66

104 21 0
                                    

Setelah ditinggal Gisella seperti itu, tentu saja keadaan Benjamin tidak baik-baik saja. Ia banyak meneguk minuman keras hingga dua hari lalu dilarikan ke UGD karena keracunan alkohol. Untunglah keadaannya sudah lebih baik, walau dokter menyarankan untuk beristirahat dulu sekitar tiga hari lagi di rumah sakit.

“Kamu sudah benar-benar baik-baik saja, Ben?” tanya Rosela sekali lagi, tapi hanya dengan menatap mata Benjamin pun gadis itu tahu kalau pria itu tidak baik-baik saja. Walau ia berusaha tegar sekuat tenaga, mata tidak bisa bohong. Dan di mata kecoklatan Benjamin tampak ada awan mendung yang menutupi setiap binar yang dulu ada di sana.

Namun, Rosela akan membiarkan Benjamin berduka. Karena nyatanya tidak ada yang baik-baik saja saat ditinggal selamanya oleh orang yang tercinta.

Oleh karena itu, Rosela langsung memeluk Benjamin erat saat pria itu menjawab pertanyaannya dengan memeluknya erat dan menangis di leher gadis itu.

Dengan Rosela ia memang selalu bisa jadi diri sendiri. Karena Benjamin tahu, kalau gadis itu tidak akan menghakiminya meski ia menunjukkan semua kelemahan yang ada pada dirinya. Makanya, saat ini Benjamin menangis dengan isak yang menyesakkan. Ia merayakan duka serta luka, karena hatinya benar-benar hancur berkeping-keping dan tak tahu kapan kembali pulih.

***

Rosela segera keluar dari kamar inap Benjamin saat pria itu tertidur setelah minum obat. Dan senyuman gadis itu langsung melebar saat melihat Liam yang tengah bersandar di tembok lorong rumah sakit seraya memasukkan kedua tangannya ke kantong celana.

Rosela pun segera menghampiri Liam lalu melingkarkan kedua lengannya ke pinggang kekasihnya itu. Dan Liam pun langsung membalas pelukan sang nona lalu mengecup kepalanya lembut.

Rosela mendongak hingga kini mata keduanya bertautan. “Kamu sudah lama?”

“Aku datang sekitar dua jam lalu. Tapi aku tadi ada urusan sebentar dengan Camille.”

Yang tentu saja suatu kebohongan. Karena kenyataannya, Liam memaksa Camille untuk menemaninya tanpa kata. Dan berusaha mati-matian untuk menahan diri agar rasa cemburunya tidak mengendalikan dirinya.

Cinta Liam pada Rosela memang sangat besar. Hingga rasa cemburu yang ia rasakan juga begitu besar. Begitu meledak-ledak, dan sangat menyakitkan.

Rosela mengangguk mengerti sambil menahan tawa, karena sebenarnya sejak tadi gadis itu sudah tahu kalau Liam sudah datang sejak tadi dan terus memperhatikannya yang sedang menghibur Benjamin dengan tatapan super duper menusuk. Kalau mata Liam memiliki laser, Rosela yakin, kepalanya dan kepala Benjamin pasti sudah bolong-bolong sekarang.

Lalu, sambil bergandengan tangan keduanya meninggalkan rumah sakit dan pergi ke hotel di mana nanti malam El akan mengadakan pesta ulang tahun.

Rosela akhirnya memang memutuskan untuk datang ke pesta ulang El. Tentu bukan untuk memenuhi undangan si bawel Jacob. Tapi karena gadis itu penasaran setengah mati perihal sosok El yang sudah Liam anggap seperti saudaranya sendiri itu.

Ia begitu penasaran akan sosok yang membuat Liam mengubah intonasinya jadi lebih lembut saat menyebut nama El. Bahkan, hanya dengan melihat pun Rosela langsung tahu jika bagi seorang Liam El begitu istimewa.

Dan Rosela membenci hal itu.

Seperti biasa, Rosela pun duduk di depan sedangkan Liam duduk di kursi kemudi.

“Mau makan sesuatu dulu sebelum pulang?”

“Tidak. Aku punya opsi makanan lebih baik di apartemen,” ujar Rosela dengan suara serak dan begitu ambigu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Bodyguard (#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang