Camelia terpengkur. Pandangan matanya kosong dan terlihat nanar setelah mendengar semua cerita dari orang-orang yang mengakui diri mereka sebagai keluarga asli Camelia.
"Camelia?"
Dahlia mengelus tangan Camelia yang berada diatas pangkuan gadis itu dengan sorot khawatir.
"Sayang? Kamu denger Mama, Nak?" Dahlia berganti mengelus pipi Camelia saat tak juga mendapat respon dari gadis itu.
Manik mata Camelia bergerak pelan, menyusuri wajah-wajah yang ada dihadapannya. Tiba-tiba saja gadis itu menangis keras dihadapan mereka semua yang membuat semua yang ada disana panik.
"K-kakak..." Camelia berujar pelan disela-sela tangisannya sambil menatap Raden sendu.
Raden menatap Camelia dengan mata berkaca. Pria muda itu tak dapat menahan semuanya lagi. Dengan gerakan cepat Raden memeluk tubuh Camelia. Merasakan kehangatan dari tubuh itu. Bayangan masa kecil mereka yang penuh canda tawa berlarian dalam pikiran Raden bersamaan dengan runtuhnya pertahan pria itu hingga membuatnya menangis tersedu bersama sang adik.
"Maafin Kakak, Dek. Maafin Kakak." Ucap Raden berulang kali hingga membuatnya tersedak.
Semua yang ada ditempat itu terdiam dengan pandangan sayu. Ikut merasakan haru serta kesedihan mendalam yang tak dapat sepasang Kakak beradik itu utarakan pada saudara mereka melalui untaian kata.
Mereka semua membiarkan Camelia dan Raden saling menyalurkan kerinduan mereka lewat pelukan dan tangisan menganak-sungai itu.
Bibir Camelia bergetar setiap kali memanggil Raden dengan sebutan Kakak. Ada perasaan membuncah didalam dadanya yang seolah ingin meledak saat itu juga.
Beginikah rasanya memiliki keluarga? Beginikah rasanya dipeluk oleh saudara sedarah kita? Camelia bahagia. Tentu saja sangat bahagia. Rasanya ini seperti mimpi indah. Mimpi indah yang selama ini tak berani Camelia gaungkan. Jika ini memang benar-benar hanya sebuah mimpi belaka, Camelia mungkin akan meminta kepada Tuhan untuk tidak membangunkannya lagi. Biarkan seperti ini saja.
"Maafin Kakak, Dek. Maafin Kakak karena selama ini hanya bisa melihatmu dari jauh. Maafin Kakak Karena gak bisa menemuimu lebih cepat dari hari ini. Maafin Kakak." Raden melepas pelukan mereka dan menangkup wajah mungil Camelia sambil menghapus aliran air mata sang gadis.
Camelia mengangguk cepat dengan senyuman bahagia.
"Maafin Lia juga, Kak. Maafin Lia yang gak bisa ngingat semua kenangan kita selama ini. Maafin Lia yang udah lupain Kakak." Camelia menatap Raden dengan tatapan sendu. Merasa bersalah karena tak juga dapat mengingat kenangan mereka dimasa lalu yang terdengar sangat indah itu.
Raden tersenyum kecil. Mengusap surai Camelia dengan gerakan lembut.
"Kamu gak perlu minta maaf. Itu bukan kesalahan kamu, Dek. Semua ini adalah takdir Tuhan. Semua yang ditakdirkan oleh Tuhan memiliki alasan yang pasti. Jangan merasa bersalah."
Camelia mengangguk pelan sambil menggenggam punggung tangan Raden yang masih menangkup kedua pipinya.
"Oh, iya. Kakak mau ngenalin kamu sama Ayah dan Bunda nya Kakak. Mereka adalah Paman dan Bibi kita dari pihak Ibu. Mereka adalah orang-orang yang sudah menolong nyawa Kakak dan membesarkan Kakak dengan sangat baik sampai Kakak bisa berdiri tegak dihadapan kamu." Ucap Raden sambil menatap Paman dan Bibinya yang juga merupakan orang tua angkatnya, dengan tatapan bangga.
Kevin menggenggam tangan Maharani, sang istri, untuk mendekati Camelia yang memiliki paras serupa mendiang Lavina, adiknya. Manik mata Kevin terlihat berkaca menatap wajah itu seolah-olah ia tengah menatap adiknya dimasa lalu saat mereka masih remaja.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAMELIA [END]
Teen FictionNamanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka, gadis cantik dengan hati lembut itu harus berakhir tragis dalam sebuah insiden kecelakaan tunggal k...