"Wangga..."
Wangga langsung menatap mata wanita yang baru saja memanggilnya. Wanita itu berjongkok di samping Wangga sembari menangkup wajah Wangga dengan kedua tangannya. Wanita itu menatap Wangga dengan air mata yang menetes di pipinya.
"Alca???". Mata Wangga membulat sempurna begitu melihat Alca ada di depannya.
Alca hanya diam saja sambil terus menangis menatap Wangga.
"Ca..."
Wangga berusaha untuk tidak menangis di depan Alca tapi menatap mata wanita itu membuat pandangannya sedikit mengabur, air mata tiba-tiba keluar dari pelupuk matanya.
"Hiks.... Sakit Ca..", keluh Wangga sambil memukuli kuat dadanya berulang kali. "Hati gue sakit Ca... Sakit banget rasanya...."
Alca yang tidak tega melihat Wangga terus memukuli dadanya, dengan cepat merengkuh tubuh Wangga dan memeluk lelaki itu erat. Wangga akhirnya menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Alca.
"Sakit ngga?", tanya Alca begitu menempelkan kapas yang telah ditetesi obat merah itu ke kulit tangan Wangga yang terluka.
Wangga hanya mengangguk pelan.
Setelah tangisan Wangga mereda. Alca mengajak Wangga untuk duduk di atas ranjang. Kemudian ia membantu Wangga untuk mengobati luka-lukanya.
"Awhh...". Wangga meringis pelan begitu merasakan dingin sekaligus perih saat kapas itu mengenai kulitnya.
"Tahan sebentar aja"
Alca dengan telaten mengobati semua luka yang ada di tangan hingga wajah Wangga yang tadi sempat ditonjok oleh Narendra.
Setelah semuanya selesai diobati, Alca membereskan semua peralatan dan menutup kotak obat tersebut. Ia hendak bangkit dari duduknya tapi tangan Wangga malah menggenggam pergelangan tangannya.
"Ca, jangan pergi". Wangga meminta Alca untuk tak beranjak dari duduknya.
"Temenin gue yaa, Ca"
Alca mengangguk lalu melepaskan genggaman tangan Wangga. Ia merapikan sedikit letak bantal Wangga kemudian menyuruh lelaki itu untuk berbaring.
"Iyaa Ga. Gue disini kok. Gue nggak akan kemana-mana"
Wangga berbaring seperti yang diminta oleh Alca. Setelah Wangga berbaring, Alca langsung menutupi seluruh tubuh Wangga dengan selimut.
Alca menarik sebuah kursi lalu duduk di samping ranjang. Tangan kirinya menggenggam erat jari-jari tangan Wangga sementara tangan kanannya mengelus lembut surai rambut Wangga.
Mata Wangga tak lepas memandang ke arah Alca sedari tadi. "Gue ngantuk Ca"
Alca tersenyum menatap Wangga. "Gue tiba-tiba ke ingat ada yang pernah bilang kaya gini ke gue. Kalo ngantuk, tidur. Kalo laper, makan. Kalo nge-date sama gue aja"
Wangga terkekeh pelan mendengar ucapan Alca. "Kok lo masih ingat, Ca?"
Alca mengedikkan bahunya. "Udah buruan tidur! Jangan banyak ngomong. Katanya ngantuk"
Wangga perlahan memejamkan kedua matanya. Napasnya mulai teratur dan tak membutuhkan waktu lama Wangga akhirnya tertidur.
Alca tersenyum melihat Wangga yang dengan mudahnya tertidur. Tangan kanan Alca tak hentinya mengusap lembut surai Wangga. Bahkan terkadang sesekali mengusap lembut pipi Wangga.
*****
Di dalam mobil, Nabastala menangis sejadi-jadinya. Ia kembali teringat kejadian Narendra yang tadi sempat memukuli Wangga."Sayang... Aku minta maaf. Aku beneran ngga sengaja mukul Wangga. Aku kebawa emosi aja tadi"

KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Semesta [End]
FanfictionSebuah garis cerita yang semesta rangkai untuk kehidupan dua makhluk ciptaannya. Penasaran dengan cerita lengkapnya? Langsung baca aja dan selalu nantikan part selanjutnya - - - - - - - - - - - Ini cerita pertamaku. Penulisan cerita ini masih terdap...