DESIRE 22

27K 1.4K 71
                                    

Selamat membaca!

________________________

Setelah Noah menyeretnya dari hadapan Ivan, pria itu membawanya lebih jauh dan membenturkan punggungnya di balik tembok dingin yang mengenai punggung indahnya.

Kedua nafas mereka memburu, terutama dada Kaia terlihat naik turun dengan bola mata menatap Noah tajam. Sementara pria itu mengurungnya dengan kedua tangan diletakan disisi wajahnya.

“Apa-apaan kau?! Mengapa kau tiba-tiba disini dan membuat keributan dengan Ivan,” Kaia berucap ketus seiring alisnya berkerut menatap Noah dihadapannya.

“Justru aku yang harus bertanya kepadamu, kenapa kau keluar bersama pria itu disaat kau mengabaikan begitu saja pesan dan panggilan ku?” Noah tak mau kalah, memberondong perempuan liar itu dengan pertanyaannya.

“Seharusnya kau tahu bahwa kau tidak bisa bersama pria lain selain diriku selama kontrakmu masih berjalan,”

Meski kekesalan Noah menumpuk pada Kaia, pria itu bahkan tak sudi untuk meninggikan suaranya. Suaranya datar namun penuh penekanan dan menuntut sebuah jawaban.

Kaia mencoba menelan ludah paksa disaat otaknya mencari-cari jawaban pasti untuk diberikan kepada Noah. Sama sekali ia tidak mengharapkan Noah datang kepadanya dan menyeretnya untuk sebuah jawaban yang seharusnya mudah untuk ia ucapkan.

Niatnya kembali lebih awal ke Devil’s Queen setelah pertemuannya dengan Ivan agar malamnya nanti Noah sudah menemukannya di sana. Tetapi ia tidak menyangka jika Ivan membawanya ke hadapan kedua orang tuanya sehingga Kaia harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengobrol dengan orang tua Ivan.

“Kenapa diam?” tanya Noah. Masih dengan posisi merapatkan tubuhnya sembari mengunci Kaia dengan kedua tangannya.

“Bukankah sudah jelas? Kontrak ku berjalan ketika di malam hari, yang artinya aku milikmu hanya disaat malam hari. Di luar jam kerja ku, aku bebas melakukan apapun karena aku tidak terikat dengan siapapun,”

Kaia bisa melihat senyum tipis tergurat di wajah tampan Noah, namun itu bukan senyum manis yang mampu mengguncangkan jiwanya, tetapi senyum yang terpatri di wajah pria itu adalah sebuah kesombongan.

Tangannya kemudian berpindah mengangkat dagu Kaia agar ia dapat melihat dengan jelas detail wajah cantik yang sempat menyengsarakan hatinya beberapa waktu lalu.

”Kalau begitu, perlukah ku jadikan kau milikku untuk setiap detiknya?” Senyum itu belum lepas dari wajahnya. Ada kepuasan tersendiri ketika ia melihat raut wajah panik di depannya ketika mendengar ucapannya.

“Jika itu menyangkut uang, aku lebih dari mampu memberikannya untukmu. Katakan saja berapa yang kau butuhkan, tak perlu merendahkan dirimu dengan berlari ke pelukan pria lain, cukup jadikan aku sebagai tempat bergantungmu.”

Penuh keyakinan ia berucap. Tak ada alasan mengapa Kaia harus melakukan pekerjaan di luar jam kerajanya selain wanita itu pasti membutuhkan uang dalam jumlah yang banyak. Jika uang yang sudah ia berikan masih kurang, Kaia hanya perlu mendatanginya dan mengatakan kepadanya. Maka ia tak akan membuat wanita itu menunggu untuk memberikan apa yang ia mau.

Alih-alih Kaia melakukannya, wanita itu lebih memilih mencari pria lain sebagai tempat ia menadah tangannya. Karena perbuatannya itu justru membuat Noah tersinggung dan jengkel di waktu yang bersamaan.

“Itu bukan urusanmu. Lagipula meski kau mampu membeli seluruh waktuku, aku tidak akan mau menerimanya,” Kaia memberikan jawabannya. Kedua matanya menatap dalam bola mata Noah seolah mengatakan kesungguhan dari kata-katanya.

Noah sangat mampu, bahkan lebih dari mampu untuk menjerat Kaia dalam genggamannya. Setiap waktu yang dimilikinya mampu Noah miliki dalam satu jentikan jari. Namun itu akan memperparah keadaan seadanya Noah melakukannya, jika hampir seluruh waktu yang dimilikinya juga dimiliki oleh Noah maka selamanya Kaia akan berkubang pada perasaan tak terbalaskan dari Noah.

DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang