Rosela tersenyum lebar seraya menghadap kamera. Gadis itu memang fotogenik, jadi mau dijepret dari sudut mana pun juga hasilnya akan bagus. Hal itu pula yang membuat Jeremi terus semangat mengarahkan kameranya pada sosok cantik yang ke manapun ia pergi, akan selalu menjadi pusat perhatian. Makanya, tidak heran banyak brand yang akhirnya menjadikan Rosela Atmaja sebagai brand ambassador. Walau mereka harus membayar sangat mahal.
“Oke, Rose sekarang kamu coba cium tutup botol parfumnya. Pertama dengan gaya sensual, lalu coba dengan senyum malu-malu,” pinta Jeremi masih membidikkan kameranya pada Rose.
Dan tanpa kesulitan sama sekali Rose menuruti perintah Jeremi. Mengganti ekspresinya hanya dalam beberapa detik tanpa kesulitan sama sekali. Dan seperti biasa, hasilnya sangat memuaskan.
“Okay, good job, Rose! Terima kasih untuk hari ini. Seperti biasa, kamu memang nggak pernah mengecewakan!”
Rose memaksa bibir penuh nan menggodanya itu tersenyum, walau saat ini tubuhnya rasanya remuk luar biasa karena sejak subuh sudah sibuk bekerja. Mulai dari promosi film, jadi model video clip, fitting baju untuk pesta anniversary orang tuanya, dan pemotretan untuk salah satu brand parfum lokal. Ia lelah, tapi kesibukan memanglah satu-satunya pelariannya. Agar ia berhenti berpikir untuk bunuh diri. Entah dengan gantung diri atau memutus nadinya sendiri.
“Terima kasih juga, J, udah fotoin aku hari ini. Terima kasih kerja kerasnya!”
Lalu, sang model meninggalkan studio pemotretan. Setelah memasuki mobilnya akhirnya Rose bisa berhenti pura-pura. Senyum di bibirnya luntur. Keramahan yang sejak tadi membingkai wajahnya kini entah sudah minggat ke mana. Wajahnya kini begitu dingin, dan tatapannya begitu kosong seolah semua binar yang pernah ada di sana—diserap energi jahat tanpa sisa.
“Pulang ke rumah atau ke apartemen, Nona?” tanya Kenzo—sopirnya.
“Olivers,” jawab Rose dingin tanpa ekspresi. Dan tanpa bertanya lebih lanjut, Kenzo langsung menuruti nonanya untuk melajukan mobilnya ke salah satu club paling hitz di Jakarta saat ini.
***
“Bunuh! Bunuh! Bunuh! Bunuh!”
Suara itu saling bersahutan di ruangan bawah tanah sebuah restoran China yang tampak ramai pengunjung. Aroma amis darah, kaldu ayam yang lezat, aroma semen dan besi tua berkarat tampak berbaur jadi satu dan begitu menusuk indra penciuman.
Restoran China itu tampak ramai. Bahkan, banyak pasangan yang makan di sana sambil saling goda dengan malu-malu. Bahkan, ada seorang anak yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke 10 dengan senyuman super lebar karena ia baru saja mendapat mobil tamiya impiannya. Tanpa tahu, kalau di bawah lantai yang kini ia pijak, kini sedang ada adu jotos dua manusia yang sudah babak belur dan juga ratusan preman yang berteriak ‘Hajar’ ‘Pukul’ ‘Bunuh’ seraya mengacungkan uang untuk taruhan. Seolah nyawa manusia sama dengan harga es teh lima ribu rupiah. Taruhan di ruangan itu memang dimulai dengan 5.000 rupiah.
Liam terhuyung ke belakang saat sebuah tinjuan super keras menghantam pipi kirinya. Membuat rasa asin darah langsung memenuhi mulutnya dan bibirnya kini sakit luar biasa. Wajahnya langsung lebam, dan robekan di sudut bibirnya tampak semakin lebar.
“Habisin! Habisin! Bunuh!” teriakkan penonton semakin keras terdengar. Membuat Liam kembali terhuyung ke belakang karena tinjuan tadi membuat telinganya berdengung nyaring. Dan teriakkan penonton yang sangat keras membuat kepalanya terasa sangat sakit.
Untungnya Liam kali ini bisa langsung refleks menghindar saat lawannya yang dijuluki ‘Red Bull’ itu kembali melayangkan tinjunya. Hingga kali ini ia melihat sebuah kesempatan. Liam pun melayangkan tinjunya yang super keras pada wajah Red Bull yang pertahanannya terbuka. Tinju itu membuat sang lawan langsung mundur tiga langkah dan akhirnya kesulitan untuk menyeimbangkan tubuhnya.
Lalu, bunyi debum yang sangat keras menggema di ruangan pengap itu. Liam pun segera duduk di atas perut Red Bull, mengunci kedua tangan lawannya dengan kaki sehingga tak bisa bergerak. Dan tanpa ampun ia memukuli wajah sang lawan. Ia terus memukul, tak peduli suara tulang yang remuk begitu membuat ngilu, dan tangannya kini juga ikut bengkak dan sakit luar biasa.
Liam menikmati rasa sakit. Rasa sakit adalah satu-satunya hal yang membuat pria itu puas dan lega. Rasa sakit membuatnya berhenti mati rasa.
“Bro, kau harus berhenti sekarang! Atau si cemen itu bisa mati. Dan mood bos bisa berantakan! Jangan buat masalah lagi! Aku sedang tidak punya tenaga menghadapi emosi labil nenek sihir itu!”
Liam langsung menghentikan gerakannya saat mendengar teriakkan Jacob dari ujung ring. Benar, ia harus berhenti di sini, atau El akan sangat marah karena ia membuat masalah. Membunuh saat bertugas itu tidak masalah, tapi membunuh di pertandingan tinju ilegal itu goblok namanya. Ia bisa kehilangan pekerjaanya. Dan ia tidak mau mengecewakan El yang sudah mengeluarkannya dari lubang tikus itu, hanya untuk kembali masuk ke lubang yang sama.
Tak peduli saat ini dendamnya begitu menyala-nyala.
***
Pria itu tersenyum mengerikan seraya menyanyikan salah satu lagu romantis favoritnya. Bunga mawar merah tampak memenuhi apartemen itu. Aroma mawar yang membuatnya gila. Fantasi yang membuatnya terbang ke langit, bahkan efeknya lebih kuat daripada bubuk kokain yang ia hirup lewat hidungnya.
Parfum dengan aroma mawar juga ia semprot banyak-banyak di kasur dan seluruh ruang. Aroma itu membuatnya mabuk kepayang dan seolah terbang bersama bintang-bintang. Sampai ia tak peduli, jika parfum yang disemprot banyak-banyak itu bukan lagi memberikan wangi yang sensual, tapi justru wanginya terlalu pekat hingga membuat hidung terasa pedas dan membuat mual setengah mati.
Namun, ia tidak peduli. Toh, Rosela Atmaja hanya miliknya. Di ruangan ini, Rosela hanyalah miliknya sendiri. Yang bisa ia dekap dengan erat, cumbui dengan hebat, dan bisa genggam erat-erat.
She's mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine. Mine.
Milikku.
Satu kata yang terus ia putar di kepala tanpa jeda. Seperti kutukan yang menempel seperti kulit kedua.
Sejak pertama kali ia melihat mata hitam cemerlang itu ia sudah jatuh cinta. Cinta yang menggebu-gebu dan membuat gila.
Ia tidak percaya adanya Tuhan. Tapi untuk pertama kalinya ia percaya jika Rosela Atmaja adalah jodoh yang dikirim Tuhan untuk dirinya seorang.
Untuk ia cintai dan ia puja habis-habisan.
Dan tidak lama lagi, ia akan mengklaim gadisnya untuk dirinya sendiri. Walau ia harus membunuh Rosela dan menyeretnya ke neraka agar Rosela jadi miliknya sendiri.
“Mawarku yang begitu indah. Mawarku yang aku cinta.”
Hahahahahahahahahahahahaha.
Dan tawa mengerikan itu kembali memenuhi ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bodyguard (#1)
RomanceRosela Atmaja adalah selebriti yang sedang naik daun akhir-akhir ini. Semua penggemarnya memujanya. Tak peduli setiap minggu ada saja skandal yang membuntuti sang aktris ke mana-mana. Yang membencinya juga sangat banyak. Hingga apapun yang ia lakuk...