Delapan

285 8 0
                                    

Turut bangga atas hasil apapun yang sudah diusahakan
-Rasyana-

~~~

Kembali lagi di hari senin. Senin kali ini adalah jadwal pembagian rapot dan pembagian kelas.

"Nanti hasil apapun dari usaha mbak. Bibi akan slalu bangga" ucap bi Marni ditengah-tengah perjalanannya menuju kelas

Ia memang ditemani dengan bi Marni untuk pengambilan rapot. Kegiatan ini sudah berlangsung semenjak ia duduk di bangku sekolah.

Dulu ketika ia tak mengerti tentang keadaan ini, dirinya slalu menanyakan ini ke bibi "Kenapa mereka tidak bisa? Padahal aku sama Clara slalu ditempatin satu sekolah. Memangnya tidak bisa gantian? Jadwal pembagian rapot juga berbeda". Hingga ketika beranjak dewasa baru ia mengetahui jawabannya

Mereka masih terlalu malu untuk mengakui sebuah pencapaiannya. Pencapaiannya yang juga cukup di banggakan oleh orang tua teman-temannya

Tapi tenang saja, teman-temannya tak merasa iri ataupun benci kepadanya sebab beberapa dari orang tua mereka ternyata juga membandingkan dengan pencapaian miliknya. Mereka justru semakin ingin terus belajar bersama-sama.

Karena di kelas mereka, tak ada juara satu ataupun orang hebat. Mereka semua sama. Sama-sama mau belajar dan terus berkembang

~~~

"Itu bukannya pembantu lo ra?" Tanya salah satu teman Clara

"Ngapain dia kesini ra?" Tanya teman Clara yang satunya lagi

Clara yang ditanya pun hanya mengendikkan bahunya, enggan membalas pertanyaan tak penting itu.

Walaupun mereka cukup dikatakan dekat, namun Clara baru mengajak mereka untuk bermain di rumahnya hanya sekali, itupun baru-baru kemarin ketika ujian sudah selesai. Jadi, wajar mereka tak tau mau apa Bi Marni datang ke sekolahnya.

"Itu ada hubungan apa mereka, ko bisa akrab gitu?" Tanya sang teman sambil menunjuk Bi Marni yang sedang berbicara dengan Rasyana

"Ibunya dia" Jawab Clara

"Seriusan lo? Tau gitu bisa kali kita suruh-suruh" Usul salah satu teman Clara tertawa jahat

"Berani lo suruh-suruh dia? Dia aja kakak kelas kita" Ucap salah satu temannya dengan sedikit waras

Karena perkataannya itu, ia akhirnya mendapatkan hukuman dari Clara. Karna,

Berani lawan Clara? Maka akan dapat hukuman.

~~~
Di Rumah
~~~

"Sudah berapa kali saya bilang, belajar lebih giat Rasyana! Liat adik mu itu, dia bisa dan bahkan sering bikin kedua orang tuanya bangga dengan dia yang mendapatkan peringkat pertama diangkatannya. Kamu memangnya ngga cape bikin malu saya terus?"

Kondisi Rasyana tidak bisa dibilang baik. Terduduk lemas dihadapan sang ayah dengan bibir yang sedikit terluka dan beberapa lebam yang ada di sekujur tubuhnya.

"Malu? Malu dari segi mana nya si? Gue udah berusaha semampu gue. Dan gue udah cukup bangga dengan hasilnya." Ucap Rasyana sedikit tegas

"Papah tau? Orang tua disana justru turut bangga atas pencapaian saya. Tapi orang tua saya? Melihat usaha saya saja tidak, bagaimana mau melihat hasil itu?"

Meskipun merasakan sakit, ia tak boleh terlihat lemah di depan pria tua itu. Tangguh saja tetap disakiti, apalagi ia sedang dalam kondisi sakit?

"Sudahlah, saya capek. Saya harap ketika saya mentandatangani ini, peringkat mu akan terus naik" Ucap sang kepala keluarga sembari melemparkan rapot ke arah Rasyana lalu pergi meninggalkan Rasyana yang tersenyum miris menatap ke arah lembaran rapot yang menunjukkan angka satu dari tiga puluh lima siswa.

Kurang usaha apa lagi dia?

~~~

Benar memang, keadaan Rasyana saat ini sudah pantas mendapat julukan "ODGJ". Tampilannya benar-benar kacau.

Karena memang tak nyaman, ia pun mau tak mau beranjak menuju kamar mandi dengan langkah yang pelan.

Sebab bukan tampilannya saja yang kacau, kepalanya juga merasakan sakit. Mungkin efek dia tak memasukan asupan sejak siang.

Setelah dirasa cukup segar dan rapi, ia pun berlalu meninggalkan kamar dan menuju ruang makan.

Tak peduli dengan kehampaan yang ada, karena "Keluarganya" sedang liburan dan Bi Marni pun pulang kampung untuk melihat dan menemani anaknya yang sedang menyelenggarakan acara nikahan.

Rasyana pun memasak mie instan. Sebenarnya ia kepingin mie ini dari semalam, namun ya karna malas dan tubuhnya masih terasa sakit jadi ia pendam keinginan itu dan harus dikabulkan sekarang.

Kepulan asap dan bau mie menguar, membuat rasa lapar Rasyana semakin meningkat. Membawa semangkok mie tersebut ke ruang tv.

Jujur ia lebih suka jika "keluarganya" tak ada dirumah. Sebab, dirinya lebih leluasa. Walaupun memang harus membersihkan rumah sendirian, tapi itu tak menjadi masalahnya.

Suara dering telepon berbunyi, menghentikan lagu kopi dangdut yang sempat mengisi ruangan itu. Menghentikan sebentar pekerjaannya, ia pun mengambil ponselnya untuk menjawab panggilan itu.

"Lo nanti malem jadi kan ambil job di cafe? Mas Daffa ngehubungih gue mulu nih. Emang lo belum ngasih konfirmasi ke Mas Daffa?"

Tanpa menjawab pertanyaan itu, Rasyana langsung mematikan sepihak panggilannya. Rada kurang ajar memang, tapi Rasyana tak peduli sebab yang menelponnya juga sahabatnya ini.

Kemudian dengan segera ia membuka room chat dengan Mas Daffa dan mengkonfirmasi, bahwa ia bersedia hadir.

Rumah, apa itu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang