Liam tersenyum seraya membersihkan remahan pop corn di sudut bibir Rosela.
“Mungkin aku memang tidak seperti yang Nona bayangkan.”
“Ya, sepertinya begitu. Tapi kamu dari awal memang menyebalkan. Dan pandanganku sampai sekarang belum berubah. Dasar bossy, suka mengatur, suka perintah, suka melarang, ugh kamu benar-benar menyebalkan!”
“Semua tindakanku hanya mengikuti semua tindakan, Nona. Kalau Nona menurut, aku pasti tidak akan bersikap keras.”
“Hah, tapi aku kadang merasa kamu melakukan itu hanya untuk membuat aku kesal.”
Liam tersenyum kecil. “Ya, mungkin saja.”
“Kan! Huh, dasar menyebalkan!”
Akhirnya mereka berdua banyak mengobrol tentang banyak hal. Mereka membicarakan banyak hal-hal super random yang membuat keduanya jadi semakin dekat.
“Apa kamu kenal secara pribadi dengan, Papa? Seingatku Papa bukan orang yang akan membiarkan aku tinggal di rumah orang asing begitu saja. Tidak peduli kalau kamu adalah bodyguard-ku sekali pun.”
“Memang agak sulit meyakinkan Tuan Atmaja. Tapi aku punya caraku sendiri. Dan percayalah, tempat ini adalah tempat teraman untukmu untuk saat ini.”
“Aku tahu.”
Lalu, Rosela menekuk kedua kakinya ke sofa dan menumpukan dagunya di lutut.
“Aku tidak tahu ini akan membantu apa tidak. Tapi, aku punya surat-surat dari white rose yang aku kumpulkan sejak awal dia mulai mengirim surat. Tulisannya benar-benar bagus, dan aku pernah merasa white rose adalah satu-satunya penggemarku yang paling pengertian dan setia. Aku tidak tahu sejak kapan dia berubah, hingga suratnya tidak lagi berisi kekaguman atau pun dukungannya untukku. Tapi mulai soal cinta dan mati.”
“Tentu saja itu akan membantu. Boleh aku tahu menaruhnya di mana?”
“Ada di laci kamarku. Cari saja di sana.”
“Baik. Dan mungkin, white rose memang tidak berubah, mungkin sejak awal watak aslinya memang begitu. Di dunia ini memang banyak manusia psikopat dan jahat.”
“Tapi, Liam ... Kenapa harus aku? Padahal aku cuma mau hidup dengan normal saja. Bekerja dengan normal, dicintai dengan normal, dan menjalani hari-hari dengan normal juga.”
Namun, seolah tidak butuh tanggapan apa pun dari Liam, Rosela memilih untuk mengalihkan topik pembicaraan.
“Besok, aku tidak ada jadwal apa-apa lagi kan setelah bertemu dengan Dokter James?”
“Ya, tidak ada. Kamu bisa langsung beristirahat. Kita bisa melihat-lihat apartemenmu di sebelah.”
“Oke. Kamu benar-benar ingin aku segera pergi dari sini, ya?” tanyanya seraya tersenyum pahit.
“Fasilitas di sebelah lebih lengkap, Nona.”
Rosela mengangguk mengerti. Lalu berkata, “Tapi sebelum itu aku mau ke apartemen Giselle dulu. Ada yang harus aku bicarakan dengannya.”
“Masalah apa?”
“Tentu saja untuk membuktikan segala ucapannya. Aku jadi penasaran dia benar-benar akan melakukan segala ancamannya atau tidak,” ujar Rosela seraya tersenyum miring.
Lalu, ia menunjukkan pesan Giselle yang dikirimkan oleh gadis itu lewat nomor Benjamin. Dan Liam langsung menghela napas panjang saat membaca pesan keduanya yang sangat-sangat penuh drama.
Dasar para ratu drama!
Rosela melirik jam yang menggantung di dinding. Sekarang hampir pukul empat pagi. Tapi, ia tidak mengantuk sama sekali.
“Hah, kadang aku heran apa yang salah pada diriku! Tidur saja susah!” oceh Rosela dengan menggemaskan. Membuat Liam mati-matian menahan kedua tangannya agar tidak lancang memeluk sang nona atau mengelus rambutnya sayang.
Dan bahu kiri Liam langsung menegang saat Rosela menjatuhkan kepalanya di sana dengan napas naik turun yang teratur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bodyguard (#1)
RomanceRosela Atmaja adalah selebriti yang sedang naik daun akhir-akhir ini. Semua penggemarnya memujanya. Tak peduli setiap minggu ada saja skandal yang membuntuti sang aktris ke mana-mana. Yang membencinya juga sangat banyak. Hingga apapun yang ia lakuk...