42

166 36 0
                                    

Tatapan Rosela dan Liam masih terkunci. Seolah keduanya terhipnotis oleh cermin yang ada di depan mereka sehingga tak ada satu pun dari keduanya yang mampu mengalihkan pandangan.

Liam memaki kepalanya yang saat ini memikirkan berbagai hal yang tidak seharusnya. Untungnya, Liam memang memiliki kontrol diri yang sangat baik. Sehingga sekali lagi, ia berhasil menahan diri untuk tidak melakukan hal yang nantinya akan disesalinya.

Walau enggan, karena tatapan Rosela begitu menenggelamkan, akhirnya Liam dapat mengalihkan pandangan.

Dengan gerakan yang sangat lembut Liam menyampirkan rambut panjang nan halus sang nona ke bahu kirinya. Sehingga pundak dan punggung Rosela yang mulus terlihat. Membuat kepala Liam berdenyut nyeri, karena pria itu harus menahan gairah yang mengalir di seluruh tubuhnya.

Dengan gerakan lembut, Liam mencoba menurunkan resleting yang macet, tapi resleting itu tetap tidak mau terbuka.

Lalu, ia mengambil pisau lipat dari dalam kantong celananya. Mencungkil resleting macet itu dengan hati-hati, sehingga resleting sialan itu akhirnya mau terbuka. Sehingga Rosela kini dapat bernapas dengan lega.

“Terima kasih,” lirih Rosela dengan suara bergetar. Karena kini, Liam tengah menaikkan kembali gaunnya hingga terpasang sempurna.

Namun tentu saja, punggung mulus Rosela terekspos ke mana-mana. Sehingga dengan sigap Liam segera membuka jasnya, lalu menyampirkannya di tubuh Rosela.

Kedua tangan Liam masih ada di atas bahu Rosela saat ia berbisik, “Rapikan dirimu dulu. Aku tunggu di luar.”

“Ya,” jawabnya masih dengan suara gemetar.

***

Sentuhan Liam benar-benar membuat Rosela gila. Sehingga kini, ia masih berdiri kaku, seraya menatap dirinya sendiri yang kini dibalut jas hitam milik sang bodyguard.

Sehingga aroma Liam semakin memenuhi indra penciumannya.

Tubuh Rosela terasa panas. Sungguh, ia masih dapat merasakan tatapan Liam yang begitu tajam tapi penuh gairah. Rosela tahu, Liam menginginkannya sebanyak Rose menginginkan pria itu.

Namun, Liam begitu lihai menjaga hasratnya. Seolah Liam ingin menunjukkan kalau ia benar-benar pria setia. Sial, pria itu pasti benar-benar mencintai kekasihnya.

Dan sekarang, Rose benar-benar iri, pada siapapun kekasih Liam ini.

***

Liam berjalan ke arah Rosela yang sudah duduk di ruang tunggu. Gadis itu tampak gerah dan risi karena mengobrol dengan Jacob. Seolah ia ingin sekali menyumpal mulut berisik Jacob dengan stiletto-nya.

“Aku Sabtu ini akan mengadakan pesta untuk ulang tahun adikku tercinta. Dan dengan senang hati kamu diundang.”

“Terima kasih, tapi Sabtu besok aku sudah ada acara,” jawab Rose berusaha ramah. Tapi dari nadanya, jelas sekali Rose seolah berkata, ‘Tutup mulutmu sialan! Sampai mati pun aku tidak akan datang ke pestamu yang sudah pasti penuh gadis telanjang dan pesta narkoba! Dasar playboy bajingan!’

“Ah, sayang sekali. Padahal Liam juga akan datang. Iya kan, Man?” tanya Jacob seraya mengedipkan matanya. Namun, Liam langsung merespons Jacob dengan tatapan super membunuh. Yang membuat Jacob akhirnya sadar diri untuk segera pergi. Walau tentu saja sambil menggerutu dan banyak protes.

“Di mana kamu kenal manusia berisik sepertinya? Telingaku capek mendengarnya bicara terus tanpa berhenti seperti kereta!”

“Jacob bilang kalau dia mengenalku?”

“Tidak, aku menebaknya sendiri. Sejak pertama kali masuk ke The Paradise kalian berdua saling main mata. Kamu memberinya tatapan peringatan. Kenapa?”

“Ini urusan pekerjaan.”

“Hah? Pekerjaan apa yang melibatkanmu dengan pelayan toko bikini dan celana dalam?”

The Bodyguard (#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang