Gita dan Alca masuk ke dalam studio bersama-sama. Hari ini Gita akan melakukan proses rekaman dengan lagu yang sempat mereka gubah beberapa bulan lalu.
Gita terduduk sambil membaca kertas lirik di tangannya. Ia berkali-kali melatih vokalnya sebelum masuk ke ruang studio rekaman. Di sela-sela ia berlatih sesekali matanya beralih menatap Alca yang duduk di depan layar monitor.
"Ehh sorry gue telat. Tadi kejebak macet"
Alca dan Gita menatap ke arah Darrel yang baru saja datang.
"Gapapa, belum mulai juga" ucap Alca santai
Darrel langsung menarik salah satu kursi lalu menempatkan kursi itu tepat di samping Alca. Ia terus memperhatikan Alca yang entah tengah melakukan apa pada layar monitor di depannya.
"5 menit lagi kita take ya, Git"
Gita mengangguk saat Darrel memberitahunya. Ia membawa botol air minum dan lembaran kertas lirik ke dalam ruang rekaman. Lalu ia sudah bersiap dengan headphone di telinganya.
"Ready?"
Gita hanya mengangguk sambil mengangkat kedua jempolnya ke udara
"Ok! 3....2....1....", seru Darrel memberi aba-aba kepada Gita.
Gita mulai menyanyikan lagu tersebut.
*****
"Fitta... ini beneran gapapa? Bunda kamu beneran nggak galak kan? "Fitta mengangguk menyakinkan Wangga yang ragu untuk bertemu dengan ibunya. "Tenang aja. Bunda nggak makan orang kok", ujarnya seraya terkekeh pelan
Hari ini mereka sedang dalam perjalanan ke Sukabumi menuju tempat tinggal ibunya Fitta. Setelah Minggu lalu Fitta terus mendesak Wangga untuk segera bertemu ibunya di Sukabumi.
Setelah menempuh perjalanan hampir 2 jam lebih mobil Wangga sampai di sebuah rumah berwarna putih dengan pekarangan yang cukup luas. Bahkan ada dua buah pohon mangga di samping rumah itu.
"Ayo turun!"
Wangga menahan tangan Fitta yang saat itu telah membuka pintu mobil.
"Fit, tapi aku beneran takut ketemu bunda kamu"
Fitta menatap Wangga jengah. "Kamu takut kenapa sih?", tanyanya heran.
Wangga hanya diam saja, raut wajahnya pun berubah menjadi pucat pasi.
"Kamu yakin nggak sih sama aku, Ga? Kamu yakin nggak sama hubungan kita? Atau kamu beneran nggak mau memperjuangkan hubungan kita?"
Wangga menggeleng pelan. "Bukan gitu Fit"
"Terus apa, Ga?", tuntut Fitta meminta jawaban.
"Aku ngerasa hubungan kita baru berjalan 3 bulan. Tapi kenapa kita harus cepat-cepat minta restu sama kedua orang kita"
"Aku---"
"Kita jalani aja dulu yaaa. Soal itu kita pikir lagi nanti", ujar Wangga buru-buru memotong ucapan Fitta
Fitta berdecak sebal. Badannya ia sandarkan pada sandaran jok mobil seraya melipat kedua tangannya di dada. "Itu tandanya kamu gak mau memperjuangkan aku. Kamu juga nggak yakin sama aku kan?"
Wangga menggenggam tangan Fitta erat. "A-aaku--aku yakin. Aku beneran yakin sama kamu. Tapi kita gak harus buru-buru gini juga", ucap Wangga sedikit terbata-bata. Seperti ada sedikit keraguan di setiap ucapannya.
"Ya kalo yakin kenapa kamu takut?"
Wangga diam. Kembali tak bisa menjawab pertanyaan kekasihnya itu.
"Kamu nggak iri ngeliat kehidupan Naren, temen kamu itu? Dia udah nikah, punya istri yang cantik dan mungkin sebentar lagi bakal punya bayi yang lucu. Kamu beneran nggak iri, Ga? Nggak iri ngelihat Naren dan keluarga kecilnya itu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Semesta [End]
Fiksi PenggemarSebuah garis cerita yang semesta rangkai untuk kehidupan dua makhluk ciptaannya. Penasaran dengan cerita lengkapnya? Langsung baca aja dan selalu nantikan part selanjutnya - - - - - - - - - - - Ini cerita pertamaku. Penulisan cerita ini masih terdap...