-54-

2.2K 148 7
                                    

Wangga terus mengaduk-aduk sup ayam yang ada di dalam mangkoknya. Sudah hampir 15 menit lebih Gita menunggu Wangga untuk menyendok makanannya.

"Mau sampai kapan diaduk begitu? Itu kalo sup ayamnya bisa ngomong udah bilang pusing dari tadi"

Wangga mendelik menatap Gita yang duduk di depannya.

Wangga meletakkan sendoknya kemudian menyandar pada sandaran kursi. "Gimana caranya aku bilang ke papa sama mama soal ini?"

"Ntar aja dipikirin. Kamu makan aja dulu"

"Nggak dipikirin makin kepikiran, Git", keluh Wangga.

Gita akhirnya menyerah. Ia juga ikut bersandar pada sandaran kursi sambil menatap Wangga.

"Sorry kalo aku ngungkit lagi soal Fitta, bang. Tapi aku masih penasaran"

"Apa bener Fitta hamil? Atau cuma asumsi kamu doang. Kan bang Naren cuma ngeliat dia ke dokter kandungan. Belum tentu dia yang mau konsul, bisa aja dia lagi daftarin temen atau saudaranya"

"Asumsi gimana maksud kamu? Aku baca sendiri hasil rekam medisnya, Git. Disitu tertulis nama Fitta bahkan ada hasil foto pemeriksaan USG nya"

Gita melongo tak percaya. "Beneran ada fotonya?"

Wangga mengangguk. "Iyaa beneran ada"

Gita meletakkan tangannya ke atas meja untuk menyangga kepalanya. "Ehm, tapi beneran bukan anak kamu kan?"

"Gila kamu, Git!"

Gita mengerjapkan matanya karena Wangga malah memarahinya.

"Aku gak sebejat itu jadi laki-laki. Meskipun kamu tau kehidupan aku kaya gimana tapi ngga pernah terpikirkan sekalipun sama aku untuk ngelakuin hal kaya gitu. Karena aku masih punya adik perempuan"

Gita sedikit tersentuh oleh ucapan Wangga.

"Yaa... A-aku cuma takut aja. Mana tau kamu dicekokin sesuatu gitu sama dia yang akhirnya bikin kamu gak sadar. Terus dia ngelakuin hal yang gak bener saat kamu nggak sadar itu"

Wangga mengerutkan keningnya. "Kayanya hampir pernah"

"Hah? Kapan?"

Wangga mengangkat kedua bahunya. "Nggak tau. Nggak ingat"

Gita memanyunkan bibirnya sebal karena respon Wangga. Tapi detik berikutnya ia malah tersenyum melihat Wangga yang mulai menyendok makanannya.

"Kamu yang bikin?", tanya Wangga menatap Gita.

"Kenapa? Nggak enak ya?"

Wangga mengecapkan lidahnya berulang kali untuk merasakan makanan itu. "Kaya ada yang aneh"

"Kalo nggak enak gausah dimakan. Ntar aku orderin makanan dari luar aja"

Wangga malah menggeser mangkok itu mendekat kearahnya lalu menyeruput kuah sup ayam itu. Ia memakannya dengan lahap. Membuat Gita mengurungkan niatnya untuk memesan makanan dari luar.

*****
"Tumben banget jam segini baru pulang", ujar Novita saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.

Alca mendesah pelan sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur Novita.

"Seharian gue meeting sama bang Calvin. Setelah itu workshop sama Darrel dan beberapa tim lainnya di daerah Kemang"

Alca bangkit dari tidurnya, duduk bersandar di sandaran kasur. "Dan beberapa minggu ke depan gue bakal disibukkan sama beberapa project yang dibuat sama bang Calvin"

Setelah mengatakan itu Alca kembali berbaring di atas kasur.

"Akkh.. mas Bima ni kenapa sih?", rengek Shakila yang masuk ke dalam kamar Novita sambil misuh-misuh tidak jelas.

"Kenapa harus gue? Padahal yang lain masih ada"

"Mentang-mentang gue bisa ngerjain semuanya. Jadi gue terus yang ditumbalin"

Shakila seperti mengetik sesuatu pada ponselnya.

"Ini si Wangga juga kemana? Masih hidup nggak sih diaa???"

"Kerjaan jadi banyak yang keteteran gara-gara dia ngilang gak jelas gini"

Novita berdehem keras menyadarkan Shakila.

Shakila menatap Novita. Ia langsung kikuk begitu melihat Alca yang tengah berbaring di atas kasur.

"Kenapa berhenti?", tanya Alca begitu melihat Shakila yang tiba-tiba diam mematung.

Shakila berjalan pelan sambil memasukkan ponselnya ke dalam kantong celananya. Lalu ikut duduk di tepi kasur. "Ehm, nggak ada kak"

"Gue gapapa kok kalo lo mau ngomongin Wangga di depan gue. Gue udah nggak terlalu peduli lagi sama dia"

Alca meraih sebuah bantal kemudian menutupi wajahnya dengan bantal itu. "Malam ini gue tidur disini, Nov"

Novita dan Shakila hanya memandangi Alca dalam diam.

*****

Pukul 9 pagi Alca buru-buru keluar dari kamar kosannya. Setelah tadi pagi Calvin telepon bahwa meeting mereka sore nanti di cancel dan klien mereka minta meeting dimajukan menjadi jam 10 pagi.

"Aahh handphone.. mana handphone gue...", gumam Alca sambil merogoh kantong celananya. Saat tak menemukan ponselnya itu, ia berlari kembali masuk ke dalam kamarnya.

"Anjirrr.... Handphone gue mana?". Alca berteriak kesal saat tak menemukan ponselnya. Ia berlari ke kamar Novita setelah ingat bahwa setelah mengangkat panggilan telepon Calvin tadi pagi ia meletakkan ponselnya di atas kasur Novita. Kemudian buru-buru balik ke kamarnya untuk membersihkan diri.

"Nov, handphone gue ada di kamar lo?"

"Ada, ambil aja sendiri", ujar Novita yang saat itu tengah berhati-hati memakai eyeliner di depan meja rias.

Alca masuk ke dalam kamar kosan Novita tanpa melepas sepatunya. "Nov, maaf yaa lantai lo jadi berpasir semua. Ntar sore gue bawain roti bakar. Ok!"

Setelah menemukan ponselnya, Alca langsung berlari keluar kamar.

Ia berlari menuju gerbang kosannya dan menemukan Darrel telah menunggunya di depan sana.

"Sorry lama, Dar. Handphone gue ketinggalan. Jadinya gue balik lagi ke kamar", ujar Alca lalu duduk di jok belakang motor Darrel.

Darrel hanya menggeleng pelan melihat Alca yang sedikit grasak grusuk. "Helmnya pake dulu, neng! Buru-buru amat sih"

Alca mengambil helm yang disodorkan oleh Darrel lalu dengan cepat memakainya. "Udah ayok buruan!! Gue males denger bang Calvin ngomel-ngomel"

"Iyaa...", jawab Darrel lalu menjalankan motornya meninggalkan kosan Alca.

*****

Wangga meremat ponselnya begitu melihat Alca yang saat ini tengah dijemput oleh Darrel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wangga meremat ponselnya begitu melihat Alca yang saat ini tengah dijemput oleh Darrel. Setengah jam yang lalu mobil Wangga memang telah berhenti tak jauh dari kos-kosan Alca. Ia menunggu Alca untuk keluar dari dalam kosannya.

Sialan!. Batin Wangga kesal begitu melihat Alca sudah pergi meninggalkan kosannya bersama Darrel.

Ia juga langsung tancap gas pergi meninggalkan kosan Alca.

~TBC~

Thanks ❤️
-My 🐬

Garis Semesta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang