-28-

2.4K 143 1
                                    

FLASHBACK
“Apa lagi yang mau lo tanyain ke gue?”, tanya Shakila begitu masuk ke dalam ruang kerja Wangga. Memang lima menit yang lalu Wangga sengaja memanggil Shakila ke ruangannya

“Sha, kerjaan siang ini tolong lo yang handle”, pinta Wangga yang dengan cepat membereskan barang-barangnya ke dalam tas kerja miliknya

“Kok gue sih?", tanya Shakila menunjuk dirinya sendiri. "Kenapa harus gue coba? Kan ada yang lain. Kak Daniel misalnya”

Wangga menghentikan kegiatannya sebentar lalu beralih menatap Shakila. “Cuma lo satu-satunya yang gue percaya disini. Lagian Bang Daniel masih sibuk sama laporan yang di kasih sama Mas Bima kemarin”

Shakila menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Ia masih memandangi Wangga yang sibuk mondar-mandir di ruangannya membuat Shakila bingung dengan tingkah lelaki itu.

“Memangnya lo mau kemana kak?”

Wangga tak merespon, ia buru-buru melangkah pergi meninggalkan ruangannya. Namun ada sesuatu yang ingin ia ucapkan hingga ia dengan cepat membalikkan badannya ke arah Shakila.

“Beberapa file kerjaan ada di komputer gue, lo tinggal cari aja. Gue mau ke Surabaya siang ini. Ke tempatnya Alca”

Setelah mengucapkan kalimat tersebut Wangga dengan cepat pergi meninggalkan Shakila yang melongo mendengarnya.
FLASHBACK END

Keheningan menyelimuti ruang rawat inap ini. Sehabis menangis tadi, Alca hanya diam terduduk di ranjang rumah sakit sambil menatap jendela sedangkan Wangga berdiri di sisi ranjang sambil memperhatikan Alca.

“Ca...", panggil Wangga pelan. Berusaha memecah keheningan yang terjadi. "Maaf... Waktu itu gue gak sempat ngabari lo. Gue bener-bener lupa setelah nyampe Jakarta”

Alca tak sedikit pun menoleh pada Wangga. “Gapapa”, ucapnya singkat

“Lo mau kan maafin gue?”

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Alca. Wangga akhirnya menarik sebuah kursi lalu duduk di samping ranjang. Tanpa permisi satu tangannya menggenggam erat tangan gadis di depannya

“Ca, gue beneran minta maaf dan gue gak bermaksud acuh sama lo”.

Alca sedikit menoleh lalu mengangguk pelan. "Iyaa.. gapapa Wangga", ucapnya lembut

“Apa yang terjadi sama lo selama gue gak ada?”, tanya Wangga tanpa basa basi lagi meskipun tadi siang ia sudah mendengar setengah penjelasan dari Shakila. Kali ini ia ingin sekali mendengar penjelasan dari sisi Alca.

Alca menarik napasnya dalam kemudian meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas samping ranjangnya

“Selama beberapa hari terakhir Evan neror gue. Dia ngirimin gue surat sama semua foto-foto waktu gue sama dia masih pacaran”, ungkap Alca lalu menggeser satu persatu foto yang ada di dalam galeri ponselnya

“Kenapa lo terima?”, tanya Wangga masih sibuk menggeser foto-foto bukti teror yang sempat di jepret oleh Alca

“Dia ngirim pake nama lo, Ga”, sahut Alca setengah menekan ucapannya  membuat Wangga sedikit melirik ke arahnya

“Gue yang bodoh emang. Sampai dia neror gue berkali-kali pun gue gak sadar”

Alca kembali mengalihkan pandangannya. Ia tak sanggup melihat mata Wangga yang terus menatap ke arahnya.

Alca berusaha menahan tangisnya. Ia menarik napasnya kemudian cepat-cepat menyeka air mata yang telah menetes di pipinya

"Gue capek Ga... Gue capek di teror terus sama Evan", ucapnya lirih, masih mencoba menahan tangis.

Garis Semesta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang