Mendengarkan kebenaran memang terdengar aneh ketika yang sudah tersebar merupakan cap buruk
-Rasyana-~
~~
Setelah perbincangannya dengan Amel sudah selesai, Rasyana pun bergegas untuk pulang ke rumahnya. Mencoba bersikap bisa saja ketika nanti berada di rumah
Namun, yang namanya rahasia akan tetap terbongkar
Bodoh memang dirinya, mengharapkan situasi yang biasa saja ketika dirinya memang benar-benar mempermalukan keluarga
"Duduk!" Ucap papahnya dengan tegas ketika Rasyana mulai memasuki ruang keluarga
Namun yang Rasyana lakukan tetap berjalan, menghiraukan seruan itu. Langkahnya kembali terhenti ketika mendapatkan panggilan dengan nada tegas
"Apasih, mau apa?" Ucap Rasyana dengan nada kesal
Tak ada jawaban yang Rasyana dapatkan, namun ketika melihat sorot mata tajam sang mamah membuat Rasyana akhirnya menghampiri mereka dengan duduk di salah satu kursi yang kosong
"Ini apa?" Mata Rasyana sempat melotot ketika papahnya menaruh sebuah testpack di meja
"Saya bingung sekali sama kamu. Kenapa ngga pernah untuk sekali saja bikin saya bangga?!"
"Sebab rasanya percuma juga jika saya berprestasi tapi tidak kalian anggap" Jawab Rasyana dengan lugas
"Berani kamu menjawab?!" Nada tegas serta amarah yang membuncah, membuat papahnya berdiri lalu mendekat pada dirinya
Rasyana sama sekali tak mengeluarkan ringisan akan tarikan yang di beri sang papah pada rambutnya itu. Rasyana akui bahwa tarikan itu cukup sakit dirasa
Fyi, kondisi papahnya mulai membaik. Beliau sudah tak perlu kursi roda lagi, meskipun jalannya memang masih tak lancar karena sedang masa-masa pemulihan
Karena merasa geram dengan tatapan menantang yang di berikan oleh putrinya itu, ia lantas menarik paksa agar Rasyana berdiri. Lalu dengan tega ia mendorong Rasyana sampai benturan keras terdengar
Kembali merasa geram ketika melihat Rasyana yang justru memeluk perutnya itu yang seolah berusaha melindungi janin yang ada di perutnya.
Lagi-lagi karna emosi yang sedang membuncah, kaki itu terangkat seolah ingin menginjak perut putrinya itu
"Mati kamu!" Ucapnya dengan lantang
Sial, tatapan itu yang memancar sorot kesedihan serta gelengan pelan yang di lakukan oleh Rasyana membuatnya mengurungkan niatnya itu
"Jangan...Jangan sakiti anak aku"
Menggeram kesal, amarahnya ia alihkan pada sebuah guci yang tak lama kemudian menjadi pecah sebab tendangannya itu
"Bajingan" Umpat beliau yang kemudian pergi meninggalkan ruang keluarga
Setelah kepergian papahnya, Rasyana tak beranjak dari tempatnya. Ia merenung menatap langit-langit rumahnya
Rasyana terjengit kaget sebab lemparan sebuah tas yang mengenai tubuhnya
"Pergi kamu dari sini. Kelakuan mu membuat saya bersyukur atas niat saya dan suami saya yang tak ingin kamu di anggap oleh orang-orang di luar sana"
"Mah" Lirihnya berusaha menatap mata mamahnya yang enggan menatapnya balik
Tak ingin tergoda lalu merasa kasihan, beliau pergi menyusul suaminya yang berada di kamar
"Cih, Jadi keliatan ya siapa yang lonte" Ucap Clara yang kemudian berlalu pergi meninggalkan Rasyana yang tersenyum miris
Setelah beberapa saat berdiam diri di posisinya, Rasyana pun bangkit. Dirinya tak mengambil tas-tas yang berserakan di lantai, ia malah melangkahkan kakinya menuju kamar guna mengambil barang-barang yang masih tertinggal di kamarnya
Ya, ia menuruti apa kata papahnya
Rasyana akui kali ini memang kesalahannya, ia memang aib untuk keluarga ini
Namun bisakah mereka mendengar kejadian sesungguhnya dari mulut Rasyana?
Ah, sepertinya tidak. Mau bagaimana pun mereka mendengar fakta yang sebenarnya, Rasyana tetap dan akan selalu salah di mata mereka

KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah, apa itu?
Teen FictionBagi sebagian orang, pulang ke sebuah "rumah" adalah tujuan ketika sudah capek dari segala hal. Disambut hangat, adalah sebuah mimpi yang ia inginkan ketika usianya makin beranjak dewasa. Ntah salah apa yang ia perbuat, hingga rasanya ia berfikir ba...