41. Hari Ini Selalu Ingin

33.4K 1.4K 15
                                    

Fiana terpejam menikmati kecupan di setiap sisi lehernya. Dia masih terengah setelah selesai Alva serang hingga senja menyapa.

Dia selalu suka saat Alva memanjakannya. Menyentuhnya dengan lembut. Alva terlalu membuainya.

Fiana tidak bisa menolak selelah apapun.

Alva turun dari atas Fiana, membuat keduanya melenguh pelan lalu kembali berpelukan. Alva kecupi kepala Fiana, dia usap-usap.

Keduanya terus bermanja-manja setelah selesai bercinta sebentar.

Fiana mulai berani mengecup leher Alva. Sontak Alva tersenyum, balas mengecup di tempat yang sama.

"Lagi." pinta Alva.

Fiana mengabulkannya, mengecupi leher dan jakunnya. Alva merem melek. Rasanya kembali di pancing.

Alva membingkai wajah Fiana, menyerang bibirnya dengan lembut.

"Ayo pindah, katanya bunda udah siapin tempat bagus buat kita," bisik Alva smbil mengusap perut Fiana, memeluknya dari belakang.

Fiana mengangguk, membiarkan Alva turun meraih pakaian. Fiana hanya menunggu Alva pergi agar bisa meraih beberapa pakaiannya.

Alva pun masuk ke kamar mandi, barulah Fiana turun meraih pakaian, memakai atasannya saja agar tidak terlalu polosan.

Alva keluar, membiarkan Fiana masuk bergiliran.

Keduanya siap lalu meninggalkan apartemen menuju tempat yang akan mereka tempati seharian.

Fiana terlihat menikmati perjalanan walau agak lelah. Dia menahan kantuk karena terpaan angin yang semilir menggelitik wajahnya.

Alva sesekali mengusap lengan yang memeluknya. "Ana? Tidur?" tanyanya saat lampu merah.

Fiana membuka matanya yang hampir saja terlelap. "Engga, ngantuk dikit aja," jawabnya.

"Kita makan dulu, di hotel atau di tempat lain?"

Fiana tersenyum tipis, Alva jadi selalu bertanya. Dia sungguh semakin merasa di hargai.

"Ikut aja,"

Alva pun tidak membahas lagi. Motornya kembali melaju membelah jalananan. Dia memutuskan untuk makan di hotel saja agar selesai makan, dia langsung memakan Fiana.

***

"Woahh.." Fiana menatap takjub kelopak bunga yang bertuliskan I Love You itu. Nuansa di dalam kamar temaran, terlihat seperti untuk pengantin baru. 

Selimut penuh dengan kelopak bunga. Fiana bukannya berpikir romantis, dia malah berpikir bagaimana tidurnya, apa harus membersihkannya dulu?

Alva menggeleng samar melihat itu semua. Ayu terlalu berlebihan menyulap satu kamar hotel kakeknya dengan selebay itu. 

Fiana menyentuh balon-balon yang menghiasi sekeliling, bagai acara ulang tahun yang mewah. Fiana tidak bisa melewatkan satu pun. 

Alva menatap jalan Fiana yang terlihat berbeda, kadang ada ya perubahan yang terlihat jika sudah tidak perawan. 

Untuk Fiana dia kelihatan dari jalannya. Dulu rapat dengan kepala menunduk terlihat malu, sekarang tidak banyak menunduk dan agak ngangkang?

Alva terus memperhatikan perubahan Fiana. Bahkan mulai terlihat ada daging di lengannya.

Fiana menoleh pada Alva, agak salah tingkah saat melihat tatapan Alva yang lekat seperti pemangsa. 

"Kenapa harus nginep di sini? Kita besokan—"

"Kita bisa tetep sekolah," potong Alva. "Gue sebagai suami mau hibur lo, jangan galau jelek!" Alva kini berbelok ke kamar mandi. 

Fiana bersemu, dia pun membiarkannya dan salah fokus pada paper bag di atas sofa. Dia mendekatinya, mengintip isinya dan mengeluarkannya. 

Fiana menganga. Pakaian tipis dan menerawang. Pita-pita dan tali. Oh astaga!

Fiana segera memasukannya, berharap Alva tidak melihat itu. Fiana pun kembali bermain dengan balon, mengabaikan gugup dan malunya jika dia memakai itu. 

Alva terlihat segar dengan memakai jubah handuk, Fiana pun jadi ingin merasakan mandi di hotel malam-malam. 

Keduanya duduk di sofa, menikmati makan malam dari pihak hotel yang sangat mewah. Keduanya asyik makan. 

"Gue mau cepet-cepet makan itu," Alva menunjuk sesuatu yang mengintip. 

Fiana menunduk lalu segera menutupnya. Dia tidak sadar seterbuka itu. 

"Buka aja," 

Fiana terhenyak samar lalu menggeleng. Dia masih memiliki malu. 

"Cantik kok," Alva menatapnya lembut sambil mengunyah, berharap Fiana mengabulkan inginnya. 

Fiana pun membiarkannya terbuka, mencoba makan walau terus di tatap Alva. Fiana mengakhiri makannya, minum sedikit lalu menatap Alva yang sebentar lagi juga selesai. 

Alva melirik paper bag sambil mengunyah. "Itu apa?" tanyanya. 

Fiana menelan ludah gugup. "G-ga tahu," jawabnya berbohong.

"Coba buka,"

Fiana terlihat ragu lalu beranjak, membenarkan jubah mandi dan mengeluarkan isinya dengan berat hati. 

Alva berhenti mengunyah lalu tersenyum samar. "Bagus, cobain," perintahnya kalem. 

Fiana menelan ludah. "Anu—" 

"Kenapa? Gue suami lo," potong Alva lalu tersenyum. "Ga usah kalau gitu, senyaman lo aja," Alva beranjak, mendekati Fiana.

Alva melepaskan jemari Fiana yang memegang pakaian tipis itu. "Gue lebih suka lo ga pake apa-apa.." bisiknya lalu mengecupi pipi Fiana ringan. 

Alva menoleh pada ponselnya yang menyala. Di grup yang berisi Anton dan Anwar. Kedua sahabatnya membahas untuk berlibur karena besok ternyata libur entah apa alasannya selain tanggal merah selebihnya sekolah yang meliburkan

Alva tentu saja senang. 

Fiana hanya menatapnya dalam diam. Alva mematikan ponselnya lalu memeluk Fiana, mengecupi rahang dan leher Fiana gemas. 

Fiana hanya mendesah halus, meremas setiap sisi lengan Alva hingga jubah mandi itu terbuka tanpa sengaja. 

Alva terus menyasarnya tak bosan. Senangnya beberapa hari libur. Dia bisa semakin berduaan dengan Fiana. 

"Emh.. Alva," Fiana terengah gelisah. Tubuhnya menggeliat saat bibir Alva menyasar lehernya yang sensitif.

Alva berhenti, dia kembali duduk dan memakan makanannya lagi yang masih ada tersisa.

Fiana mengatur nafas, merapihkan jubah mandinya lalu duduk di samping Alva yang asyik mengunyah.

"Alva.." Fiana tiba-tiba ingin mengeluarkan uneg-unegnya.

"Hm?" Alva hanya melirik sekilas dan terus mengunyah.

"Kitakan pacaran setelah nikah,"

Alva menatap Fiana, menunggu kelanjutannya.

"Aku mau kayak anak muda pada umumnya, pacaran yang main ke tempat bagus, lakuin hubungan suami istri juga aku tahu itu kewajiban, tapi maksud aku—"

"Hm, gue paham. Selain bercinta, kita bisa main, jalan-jalan pacaran, gitukan? Bukannya di ranjang terus." Alva tersenyum tipis. Dia jadi mudah tersenyum walau sekilas, selebihnya tampang galak.

"Em.. Iya." cicitnya.

"Oke. Tapi malam ini gue tetep mau lo, hari ini mau lo terus, sekalian hibur lo, terus kita jalan, kita jenguk kakak lo juga, gue atur waktunya,"

Fiana tersenyum lalu mengangguk. Dia lega Alva menerimanya. Bahkan mau mengabulkannya.

Fiana mengecup pipi Alva membuat Alva berhenti mengunyah lalu tersenyum tipis. Fiana jadi tersipu malu.

"Lagi." 

Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang