Suara tawa berat dari dua orang pria dewasa terdengar menggema memenuhi sebuah private room dari salah satu restoran ternama yang menjadi tempat pertemuan kedua bos besar itu.
"Anda benar sekali. Sudah lama kita tidak bermain golf bersama teman-teman lainnya, Pak Gerald." Ucap Bagas sambil memandang ramah lawan bicaranya.
Geraldo Wisnu Adyaksa. Seorang pembisnis yang namanya cukup tersohor baik didalam negeri maupun diluar negeri. Seseorang yang juga merupakan anak dari sahabat mendiang Ayahnya.
"Ya, karena kesibukan dari pekerjaan diperusahaan membuat waktu luang juga semakin menipis. Selain itu, berkumpul bersama keluarga kecil saya juga menjadi salah satu alasan saya sering menolak ajakan mereka." Balas Gerald dengan senyuman simpul.
Bagas mengangguk pelan, menyetujui ucapan pria itu, "Anda benar. Saya juga lebih mementingkan berkumpul bersama anggota keluarga saya ditengah kesibukan, ketimbang ikut bermain diluar. Bagi saya kehangatan keluarga itu nomor satu. Tidak banyak waktu yang bisa saya berikan untuk mereka."
"Benar sekali. Terlalu banyak waktu yang kita gunakan untuk bekerja sehingga kadang terasa sulit untuk berkumpul bersama keluarga." Gerald menarik cangkir kopi miliknya dan menyeruput isinya.
Bagas kembali mengangguk sambil tersenyum kecil menelisik pergerakan pria itu dengan seksama.
"Ah, omong-omong. Bagaimana dengan rencana perjodohan yang kita bicarakan tempo hari, Pak Bagas? Apakah anda sudah memberitahu putra anda?" Tanya Gerald dengan kedua tangan yang saling bertaut diatas meja. Pria itu menatap Bagas dengan tatapan penuh arti.
Bagas melebarkan senyumannya membalas tatapan Gerald, "Ya, saya sudah membicarakan hal itu kepada putra saya."
"Lalu? Bagaimana tanggapannya? Saya harap putra anda tidak mengecewakan saya dan keluarga saya." Gerald tertawa pelan sarat guyonan. Namun Bagas tak bodoh untuk mengartikan tatapan pria dihadapannya itu sebagai tatapan menuntut persetujuan.
Bagas ikut tertawa ditempatnya, "Tentu saja kami tidak akan mengecewakan kalian." Balasnya dengan raut ramah.
Kedua manik mata Gerald terlihat membesar, merasa tertarik, "Ah, benarkah? Jadi putra anda menerima perjodohan bersama putri saya?"
"Ya. Putra saya akan menerima perjodohan ini. Lagipula perjodohan ini bukan sembarang perjodohan. Ini adalah wasiat dari mendiang Kakeknya yang ingin mempersatukan dua keluarga yang awalnya hanya bersahabat menjadi memiliki hubungan kekeluargaan. Selain itu, sejak awal putra saya juga sudah merasa sangat tertarik dengan calon tunangannya. Walaupun mereka belum saling mengenal secara resmi, namun sejak kecil putra saya sudah sering mendengar cerita dari Kakeknya tentang putri cantik anda." Jelas Bagas yang membuat Gerald tersenyum semakin lebar.
"Benarkah? Sejak awal putra anda sudah merasa tertarik dengan putri saya? Wah, putri saya pasti akan sangat senang mendengar hal ini." Ucap Gerald dengan binar bahagia yang tak dapat ia tutupi.
Bagas menarik sebelah alisnya keatas, "Putri anda akan sangat senang?"
"Ah, Iya." Gerald memperbaiki posisi duduknya dan menatap ramah kearah Bagas, "Sejak awal putri saya juga sudah merasa tertarik dengan putra anda. Mendiang Ayah saya juga sering membicarakan tentang putra anda kepada Luna, putri saya. Karena itu sejak kecil Luna sudah mengetahui cukup banyak informasi mengenai Regas, putra anda, dan membuatnya semakin merasa tertarik dari setiap informasi yang ia dapatkan. Dan faktanya, saat ini putra dan putri kita bersekolah ditempat yang sama dan juga sudah saling mengenal dengan baik." Ucapnya yang membuat Bagas terlihat cukup terkejut.
"Wah, ini fakta yang cukup mengejutkan. Saya tidak menyangka jika putra dan putri kita sudah saling mengenal sebelumnya."
"Saya sudah menduga jika anda akan terkejut mendengar fakta ini." Gerald tertawa pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAMELIA [END]
Teen Fiction[REVISI] Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka, gadis cantik dengan hati lembut itu harus berakhir tragis dalam sebuah insiden kecelakaan...