-7-

2.2K 137 3
                                    

Dua bulan berlalu tak banyak yang berubah dari kehidupan seorang Baswara Argita. Gadis itu sudah mulai melakukan aktivitas seperti biasanya namun masih tetap dalam penjagaan orang-orang di sekitarnya.

Wangga juga sudah tak posesif seperti kemarin-kemarin, ia perlahan mulai membebaskan kegiatan Gita seperti sebelumnya. Seperti malam ini, setelah pulang dari kantornya, Wangga mampir sebentar ke apartemen Gita untuk memastikan keadaan gadis itu.

“Udah malam Git, cepet tidur”, ujar Wangga lalu dengan sengaja mematikan televisi yang ditonton oleh Gita.

“Ahh bang! Lu gak asik!”. Kesal Gita lantas meraih remote televisi yang ada di tangan Wangga lalu menyalakan kembali televisi di depannya.

Wangga hanya mendesah pelan lalu ikut duduk di samping Gita.

“Bang lihat deh!”. Gita menunjuk layar televisi di depannya, dimana saat itu Nabastala Annabelle tengah tampil membawakan lagu yang seharusnya jadi miliknya.

“Kamu tau gak? Lagu itu seharusnya jadi milik aku. Kalo aja waktu itu aku ga cari masalah”

Gita terus menatap televisi di depannya. Hatinya sedikit iri melihat penampilan Nabastala yang memukau di acara itu. Ia lantas tersenyum pahit, mengakui semua kebodohannya yang tak dapat ditampik.

Wangga yang duduk di samping Alca ikut memandang layar televisi tanpa berkomentar. Ia hanya terlalu malas untuk mengungkit masa lalu.

“Udah cepetan tidur! Awas aja kamu kalo besok pagi-----”

“Iyaaa.... Udah sono!”, sela Gita lalu menendang Wangga dengan kakinya, mencoba menyuruh lelaki itu untuk segera pergi meninggalkan apartemennya.

“Katanya mau pulang, tapi cerewet mulu dari tadi”

“Mulai gak sopan kamu yaa!", hardik Wangga sebal. Lalu beranjak dari duduknya. "Ntar kalo aku ngga ada rindu”

“Dih!!! Najis”, ejek Gita menatap sinis Wangga seraya berlagak seperti orang muntah

*****

SURABAYA

Malam itu setelah makan malam bersama kedua orang tuanya, Alca sengaja tak masuk ke dalam kamarnya, ia memilih duduk di teras depan rumah. Termenung sambil menatap luas langit yang ada di atas kepalanya

“Ca... Disini kamu rupanya”

Alca lantas menoleh seraya mengangguk, lalu menatap pria paruh baya yang baru saja memanggilnya.

Pria paruh baya bernama Dani itu lantas ikut duduk di samping Alca. “Papa kira kamu sudah tidur”.

Alca tertawa kecil, kemudian mengambil tangan ayahnya dan menggenggamnya. Kepalanya ia sandarkan pada pundak pria itu.

“Alca belum ngantuk Pa”

Papa Dani hanya diam saja. Tangannya yang di genggam oleh Alca, ia goyang-goyangkan pelan.

“Kamu beneran ngga mau balik ke Jakarta?”

Alca mengangkat kepalanya lalu menatap pria di sampingnya dengan bibir cemberut. “Ohh... Jadi papa ngusir Alca ni ceritanya”

Papa Dani menggeleng pelan seraya tersenyum tipis melihat kelakuan putrinya itu.

“Bukan gitu sayang”, ujarnya menenangkan. Satu tangannya mengelus pelan kepala Alca.

“Yaa terus apa?”

“Yaa gak kenapa-kenapa”, ujar Papa Dani itu lalu bibirnya ikut manyun melihat Alca.

"Yaudah kalo gitu gausah ditanyain mulu”

Papa Dani mengangguk.

“Tapi Ca.. apa kamu ngga kangen sama kegiatan kamu di Jakarta, Ca? Ngga kangen sama temen-temen kamu juga?”

Garis Semesta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang