Empat tujuh

118 3 1
                                    

Tuhan yakinkah aku sekuat itu?
-Rasyana-

~~~

Sudah kelima kalinya Rasyana mengunjungi kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Tubuhnya terasa lemas, kepalanya pun berdenyut cukup cepat

"Bi bisa bawain minuman anget ngga?" Tanyanya pada bibi melalui telepon yang ada di kamarnya

Sembari menunggu minumannya itu datang, Rasyana mencoba memejamkan matanya guna menahan rasa sakit yang tak kunjung hilang.

Ketukan pada pintunya mulai terdengar, dengan sekuat tenaga Rasyana mulai bangkit untuk membuka pintu

"YaAllah mbak, ko pucet banget?"  Ucap Bi Marni yang terkejut ketika melihaat raut pucat dari majikannya itu

"Eh-eh-eh biar bibi aja yang bawa ke dalam mbak" Lanjut Bi Marni menahan Rasyana yang ingin mengambil ahli nampan yang dibawanya

"Makasih ya bi"

~~~

"Sorry ya bang, gara-gara gue ngga jadi pergi"

"Apaan sih, ngomongnya gitu banget" Ucap Kenzo menanggapi ucapan Rasyana dengan nada tak sukanya

"Aku bawain bubur, dimakan dulu nih" Ucap Kenzo menyerahkan sebuah kotak sterofoam yang berisikan bubur dari jok belakangnya

"Lagian bandel banget. Kan udah aku bilang, aku samperin aja ke depan rumah"

"Lagi males di rumah"

Kenzo pun tak bicara lagi ketika mendengar jawaban dari Rasyana itu. Satu tangannya ia gunakan untuk memijat kening gadisnya

"Ko berhenti makannya?"

"Mual" Rengek Rasyana tanpa sadar

"Pelan-pelan aja makan buburnya"

"Kalo bisa lima suap lagi, nanti bakal aku kasih hadiah"

Melihat gelengan Rasyana, membuatnya kembali berfikir

"Mau dikasih minyak kayu putih perutnya?"

Kenzo pun mulai mencari keberadaan minyak kayu putih di sebuah plastik yang berisikan banyak makanan dan obat yang ia bawa. Pergerakannya terhenti ketika Rasyana mengucapkan satu hal yang membuat dirinya gugup maksimal

"Sambil di elus-elus ya perutnya?"

~~~

Tubuhnya luruh ke lantai, matanya menatap tak percaya pada benda yang ia pegang. Beberapa beban yang sudah terangkat pun rasanya percuma

Dengan menggeret tubuhnya di lantai kamar mandi yang dingin, Rasyana mendekati sebuah laci. Setelah laci itu terbuka, tangannya langsung mengambil sebuah kotak yang berisikan segala benda-benda pelampiasan emosinya

"Rasyana pun mengambil benda yang paling kecil. Lalu dengan tatapan kosongnya ia mulai membuat lukisan abstrak di tubuhnya

Tak ada rasa sakit, sungguh.

Hingga beberapa menit, matanya terasa berat. Dan tanpa sadar, Rasyana tertidur di lantai kamar mandi dengan tetesan dasar yang ada di lantai, ditemani dengan pikiran-pikiran buruk di kepalanya

~~~

"Sya, ngapain di rumah sakit?"

Rasyana yang sedang duduk di koridor rumah sakit terkejut ketika mendengar kalimat tanya itu

"Ah, gue lagi nemenin tante gue"

Zidan yang mendengar pun mengagguk-anggukan kepalanya

"Iyaudah Sya, kalo gitu gue duluan ya" Pamit Zidan pada Rasyana ketika mendengar seruan yang memanggil namanya

Setelah kepergian Zidan, Rasyana pun kembali merenung ketika mengingat pertanyaan dari dokternya

Perkataan yang mengatakan bahwa ia memang hamil

Senyman manis ia tampilkan diwajahnya, sembari meremas perutnya dengan cukup kuat, ia pun bertanya pada dirinya sendiri

"Tuhan terlalu sayang pada dirinya kah?"

Rumah, apa itu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang