"Put!" panggil Fiana senang dan Putri pun sama. Keduanya sama-sama sendirian.
"Fia, aku cariin,"
"Sama, akhirnya kita ketemu," Fiana menoleh pada Alva yang di belakangnya menatap keduanya datar.
Fiana menelan ludah, Putri pun sama.
"Hai, bocil.." Anton tersenyum manis.
Putri bergumam dalam hati. Dssar buaya.
"Kok malah pada diem?" Anton jadi bingung sendiri. "Dah, ayo.. Yang lain udah pada masuk musiem," ajaknya sambil merangkul Alva.
Fiana mengajak Putri untuk beriringan dengan mereka.
"Fia, beneran kamu sama Alva,"
Fiana terdiam sejenak. Dia harus bagaimana? Sedekat apapun sepertinya tetap harus dirahasiakan dulu demi masa depannya dan Alva.
"Iya, aku males cerita karena keadaanku sama keluarga Alva itu beda, Put.."
Putri mengusap bahu Fiana. "Hm, aku percaya, udah ga usah diceritain, kita fokus belajar aja," balasnya.
Fiana tersenyum senang lalu mengangguk.
Berbeda dengan yang lain, hanya melihat, berfoto lalu bermalas-malasan. Putri dan Fiana terlihat serius, membaca dan mencatat bagian terpenting sebagai pengetahuan.
Putri pun memotret beberapa bagian yang penting lalu selfie bersama Fiana untuk kenangan.
"Eh," Putri kaget ada yang ikut berfoto. Siapa lagi kalau bukan Anton dengan segala kenarsisannya dan Alva yang datar tak tersentuh.
"Cil, fotonya yang bener," Anton mulai memposisikan diri. "Ayo liat kamera, gue foto nih," lanjutnya.
Dengan kaku dan ragu Fiana tersenyum, Putri hanya menatap datar khasnya. Bagi Anton itu lucu sekali, seperti anak kecil. Tak salah dia memanggilnya bocil.
Alva melirik Fiana yang tersenyum melihat hasilnya. Apa liburan ini berkesan bagi Fiana. Alva melihat banyak senyum dari Fiana.
Biasanya wajah itu hanya menampakan rona yang redup, beban yang berat dan seolah putus asa tak berdaya.
"Gue bosen, keluar, Ton." ajak Alva tanpa mengajak Fiana. Dia biarkan dia dan temannya menikmati yang ada di museum itu.
***
"Gimana jadi orang kaya baru?" Melati muncul menghadangnya dengan senyum mengejek dan kedua tangan dilipat di perut.
Putri menautkan alis sebal agak risih. Selalu saja mencari masalah, bahkan urusannya dengan kakak kelas belum selesai.
Putri menarik lengan Fiana agar melanjutkan langkahnya.
"Ck! heh lo cupu! Ga liat gue lagi ngomong sama dia?" amuk Melati pada Putri.
"Maaf ya, Mel. Kita lagi belajar di sini, nanti diluar museum aja, malu banyak orang,"
Fiana menatap Putri agak takjub. Kenapa Putri jadi bisa berani. Fiana jadi senang melihatnya. Biasanyakan keduanya hanya menunduk mengalah.
Saking takut dikeluarkan dari beasiswa yang keduanya perjuangkan.
"Woaw, mentang-mentang deket Alva dan kawan-kawan lo berdua besar kepala ya, oke.. Liat aja nanti!" Melati menyoroti keduanya penuh kekesalan lalu pergi.
Fiana terdiam. Apa yang akan dilakukan Melati? Apa menyebarkan kebenaran? Fiana jadi gelisah.
Putri dan Fiana menatap Melati yang berpapasan dengan Anton.
Putri melihat itu merasa dugaannya benar. Anton sejenis buaya.
***
"Mau minum?" Fiana menatap Alva yang asyik mengunyah permen karet. Tatapannya lurus menatap hamparan taman yang ada di sekitar museum.
"Ngapain ke sini?" Alva menoleh agak galak.
Fiana menelan ludah. "Anu, mau ambil dompet," cicitnya.
Alva terdiam, dia baru ingat. Dia mengeluarkan dompet Fiana yang sudah dia isi dengan uang.
"Beli oleh-oleh," perintahnya lalu kembali menatap keindahan di depannya.
Fiana membuka dompetnya yang berisi cukup banyak seratus ribuan. Ini pertama kalinya dia memegang uang sebanyak itu.
"Al—"
"Apa?" Alva merespon pelan namun syarat akan kekesalan. Dia menoleh, "Mau ngeluh kebanyakan? Sebelum ngeluh cari tahu harga di sini, berkali-kali lipat," jelasnya malas.
Alva hanya ingin segera ke pantai dan berjemur santai. Bukan liburan yang ada unsur belajar sejarah.
Baginya itu terlalu membosankan.
"Ya-Yaudah, makasih," cicit Fiana dan beranjak.
"Lo seneng?"
Fiana menghentikan langkahnya. "Tentang?" tanyanya ragu.
"Liburan ini," Alva melambai untuk Fiana duduk lagi di sampingnya.
"Oh, iya.. Seneng banget, ini liburan pertama selama aku hidup," jujurnya.
Fiana duduk lagi di samping Alva sesuai permintaannya.
"Buangin permen karet gue," Alva menjulurkan lidahnya.
Fiana menatap gumpalan itu. Berusaha tidak jijik mengingat mereka sudah cukup sering bertukar saliva.
"Ga boleh jauh-jauh, aktifin ponsel lo," Alva yang beranjak, menepuk puncak kepala Fiana lalu meninggalkan Fiana yang bingung harus membuangnya ke mana.
"Ga boleh buang sampah sembarangan," gumamnya lalu beranjak mencari tempat sampah yang untungnya tidak jauh dari tempatnya.
***
"Al, ternyata di bus sebelah ada yang bandel juga, tukeran tempat jadi cewek sama cowok," bisik Anton.
Alva tidak heran. Pergaulan semakin kacau. Untung dirinya memilih menikah walau secara hukum belum resmi.
"Apa lo sama Fiana begituan?"
Alva berdecak. "Bukan urusan lo," jawabnya kesal lalu mengayunkan langkahnya lebih dulu.
Anton jelas menyusul. "Iya nih pasti, gue mau tukeran sama si bocil boleh ga ya," kekehnya.
"Terus mau lo gituin?"
"Kalau ada kesempatan,"
"brengsek emang!"
"Gue ga punya kuasa kayak keluarga lo, mana bisa nikah kayak lo. Maunya juga gue punya bini jadi tiap nonton video gituan bisa langsung praktek, lo juga gitu," yakin Anton. Mana iyaa lagi.
Alva tidak merespon lalu berhenti saat berpapasan dengan Fiana yang akan kembali ke bus karena sudah waktunya pergi ke tempat lain.
***
"Di hotel ada yang bareng ada yang sendiri, lo sama Fiana apa?" tanya Anton.
"Mereka gue beliin sekamar satu orang," jawab Alva.
Putri juga kaget. Dia tidak tahu soal itu. Jelas itu kabar bagus. Dia tidak usah canggung bersama yang lainnya.
"Cuma ada 30 siswa yang beli sendiri, emang barengan agak rese, kalau jorok apalagi," Anton merangkul Putri so akrab.
Jelas Putri menepisnya.
Alva melirik Fiana yang menguap. Sayang sekali, malam ini pun Alva ingin Fiana. Entah apa itu kata bosan. Dia hanya tahu kata ketagihan.
Part 12. Melakukannya Tanpa Suara akan menjadi part khusus yang hanya ada di karyakarsa bagi yang mau aja ya, engga pun bisa tetap lanjut. Makasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)
RomanceKutukan Cinta #3 Alva menjadi satu-satunya perjaka di antara teman-temannya yang sudah beranjak dewasa. Bukan karena pergaulannya baik, dia juga sering minum-minum di club. Dia hanya tidak merasakan itu. Turn On. Sekali pun melihat video dewasa. Ba...