“Ni orang lama banget sih?”, batin Alca seraya berdecak kesal karena hampir satu jam lamanya ia menunggu Wangga yang tidak kunjung turun dari kamarnya. Ia terus berpikir apa yang dilakukan oleh lelaki itu hingga menghabiskan waktu begitu lama di dalam kamar hotelnya.
Alca lantas mengambil ponsel miliknya lalu menekan nomor dengan nama Wangga disana. Sambungan telepon terdengar olehnya namun tak ada tanda-tanda panggilannya diangkat oleh Wangga. Alca yang tak sabaran segera menuju meja resepsionis bermaksud menanyakan nomor kamar lelaki itu.
“Permisi mbak, apa di hotel ini ada yang reservasi atas nama Wangga?”
“Wangga?”, tanya balik resepsionis cantik itu.
“Eehmm maksud saya Dewangga Arroni”, ucap Alca yang saat itu juga langsung teringat nama lengkap Wangga
“Ohh ada Mbak”, sahut resepsionis itu. “Bapak Dewangga menginap di kamar 311”
Setelah mengucapkan terima kasih, Alca langsung berjalan menuju ke arah lift hotel. Tepat di lantai 3 pintu lift terbuka, Alca berjalan pelan melewati koridor kamar hotel sambil matanya ke kanan dan ke kiri mencari kamar bertuliskan nomor 311.
"Nah ini", gumamnya pelan lalu mengetuk pintu di depannya
TOK...TOK...TOK....
Alca terus mengetuk pintu di depannya dengan sangat keras.
“Ga.... lu ada di dalam?"
Ia juga terus-menerus menekan bel kamar hotel tersebut dengan sangat brutal.
“Wangga!!!! Lu ngapain sih?”
Pintu itu akhirnya terbuka lebar. Wangga muncul dengan tampilan yang sedikit berbeda, rambut yang masih sedikit basah dengan balutan kemeja yang belum terkancing sempurna.
Alca yang tadinya ingin memarahi lelaki itu mengurungkan niatnya lantas berbalik memunggungi Wangga, menutupi wajahnya yang terlanjur memerah.
“Lo ngapain sih di dalam? Lama banget”, omel Alca dengan nada sedikit kesal.
“Gue mandi”
Alca kembali mendengus sebal, lalu berbalik menatap Wangga. “Lu nyuruh gue nunggu di lobi sedangkan lo-----“
“Gak ada yang nyuruh lo nunggu di lobi”, sela Wangga seraya mengarahkan jari telunjuknya ke arah wajah Alca. Alca mengerjap pelan melihat tatapan tajam Wangga.
“Yaa tapi lo seenggaknya-----“
Wangga langsung menarik kuat pergelangan tangan Alca, membawa gadis itu masuk ke dalam kamarnya. “Suara lo berisik!”, cibirnya yang pusing mendengar omelan Alca sedari tadi.
Tepat detik berikutnya ia langsung melepaskan genggamannya pada pergelangan tangan Alca saat melihat gadis itu sedikit meringis kesakitan.
“Lo gausah mikir yang aneh-aneh”, ucap Wangga yang seolah bisa membaca pikiran Alca.
Alca mencebikkan bibirnya lalu berjalan mengekor di belakang Wangga sambil matanya sibuk menjelajahi setiap sisi kamar hotel tersebut.
Kemudian matanya tertuju ke sebuah ruangan yang di dalamnya ada koper terbuka dengan tumpukan baju diatasnya. “Katanya lama kok cuma bawa dua koper?”
“Terus? Gue harus banget pindahin semua isi lemari baju gue kesini?”
Alca memilih tak menjawab. Ia akhirnya duduk santai di sofa sambil memainkan ponselnya dan sesekali menatap Wangga yang sibuk menyusun barang-barangnya ke dalam koper miliknya di dalam ruangan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Semesta [End]
FanfictionSebuah garis cerita yang semesta rangkai untuk kehidupan dua makhluk ciptaannya. Penasaran dengan cerita lengkapnya? Langsung baca aja dan selalu nantikan part selanjutnya - - - - - - - - - - - Ini cerita pertamaku. Penulisan cerita ini masih terdap...