02

73.1K 3.6K 7
                                    

Helaan napas panjang terdengar dari belah bibir mungil Camelia ketika mobil Ayahnya berhenti tepat di depan SMA BIMA JAYA.

Camelia mengigit bibir bawahnya dengan raut wajah gelisah saat menatap bangunan sekolah dihadapannya karena teringat akan kenangannya selama bersekolah di SMA tersebut sebelum ia mengalami transmigrasi pertama.

Bullying dan suka melakukan tindak kekerasan fisik bagi siswa dan siswi yang tidak ia sukai semasa hidupnya dulu sudah bagaikan makanan sehari-hari bagi Camelia. Dan itu adalah penyakit mengerikan yang tertanam di dalam diri Camelia.

Camelia menelan ludahnya dengan susah payah sambil bersender di sandaran kursi penumpang mobil Ayahnya.

Bukankah saat ini ia telah memasuki tahap akhir dalam menempuh pendidikan di SMA BIMA JAYA? Dan itu tandanya ia telah berada di tahap paling mengerikan dalam sejarah bullying Camelia yang nantinya akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.

"....lia?"

"Camelia?"

Suara Ayahnya membuat Camelia tersentak pelan dan menoleh dengan wajah terkejut.

"Kamu gak mau turun?" Bagas mengerutkan keningnya kebingungan saat melihat raut wajah aneh Camelia.

"E-eh... eum i—ini Lia mau turun kok, Pa." Balas Camelia dengan suara gugup. Gadis itu lantas melepaskan seatbelt mobil Ayahnya dan memakai ranselnya.

"Camelia sekolah dulu ya, Pa." Pamit Camelia sambil mencium punggung tangan Bagas.

"Hm, sekolah yang bener, jahilnya dikurangin. Jangan buat kepala sekolah kamu kewalahan lagi ngadepin kamu yang nakal ini, ngerti?" Ucap Bagas sambil menyentil ujung hidung Camelia.

Camelia meringis pelan. Walaupun ucapan Ayahnya itu hanya candaan belaka, namun bagi Camelia itu sudah seperti sindiran untuknya. Bayangkan saja, pada kehidupan pertamanya kedua orang tua Camelia hampir setiap bulan akan mendapat surat panggilan dari pihak sekolah karena kenakalannya. Ya, kenakalannya yang suka membullying teman-teman sekolahnya dan ketahuan oleh pihak sekolah.

Dan hal itu juga yang hanya diketahui oleh pihak sekolah saja, berbeda halnya jika pihak sekolah tau bagaimana kelakuan Camelia yang dulu dalam kesehariannya di sekolah. Mungkin saja mereka akan membuat surat panggilan untuk kedua orang tuanya setiap hari.

Camelia memang seproblematik itu. Namun ia juga merupakan seorang anak yang sangat beruntung karena memiliki kedua orang tua angkat seperti Dahlia dan Bagas yang akan selalu menjadi benteng pertahanan Camelia disetiap kali ia melakukan kesalahan sehingga ia tidak akan mendapatkan hukuman berat dari pihak sekolah karena mereka semua yang takut dengan kekuasaan dari keluarga Mahawirya.

Tapi sekarang Camelia justru menyayangkan hal tersebut. Sebab kasih sayang yang berlebihan dari kedua orang tua angkatnya itu justru membuat Camelia yang dulu semakin suka semena-mena pada orang-orang yang lemah dan membuat banyak orang membencinya. Termasuk ketiga saudara angkatnya.

Camelia menghela napas pelan dan menatap wajah Ayahnya lekat, "Mulai hari ini Lia janji gak bakalan jahat lagi sama orang-orang, Pa. Lia bakalan berubah demi Mama dan Papa, karena Lia sayang kalian." Camelia gak mau menyesal seperti dulu lagi, Pa. Dan membuat kalian semua pergi dari hidup Lia.

Bagas menaikan kedua alisnya terkejut, "Loh, Papa gak lagi ngatain kamu jahat, nak. Maksud Papa tuh kamu—"

Camelia terkekeh pelan melihat raut wajah panik Ayahnya, "Iya-iya, Lia tau kok Papa gak bermaksud ngatain Lia jahat. Tapi Lia ngomong kayak gitu biar Papa bisa tenang dan gak khawatir lagi mikirin kelakuan Lia di sekolah. Lia gak mau buat Papa dan Mama nerima telepon dari Pak kepala sekolah lagi soalnya hehehe"

CAMELIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang