Sembilan belas

255 7 0
                                        

Sudah tak mengharapkan dianggap menjadi salah satu yang spesial.
-Rasyana-

~~~

"Ya kalau lo nggak terima gue tuduh begini, lakuin dong apa yang gue suruh buka lacinya" Ujar Clara yang juga menggunakan nada tinggi.

"Lo siapa emangnya berani beraninya ngatur gue?"

"Dia adik kamu Rasyana" Jawab sang kepala keluarga.

Mendengar itu pun Rasyana dengan refleks membuang ludah ke samping kiri nya "Adik? Rasyana ngga ngerasa punya seorang adik sejak bunda pergi"

Mendengar apa yang diucapkan Rasyana, sang kepala keluarga pun menggeram menahan amarah yang sebentar lagi akan

Rasyana yang melihat gelagat itupun sontak mendengakkan kepalanya menatap sang papah lalu berujar "Apa mau marah? emangnya ngga capek marah mulu?"

"Gantian sekali-kali marahin tuh anak pungut" Lanjut Rasyana yang setelahnya berbalik badan dan membanting pintu seolah tak peduli dengan dua manusia yang ada di depan kamarnya.

~~~

"Duh sorry banget ya mbak dateng telat gini gue" Ucap Rasyana merasa bersalah ketika melihat kondisi cafe yang cukup ramai.

"Santai Sya. Lagian kalau lo nggak datang juga nggak papa, bukan jobdeks lo ini" Balas Mbak Dini

"Tetep aja mbak, gue nggak enaklah udah janji bakal bantu"

Harusnya ia mendatangi cafe itu nanti malam sebab nanti malam merupakan malam minggu dan itu jadwalnya iya untuk manggung. Namun ia sudah janji kepada mas dafa untuk membantu dari sabtu pagi hingga sore, sekalian mengisi kegabutannya di rumah dan menambah isi dompetnya, xixixi

"Nih tolong lo anterin milkshake ini untuk mengeja nomor tujuh dan americano untuk meja nomor lima belas"

"Loh bang Kenzo" Ucap Rasyana ketika melihat siapa yang duduk di meja nomor lima belas.

Kenzo yang sedari tadi asyik dengan ipad nya sontak mengangkat kan kepalanya guna melihat siapa yang memanggil dirinya.

"Loh sya?"

Melihat raut bingung yang ditunjukkan oleh pria di depannya ini membuat Rasyana akhirnya menjelaskan kenapa dirinya bisa ada di sini.

"Kok amel nggak pernah cerita ya" Tanya bang kenzo dengan nada yang amat pelan.

Rasyana yang tidak sengaja mendengarkan pun menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, merasa bingung akan kalimat yang diucap pria di depannya ini.

"Btw bang gue belum sempet ngucapin makasih sama lo" Ucap Rasyana yang kemudian mendudukkan dirinya di depan Bang Kenzo.

"Makasih untuk?" Tanya Bang Kenzo sembari menaikkan alisnya pertanda ia bingung.

"Makasih untuk handphonenya, mana masih kelihatan baru lagi emangnya lo nggak sayang bang?"

"Sayang kok gue" Jawab Bang Kenzo sembari menatap kedua bola mata Rasyana.

Melihat tatapan itu jujur membuat Rasyana sedikit gugup dan berusaha mengalihkan tatapannya.

"Kira-kira amel lagi apa ya bang?" Ujar Rasyana melontarkan pertanyaan yang unfaedah.

"Kayaknya lo tahu deh, ya kali sahabatan segitu lama ngga apal kegiatan sahabatnya sehari-hari"

Jawaban Bang Kenzo tersebut lagi-lagi membuatnya sedikit mati kutu.

"Ah iya juga ya" Ucap Rasyana tersenyum canggung.

"Gue ke dalam dulu ya bang mau bantu-bantu lagi" Lanjut Rasyana meninggalkan meja bernomor lima belas dan laki-laki yang tersenyum tipis.

Rumah, apa itu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang