17

230 35 2
                                    

Rose keluar dari apartemen Benjamin setelah memakai dress casual yang gadis itu ambil acak di lemari Benjamin. Karena sering menginap di sana, Rose memang sengaja meninggalkan beberapa helai pakaiannya.

Rose mengemudikan mobilnya gila-gilaan, karena hati gadis itu sangat marah. Fakta yang baru saja dibeberkan Benjamin membuat kepala Rosela berdenyut nyeri. Hatinya lebih sakit lagi. Sejak kecil ia bertanya-tanya apa yang salah dengan dirinya hingga sang Mama meninggalkannya tanpa pesan. Membuat Rose kecil begitu sedih dan terluka.

Sejak kecil Rose menahan semuanya sendirian. Rasa sedih karena Mamanya pergi tanpa kabar. Rasa iri karena melihat teman-teman sekolahnya dijemput oleh orang tuanya saat pulang. Rasa kosong karena tidak ada tempat berbagi, hingga ia menahan semua beban di dadanya sendirian. Awalnya beban itu begitu berat, tapi lama-lama beban itu tak terasa lagi. Bukan karena Rose akhirnya lega, tapi karena Rose sudah mati rasa.

Sejak kecil Rose mengamini kalau ia tidak pernah dicintai. Oleh karena itu, ibunya meninggalkannya di tengah malam saat hujan badai itu. Membuat tubuh Rose kecil menggigil takut sendirian, dan dinginnya angin yang menusuk tulang, bahkan bisa ia rasakan sampai saat ini. Begitu dingin dan membuat ngilu.

Sangat menyesakkan. Apalagi saat tahu kamu dibuang oleh ibu kandungmu sendiri. Selama ini ia bertanya-tanya, apa kesalahannya hingga Mama pergi dari rumah dan membuat Papa begitu berduka hingga selalu menangis tengah malam.

Mungkin kalau Rose tidak lahir, Mama tidak akan meninggalkan rumah. Mungkin kalau Rose tidak lahir, Papa tidak akan sedih dan terluka. Selama dua puluh tahun Rose selalu meyakini hal itu hingga ia membenci dirinya sendiri. Hingga ia tidak pernah pantas untuk dicintai.

Tapi pembunuhan dengan di tembak di kepala hingga kepala sang Mama hancur?

Hal itu tidak pernah terbayang bahkan di mimpi Rose yang paling liar sekalipun.

Namun, mendengar itu pun Rose tetap tidak merasakan apa-apa.

Sudah dibilang, Rosela sudah mati rasa. Dan hanya alkohol yang bisa menghilangkan perasaan kosong tapi begitu sakit dan menyesakkan yang menyelimuti dadanya.

***

Begitu sampai di parkiran Star-X Rosela langsung melemparkan kunci mobilnya pada bodyguard yang menjaga pintu masuk kelab malam tersebut. Lalu, ia masuk ke dalam kelab dan suara musik yang begitu keras langsung menusuk kedua indra pendegarannya.

Ia mengabaikan beberapa orang yang menyapanya—Rose tahu kalau mereka hanya sedang menjilatnya, karena kenyataannya Rose tidak mengenal mereka sama sekali.

Cih, dasar manusia-manusia menjijikan!

Rose berjalan dengan terburu-buru ke arah bar, tak peduli ia menabrak beberapa orang yang tengah bergoyang menggila di dance floor.

Sesampainya di bar gadis itu langsung memesan sebotol whiskey dan meminumnya langsung dari botol dengan buru-buru. Tidak peduli tenggorokannya kini jadi sakit dan kepalanya juga ikut sakit.

Rose butuh mabuk, hingga ia bisa melupakan segalanya. Khususnya tentang berita yang baru saja ia dengar. Berita yang seharusnya membuat Rosela lega, tapi yang ia rasakan justru sakit berlipat-lipat yang tidak bisa ia mengerti.

“Berhenti minum kalau nona tidak mau terbaring di rumah sakit besok pagi.”

Camille meraih botol whiskey dari tangan Rose, lalu dengan gerakan mata ia menyuruh sang bartender untuk menyingkarkan botol berisi minuman beralkohol itu jauh-jauh.

Rose menunjuk wajah Camille dengan tatapan sayu dan pipi memerah karena gadis itu mulai tipsy.

“Oh, serius, Cam? Sekarang kamu juga mengikutiku sampai ke club? Memangnya jadi cctv-ku di apartemen selama tujuh hari seminggu itu tidak cukup?”

“Aku melakukannya karena aku butuh uang. Bukan karena aku menyukaimu.”

“Ya, aku tahu. Aku memang begitu mudah dibenci, kan?” tanya Rosela dengan tatapan sendu.

Awalnya Camile ingin segera beranjak pergi saat matanya bertatapan dengan Liam. Karena tandanya tugasnya kali ini sudah selesai. Namun, dengan isyarat mata, Liam menyuruh Camile untuk tetap duduk. Hingga akhirnya gadis itu pun tetap bertahan di bar dengan Rosela, seperti perintah sang bos.

The Bodyguard (#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang