Fiana menjadi sibuk beberapa hari ini, dia mendatangi kantor polisi dan ruang kepala sekolah. Hingga pada akhirnya pelaku mengaku dan bisa ditangkap.
"Gila! OB c*bul!" Anton menggeleng tak habis pikir.
Alva hanya diam, dia justru ragu. Rasanya OB itu orang yang baik-baik yang tiba-tiba mengaku.
"Al, kok diem mulu?" Anwar penasaran, apa yang sedang Alva pikirkan sampai alisnya mengkerut begitu.
"Gue ragu aja,"
Kini Anwar dan Anton ikut diam memikirkannya.
"Bukti emang ga ada, dia ngakukan ya?"
"Hm," Anwar merespon.
"Terus kasusnya selesai?" Anton kembali bertanya.
"Iya,"
"Lo curiga sama siapa?" tanya Anton pada Alva.
"Gue— siapa lagi yang paling gila di sini kalau bukan—"
"John!" potong Anton heboh sendiri.
"Hm, dia selalu nawarin video-video m*sumnya," Anwar sih setuju saja menduganya kesana.
"Dia juga cukup kaya, bokapnya artis terkenalkan," Anton mangut-mangut. "Bisa aja kasus ini ditutup cepet pake uang, kalau keendus media karier bokapnya bisa kacau sih," pendapatnya.
Alva beranjak. "Kita gunain uang juga buat buka mulut OB itu!" balasnya.
Alva akan menjelaskan semuanya pada Fiki. Di sini yang bersalahlah yang harus di hukum. Agar adil.
"War, titip Fiana.. Anterin dia pulang, gue ke kantor bokap dulu,"
"Siap, boss!"
"Bener-bener mau diusut, bagi duitnya gue Al," kekeh Anton.
***
"Aku naik—""Alva yang suruh, Fiana. Nanti dia marah sama kita, gue yang anter Putri," potong Anton.
"E-engga, udah biasa naik angkot," tolak Putri gugup.
"Naik gue aja, maksudnya naik motor gue aja,"
Hingga akhirnya Fiana pulang di bonceng Anwar. Rasanya aneh, mungkin karena terbiasa dengan memeluk Alva.
Dan Putri juga berakhir di motor Anton dengan sangat gugup dan canggung.
***
"Alva," Fiana menatap Alva yang mendekatinya yang sedang duduk di meja belajar. Fiana akan mengungkap rasa tidak nyamannya diantar Anwar, dia ingin Alva tidak memaksanya untuk mengantar pulang.
"Apa!" galak Alva seraya menyimpan ransel lalu membuka jaket kulitnya.
Fiana tiba-tiba menciut. Dia diam memikirkan ulang, apa harus dibicarakan? Apa Alva tidak akan marah dan menganggapnya rewel?
Alva melirik Fiana yang malah diam itu lalu mendekatinya, menarik dagunya hingga terdongak menatapnya.
"Apa?"
Fiana mengerjap. "Anu, itu.. Aku bisa naik angkutan umum, aku ga nyaman dibonceng selain sama kamu," cicitnya malu dan takut.
Alva diam sesaat sebelum mengecup bibir itu sekilas lalu saat yang kedua kalinya wajah Fiana dia bingkai, mulai melumat bibirnya perlahan.
Fiana meremas pelan lengan Alva, mencoba membalas tipis-tipis walau pada akhirnya kewalahan.
Alva menyudahinya. "Lo ga mau ngerasain pacaran beneran?" tanyanya dengan nafas sedikit terengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Turn On (TAMAT)
RomanceKutukan Cinta #3 Alva menjadi satu-satunya perjaka di antara teman-temannya yang sudah beranjak dewasa. Bukan karena pergaulannya baik, dia juga sering minum-minum di club. Dia hanya tidak merasakan itu. Turn On. Sekali pun melihat video dewasa. Ba...