Tiga hari telah berlalu. Wangga masih dengan posisi yang sama yaitu hanya duduk bersandar di dinding. Ia tak melakukan aktivitas apapun selain duduk diam meratapi semuanya. Wangga tiba-tiba tertawa sangat keras. Kebahagiaan yang kemarin mulai ia bayangkan dengan orang terkasihnya kini lenyap seketika. Tergantikan oleh luka yang membekas di hatinya.
Apartemen Gita kini sudah berubah seperti tempat sampah. Pecahan-pecahan kaca beserta beberapa barang-barang masih berserakan di atas lantai. Di atas meja terdapat tiga botol minuman beralkohol dan beberapa bungkus rokok beserta puluhan sisa puntung rokok lainnya yang juga masih berserakan di sana.
Wangga menggoyangkan-goyangkan botol kaca yang ada di genggamannya sambil tersenyum sinis. Ia kemudian menegak habis minuman itu.
"Anjing!!", umpatnya kasar saat isi botol itu telah habis tak bersisa. Ia membolak-balikkan botol itu lalu membantingnya sambil tertawa keras.
"Bajingaann!! Bajingan!!!!"
Wangga kemudian meraih bungkus rokok yang ada di atas meja. Mengambilnya sebatang kemudian membakarnya. Kepulan asap rokok seketika menyeruak di dalam ruangan itu. Ia lagi-lagi tertawa keras saat mata hitamnya memandangi satu persatu barang-barang yang masih berserakan di atas lantai.
*****
"Dor!"Tiba-tiba americano yang ada di tangan Alca jatuh berbarengan dengan suara Darrel yang terdengar menggelegar, mengagetkan Alca.
"Eh Ca, sorry... Gue nggak tau", ujar Darrel begitu melihat americano itu sudah tumpah berserakan di lantai.
"Gapapa Dar", ucap Alca lalu memunguti cup plastik wadah americano dan membuangnya ke tempat sampah.
Darrel berlari mengambil kain pel di gudang studio lalu membersihkan sisa tumpahan yang masih ada di lantai.
Alca hanya diam saja melihat Darrel yang dengan cekatan membersihkan sisa tumpahan americano seraya bersandar pada tembok.
"Lu kenapa mondar mandir tadi?", tanya Darrel. Setelah selesai membersihkan lantai, Darrel mengajak Alca untuk duduk di gazebo studio.
"Ngga ada", jawab Alca singkat.
Darrel sontak menggaruk pelipisnya yang tak gatal mendengar jawaban Alca.
"Ngga ada tapi mondar mandir kaya orang kebingungan. Ngga ada tapi ngelamun kaya mikirin sesuatu"
Alca mendelik menatap Darrel kemudian menghembuskan napasnya kasar. "Gue ngerasa seperti ada sesuatu yang salah dan aneh di sini", ujarnya lalu memegangi dadanya.
"Hal aneh apa?"
Alca mengedikkan bahunya sebagai jawaban.
"Udah tanya keadaaan orang-orang terdekat lo?"
Alca mengangguk. "Orang tua gue baik-baik aja, temen-temen gue juga baik-baik aja". Alca menatap Darrel sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Dan lo juga baik-baik aja, Dar"
"Eh Ca, lo di cariin bang Calvin ni di grup", ujar Darrel memberitahu setelah ia membaca pesan masuk dari ponselnya. "Katanya lo ngga bisa dihubungi"
Alca tersenyum. "Yaiyalah gak bisa dihubungi. Handphone gue aja di dalam sana. Gue ngga bawa handphone ni", ujar Alca seraya merogoh kantong celananya.
Alca pamit kepada Darrel, setelah itu ia setengah berlari masuk ke dalam ruangan studio.
*****
Gita terheran begitu melihat ruangan apartemennya gelap gulita. Seingatnya ia menghidupkan lampu saat meninggalkan kamar apartemennya beberapa hari yang lalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Semesta [End]
FanfictionSebuah garis cerita yang semesta rangkai untuk kehidupan dua makhluk ciptaannya. Penasaran dengan cerita lengkapnya? Langsung baca aja dan selalu nantikan part selanjutnya - - - - - - - - - - - Ini cerita pertamaku. Penulisan cerita ini masih terdap...