-21-

2.5K 141 0
                                    

"Kenapa gak nunggu di lobi aja?”, tanya Shakila begitu menghampiri Wangga dan Alca yang masih menunggu di parkiran motor.

Wangga tak menjawab, ia meletakkan telunjuknya di depan bibir memberi isyarat agar Shakila tak kembali bersuara

“Tolong lepasin helm Alca”, pinta Wangga komat kamit tanpa mengeluarkan suaranya. Novita yang melihatnya dengan cepat membantu Wangga untuk melepas helm yang dikenakan oleh Alca.

Wangga kembali menggendong Alca di punggungnya kemudian mengikuti Shakila dan Novita masuk ke dalam hotel. Sepanjang berjalan di koridor hotel, Wangga terus-terusan memastikan keadaan Alca agar gadis itu tak terbangun.

“Tidurin disini aja kak”, ucap Shakila sambil menunjuk salah satu ranjang yang ada di dalam kamarnya.

Wangga mengangguk kemudian duduk di tepian ranjang lalu menurunkan tubuh Alca dengan sangat perlahan.

“Kak Alca kenapa bisa kaya gini?”

Wangga tak menjawab, ia malah melamun menatap Alca yang kini tengah di rawat oleh Novita.

Novita dengan telaten mengompres pipi Alca dengan air hangat.

“Kemungkinan di tangan sama kakinya ada luka lebam. Kalo bisa tolong kompres juga ya”, pinta Wangga yang hanya di jawab anggukan kepala oleh Novita.

Wangga berdiri di sisi ranjang, kembali menatap wajah pucat Alca yang terbaring. Hatinya benar-benar sakit melihat kondisi Alca saat ini.

“Kak...”

"Kak Wangga.."

Wangga tersadar dari lamunannya lalu menoleh menatap Shakila yang berdiri di sampingnya. “Eehh apa?”

Shakila menghembuskan napas pelan setelah mendengarnya. “Kak Alca kenapa kok bisa kaya gini?”

“Alca hampir di culik. Di hajar di tempat sama penculiknya. Tapi gue nggak tau siapa penculiknya", ujar Wangga masih terus memandangi Alca yang tertidur.

“Kayanya cuma Alca yang tahu persis kejadiannya”, ujarnya lagi. Kemudian ia duduk di tepi ranjang mengusap pelan pergelangan tangan Alca

“Malam ini tolong jagain Alca. Bilang ke orang tuanya dia nginap disini. Tapi jangan bilang keadaan Alca yang sebenarnya. Alca ngomong gitu ke gue karena nggak mau buat orang tuanya khawatir”, ujar Wangga kepada Shakila dan Novita.

“Dan satu lagi”. Wangga terdiam sebentar lalu melanjutkan kalimatnya. “Ehm... Tolong kabari gue mengenai kondisi Alca dan hubungi gue kalo terjadi sesuatu"

Shakila mengangguk seraya mengangkat jempolnya ke udara. “Ok kak”

"Kalo gitu gue pamit pulang dulu”

Wangga bergegas bangkit dari duduknya lalu berbalik hendak pergi keluar dari kamar hotel. Namun baru beberapa langkah, ia kembali berbalik menatap Shakila dan Novita.

“Oh iyaa. Motor Alca biar gue yang bawa”

Shakila mengangguk lalu bergegas mengantar Wangga hingga sampai ke pintu depan kamar hotelnya.

Keesokan paginya

Pagi-pagi sekali Wangga kembali mendatangi lokasi kejadian tadi malam. Wangga mengamati keadaan sekitar sana. Hal pertama yang ia temukan adalah ternyata area itu sangat minim sekali lampu penerangan dan ujung jalan yang buntu membuat jalanan sekitar itu cukup sepi

Ia berjalan sedikit menunduk dan sesekali terlihat berjongkok di tanah mencari bukti yang mungkin saja bisa menangkap si pelaku. Namun hampir satu jam lamanya Wangga berada disana tak ada hasil yang ia dapatkan.

Garis Semesta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang