Akankah semesta berpihak kepada ku?
-Rasyana-~~~
"Selamat malam semuanya. Suasana malam minggu pada malam ini cukup cerah, ditambah ada keindahan bintang-bintang yang sedang bertaburan di langit. Tentunya akan semakin indah jika dilihat bersama pasangan kita. Eits tapi tenang, bagi yang tidak memiliki pasangan seperti saya ini masih tetap terasa indah jika menatap langit yang cerah ini" ujar Rasyana menyapa muda-mudi yang berada di Caffe Nuansa Bening ini.
Malam ini memang jadwal pasti Rasyana untuk bekerja. Sebenarnya ia pun tidak akan menyanyi full sampai jam caffe ini tutup. Sebab dilagu sepuluh yang Rasyana bawakan, ada orang yang akan menggantikannya. Tapi Rasyana tak pulang begitu saja ketika selesai, ia pun ikut bantu-bantu di caffe. Tak enak pikirnya jika langsung pulang, sepupu Amel yang bisa dibilang bos dari caffe ini sudah sangat baik kepadanya.
Lagu pertama yang Rasyana persembahkan yaitu lagu Rayuan Perempuan Gila. Lagu yang sedang ngehits saat ini.
Tanpa ia sadari ketika sedang membawakan lagu tersebut, disebuah pojokkan meja ternyata ada yang sedang membicarakannya.
"Gila sih suaranya. Rela banget deh gue muterin nih lagu terus-terusan tapi gue dengernya yang versi dia" ucap pemuda tiga dengan nada terpukau
Pemuda yang sedang asyik memakan kentang pun penasaran, ditengoklah "Bentar dulu deh, itu orang kayaknya yang waktu itu gue bilang lagi ngeliatin lo qy"
"Salah kali lo. Bidadari anggun gitu masa liatinnya modelan macam penghuni neraka" nada ledekkan pemuda tiga lontarkan
Pemuda yang dipanggil "qy" ini akhirnya angkat suara. "Setidaknya sholat gue masih lima waktu, rajin mengaji, suka menabung dan berbagi ke sesama kaum kantong kering"
Pemuda tiga yang mendengar penuturan kalimat terakhir pun mendadak diam. Pasalnya, makanan yang ada di mejanya sekarang itu hasil traktiran pemuda yang dipanggil "qy" ini.
~Disisi lain~
Ketika Rasyana sudah menyelesaikan lagu terakhirnya, ia langsung bergegas menuju ruangan Mas Daffa untuk membicarakan hal yang beberapa hari lalu hinggap di pikirannya.
"Permisi mas, ini Rasyana" ujar Rasyana mengetuk pelan pintu ruangan yang tertutup itu
"Masuk aja sya" jawab Mas Daffa dari dalam ruangan
Mendengar itu pun Rasyana segera masuk ke dalam tak lupa juga untuk menutup pintu.
Rasyana pun duduk di sebuah sofa ketika Mas Daffa sudah menyuruhnya untuk duduk di kursi itu. Sebenarnya, ketika karyawan lain ingin menghadap Mas Daffa mereka akan berbicara di meja kerja layaknya karyawan yang memang ingin menghadap atasannya. Namun, pengecualian untuk Rasyana. Keduanya cukup dekat, bahkan Mas Daffa sudah menganggap ia sebagai adiknya.
"Gimana sya tawaran yang mas kasih? Jadi kamu ambil" ujar Mas Daffa melangkahkan kakinya menuju sofa
"Kalo misalkan Rasya ambil di tiga hari dalam seminggu, mas ngga keberatan kan? Sebenarnya Rasya pengen banget ambil full tawaran ini, cuma mengingat bentar lagi kan kelas dua belas pasti belajarnya harus lebih giat lagi" sesuatu hal yang mengusik dirinya selama beberapa hari ke belakang mendadak hilang begitu saja ketika dirinya sudah menyampaikan suatu pendapat yang selama ini dirinya pikirkan.
Sebenarnya juga dirinya merasa tak enak menyampaikan hal tersebut. Mengingat Mas Daffa dan istrinya sangat baik kepadanya. Namun bagaimana lagi, nilai lebih penting untuk kondisi tubuhnya.
"Loh ya nggapapa dong. Sekolah lebih penting. Sekalian ajakin Amel tuh kalo mau belajar, biar ngga rangking lima dari belakang lagi" tawa kecil Mas Daffa berikan kala mengingat adik sepupunya itu dimarahin sang kakak iparnya.
"Lagian nih ya asal kamu tau sya, masa anak mas diajarin cara nyuri mangga milik tetangga. Padahal di pekarangan rumah mas juga ada pohon mangga. Memang ada benarnya juga, rumput tetangga lebih bagus dilihat dari rumput milik kita sendiri" ujar Mas Daffa dengan nada kesal yang terselip
"Dia tuh belajar mas. Menerapkan lima sepuluh sama dua puluh" melihat wajah Mas Daffa yang seperti orang bingung ketika ia menuturkan hal tersebut, dirinya pun menjelaskan secara detail apa maksud perkataannya.
"Lima menit untuk belajar, sepuluh menit untuk bermain ponsel dan dua puluh menit untuk berkunjung ke alam mimpinya"
Mendengar hal yang dimaksud Rasyana pun Mas Daffa terbahak. Memang sepupunya itu.
"Yaudah deh mas, gue balik duluan ya. Udah jam sembilan lebih" ujar Rasyana ditengah-tengah kekehan Mas Daffa yang masih terdengar.
"Aduh... Aduh... Bentar sya, ada titipan dari mbak" lengan kanan Mas Daffa pun mengambil kotak titipan yang kemudian diberikannya kepada Rasyana
~Disisi yang lainnya~
"Duh kenapa si anjir ni kuping gue. Nging nging nging mulu. Mana gatel lagi. Dosa deh orang-orang yang ngomongin gue. Gue doain, gue makin cantik, makin kaya, dapet doi spek Jo Jang Soo. Omo omo omo, pengen gue tonton ulang drakornya"
~Kembali ke caffe~
Setelah selesai urusannya dengan Mas Daffa. Kini Rasyana berdiri di area luar caffe. Menatap ponselnya dengan kesal.
"Tumben apa si ini pada nolak semua. Pada ngga mau rezeki kah?" bagi siapa pun yang dengar pun sudah tau jika nada kesal yang sanggat sungguh terselip di semua kata yang dirinya ucapkan.
Memang benar jika dirinya ingin pergi, ojeg online yang selalu ia andalkan. Walaupun kini ia sedang kesal, ia tetap mengotak-ngatikan ponselnya berharap ada yang merima penasannya.
Namun, ditengah-tengah decakan yang terus menerus keluar dan tangan yang tak henti-hentinya bergerak di layar ponsel. Ia di kagetkan suara seseorang yang sepertinya sedang berdiri disebelahnya.
"Lo yang waktu itu sotonya gue ambil kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah, apa itu?
Teen FictionBagi sebagian orang, pulang ke sebuah "rumah" adalah tujuan ketika sudah capek dari segala hal. Disambut hangat, adalah sebuah mimpi yang ia inginkan ketika usianya makin beranjak dewasa. Ntah salah apa yang ia perbuat, hingga rasanya ia berfikir ba...