue bisa cari tahu sendiri!"
Fiana tidak merespon juga. Itu lebih bagus, Fiana hanya akan duduk menunggu di tempatnya sampai Alva berhasil membantunya.
"Ana.." Alva meraih bahu Fiana, menarik dagunya agar menatapnya.
Fiana menatap sendu, terlihat lelah. Astaga, Alva jadi tidak tega terus memaksanya yang berakhir akan kembali membentaknya.
"Tidur!" Alva melepaskan jemarinya dari bahu Fiana lalu turun untuk memakai pakaian lalu merapihkan dompetnya.
Alva keluarkan satu juta. "Ini gue simpen di dompet, kasih tukang malak itu biar lo tenang, jangan nyuri gue ga suka.. Bilang kalau kurang," dia masukan uang itu ke dompet Fiana.
Fiana menunduk dan terisak penuh penyesalan. Padahal Alva akan memberikannya jika meminta, tapi kenapa sulit. Apakah karena kalut?
Fiana sungguh sangat menyesal.
"Maaf, ga akan lagi.." isak Fiana.
***
"Pake," Alva mengangsurkan helm dan Fiana mengambilnya lalu memakainya.
Alva membenarkan jaket Fiana agar lebih tertutup, cuaca dingin bekas hujan.
Fiana dengan polosnya terus memakai helm, tidak gugup seperti biasanya mungkin karena fokusnya pada helm.
Fiana juga sudah mulai tenang karena ada uang untuk membayar Melati selama 5 hari ke depan.
Untuk selanjutnya Fiana akan mencari pekerjaan. Putusnya setelah semalaman merasakan malu dan penyesalan.
Alva bersiap, menyalakan mesin dan saat itu Fiana naik. Memeluk Alva sebagai pegangan. Motor pun melaju cepat.
Padahal sudah memakai jaket, tetap saja dingin. Apalagi kakinya, Fiana tidak kuat. Mungkin karena memakai rok dan celana dalaman pun hanya sebatas rok yang di bawah lutut.
Lampu merah menyapa.
Alva melirik kaki Fiana lalu mengusapnya. Begitu dingin.
Fiana menatap jemari Alva yang mengusap kakinya lalu melihat sekitar yang untungnya sibuk masing-masing.
"U-udah, ga papa.." kata Fiana malu.
"Kaki lo dingin,"
"Nanti juga—"
"Stt, diem aja!"
Fiana pun tidak protes lagi. Dia menatap lampu lalu lintas yang terasa lama. Kenapa tidak berubah-ubah.
Alva menyudahinya lalu kembali melajukan motornya lebih cepat namun tetap hati-hati. Alva begitu jago.
"Jam berapa sekarang?" Alva menepi di depan toko bubur lalu menatap jam yang melingkar di lengannya. "Masih jam 6.." gumamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)
RomanceKutukan Cinta #3 Alva menjadi satu-satunya perjaka di antara teman-temannya yang sudah beranjak dewasa. Bukan karena pergaulannya baik, dia juga sering minum-minum di club. Dia hanya tidak merasakan itu. Turn On. Sekali pun melihat video dewasa. Ba...