-59-

2.2K 144 7
                                    

Mobil Wangga sudah berhenti sejak lima belas menit yang lalu. Mobilnya tidak berhenti di pekarangan rumah orang tuanya melainkan berhenti di tempat favoritnya, di bawah pohon ketapang yang rindang. Tempat dimana ia selalu berhenti untuk memandangi bangunan putih bertingkat di depan sana.

Wangga mengeluarkan gantungan kunci tadi dari dalam tasnya. Ia menatap lekat pada benda yang ia gantungkan di jari telunjuknya itu.

Bulan? Bintang? Gue rindu sama dia

Terdengar bunyi gemerincing begitu ia menggerak-gerakkan pelan gantungan kunci itu di jarinya.

Brak!

"Balikin! Itu punya gue"

Terdengar suara seorang wanita seperti meminta barang yang dipegang oleh Wangga berbarengan dengan suara pintu mobil yang menutup rapat.

Wangga menoleh ke samping tempat kursi penumpang. Ia terdiam sesaat.

Bahkan sekarang wujud lo nyata di depan gue, Ca

"Sini balikin!", ujar wanita itu seraya mengulurkan tangannya untuk menjangkau benda yang dipegang Wangga. Namun detik berikutnya Wangga sadar dari lamunannya. Ia langsung menggenggam benda itu, membuat wanita di depannya tak berhasil mengambilnya.

"A-Alca???"

Mata Wangga membulat tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tangannya reflek bergerak ingin memegang puncak kepala Alca, tapi sudah lebih dulu ditepis oleh Alca.

"Mau ngapain?", tanya Alca seraya melirik tajam ke arah Wangga.

Wangga menggeleng pelan. "Nggak ada"

"Sini balikin! Itu punya gue"

"Apa? Gue nggak percaya", ucap Wangga lalu memasukkan benda itu ke dalam kantong celananya.

Alca mendengus sebal. "Oh! Yaudah!". Ia dengan cepat membuka pintu mobil. Tapi Wangga langsung menahan tangannya begitu ia ingin melangkah keluar.

"Apa lagi? Kalo lo mau ambil gantungan kunci itu. Ambil aja"

"Gue mau ngomong, Ca"

Keduanya kini saling bertatapan.

"Please! Ca"

Alca memilih mengalah lalu menutup kembali pintu mobil yang telah ia buka.

"Mau ngomong apa?"

Alca menyandar pada sandaran kursi penumpang seraya melipat kedua tangannya. Ia tak berani menatap Wangga yang kini menatapnya lekat.

"Hmm... udah dari lama gue mau ngomong ini. Tapi ngga pernah sempat", ujar Wangga pelan. Suaranya terdengar sedikit melemah.

"Nggak tau ini penting apa nggak? Tapi menurut gue ini penting, Ca"

Alca melirik sekilas ke arah Wangga. Tapi karena tatapan mereka kembali bertemu, Alca langsung mengalihkan pandangannya menatap lurus ke depan.

"Lo tau nggak kalo gue waktu itu mau tunangan?"

"Nggak", jawab Alca sedikit ketus

Wangga meremas kain celananya kuat-kuat. Wajahnya tetap datar, namun suaranya terdengar seperti menahan sesuatu. "Waktu itu gue sempet balikan sama mantan gue dan gue mutusin untuk tunangan sama dia. Tapi pada akhirnya gue nggak jadi tunangan sama dia, Ca"

Alca menoleh menatap Wangga. "Udah? Cuma mau ngomong itu doang?", tanya Alca. Wangga pun hanya mengangguk.

"Untuk gue gak terlalu penting sih, Ga"

Alca kembali membuka pintu mobil, berniat keluar dari dalam mobil Wangga.

"Tapi buat gue ini penting! Ini ada kaitannya juga sama perasaan gue ke lo"

Garis Semesta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang