-57-

2.2K 136 3
                                    

"Sha!! Shakila...", panggil Novita sambil menggedor-gedor pintu kamar Shakila.

"Shakila!"

"Iyaa kak. Sebentar masih pake baju. Baru kelar mandi", sahut Shakila berjalan menuju pintu kamarnya sambil menutupi rambutnya yang basah dengan handuk.

"Kenapa kak?"

Novita mendorong Shakila masuk ke dalam kamarnya lalu mengunci pintu.

"Kenapa kak?", tanya Shakila sekali lagi. Ia heran melihat gelagat Novita yang aneh.

"Kau udah tau belum?", bisik Novita pelan. Membuat Shakila langsung menggeleng.

"Wangga ngga jadi tunangan?"

"Hah?"

Novita langsung membekap mulut Shakila.

"Sssttt!!! Jangan keras-keras suaramu"

Shakila menyingkirkan tangan Novita dari mulutnya. "Yang bener kak?"

Novita mengangguk. "Tadi sore karyawan aku bilang ada yang cancel orderan untuk Minggu depan. Waktu aku cek ternyata itu orderan Fitta"

Ekspresi Shakila sekarang melongo tak percaya. Ia kemudian mengerakkan sebelah alisnya menatap Novita. "Tau nggak kak? Batal karena apa?"

Novita menggeleng. "Nggak tau. Karyawanku bilang cuma minta cancel aja. DP nya juga nggak mau di refund"

"Beneran?"

Novita mengambil ponselnya lalu membacakan isi pesan yang dikirimkan oleh karyawannya. "Pembayaran DP dilakukan atas nama Dewangga Arroni. Tapi yang bersangkutan tidak mau menerima refund"

Shakila menatap Novita. "Pasti ada sesuatu yang gak beres ni kak. Gak mungkin tiba-tiba batal gitu aja kan?"

*****

Hari-hari berlalu begitu cepat. Wangga terus mengirimi Alca pesan yang sampai hari ini tak pernah di balas satupun oleh Alca. Ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja dengan layar yang menampilkan puluhan pesan yang ia kirim ke Alca.

 Ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja dengan layar yang menampilkan puluhan pesan yang ia kirim ke Alca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wangga berjalan keluar balkon apartemen. Ia memandangi jalanan kota Jakarta dari atas sana. Malam itu angin berhembus begitu kencang hingga membuat anak rambutnya sedikit bergoyang-goyang.

Gita menyusul Wangga keluar balkon. Ia menarik rokok yang sudah bertengger di bibir Wangga dan merampas pemantik api itu dari tangan Wangga. Sebagai gantinya Gita menyerahkan secangkir kopi yang baru dibuatnya.

"Kalo keluar, pintunya ditutup lagi. Anginnya kenceng banget soalnya"

Wangga mengambil kopi itu. Tapi tak membalas ucapan Gita.

"Are you okay?", tanya Gita begitu melihat wajah Wangga yang sama sekali tak bersemangat.

Wangga mendesah pelan seraya menggeleng.

Garis Semesta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang