-55-

2.2K 135 0
                                    

Aryo dan Santi tampak terdiam setelah putra kesayangan mereka menyampaikan keinginannya untuk membatalkan rencana pertunangannya dengan kekasihnya.

"Kalau memang itu keputusan kamu, papa tidak masalah. Kami berdua hanya mendukung semua keputusan kamu. Toh kamu juga kan yang akan menjalaninya"

Pagi itu Wangga berencana jujur ke orang tuanya perihal pertunangannya dengan Fitta. Ia mengatakan kalau rencana pertunangan mereka dibatalkan karena tidak ada lagi kecocokan satu sama lain.

Santi menggenggam erat tangan Wangga. "Kamu udah diskusikan ini baik-baik sama Fitta kan? Mama cuma nggak mau dikemudian hari ada kesalahpahaman diantara kalian. Mama juga nggak mau kamu semena-mena sama perempuan"

"Udah Ma", ucap Wangga berbohong. Sebenarnya ia masih sakit hati atas perlakuan Fitta kepadanya.

Tapi anak mama ini diperlakukan semena-mena sama perempuan itu

"Jadi papa sama mama nggak marah??"

"Marah untuk apa?", tanya Aryo bingung. "Masa papa sama mama harus marah gara-gara kamu batal bertunangan? Yang bener aja kamu"

"Wangga cuma takut bikin nama keluarga kita buruk aja, Pa"

"Batal bertunangan bukan aib, Nak. Itu malah hal yang bagus. Coba kalo pertunangan tetap dilanjutkan dan di masa depan malah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dengan hubungan pernikahan kalian. Itu baru bikin nama keluarga kita buruk. Kalo cuma batal pertunangan itu bukan apa-apa"

Wangga tersenyum memandangi kedua orang tuanya. Ia lantas memeluk keduanya. "Makasih yaa Pa, makasih yaa Ma udah mau terima keputusan Wangga dengan lapang dada"

Aryo dan Santi tersenyum menatap anaknya.

*****

Setelah dari rumah orang tuanya, Wangga bergerak menuju Sukabumi. Wangga ingin menyampaikan keputusannya itu kepada ibu Fitta agar dikemudian hari tidak terjadi kesalahpahaman seperti yang ibunya ucapkan.

"Apa cuma itu alasannya?", tanya wanita paruh baya itu.

Wangga mengangguk. "Memang sudah tidak ada lagi kecocokan di antara kami berdua. Mau tetap dilanjutkan juga tidak bisa, Tante"

"Tapi Fitta belum ada bilang ke saya kalau pertunangan kalian di batalkan", ucap wanita paruh baya itu.

"Maka dari itu, saya datang kesini untuk memberi tau Tante. Saya dan Fitta sudah mengakhiri hubungan kami Minggu lalu dan rencana pertunangan, saya batalkan. Maaf kalau saya membuat Tante beserta keluarga besar kecewa. Tapi hanya itu yang bisa saya sampaikan kepada Tante"

Wanita itu hanya terdiam.

Wangga melirik jam tangannya. "Kalau begitu saya pamit dulu Tante. Assalamualaikum"

Wangga kemudian bergegas pergi meninggalkan kediaman ibu Fitta.

Saat diperjalanan menuju Jakarta, tiba-tiba ponsel Wangga berdering. Wangga langsung menggeser layarnya kemudian menekan ikon loudspeaker.

"Halo, abang lagi dimana?"

"Apa-apa tu ucap salam dulu, Git"

"Iyaa, Assalamualaikum. Halo, Abang lagi dimana?". Terdengar suara Gita yang mengulangi kalimatnya.

Wangga terkekeh pelan. "Waalaikumsalam. Lagi di perjalanan menuju Jakarta dari Sukabumi. Kenapa?"

"Hah? Ngapain?"

"Ada kerjaan. Kamu kenapa nanyain aku tadi"

"Tadinya kalo Abang pulang kerja mau minta jemput. Soalnya kantor kamu sama studio aku kan searah. Tapi kalo kamu masih jauh, ntar aku naik taksol aja pulangnya"

Garis Semesta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang