07

297 44 0
                                    

Tadinya Rose dan Erika berjanjian bertemu di rumah keluarga Young di wilayah utara. Namun, mereka memutuskan untuk langsung bertemu di tempat charity saja, yaitu di kompleks olahraga keluarga Young yang ada di pusat kota. Setelah membayar taksi, Rose pun langsung menghampiri Erika dan memeluk sahabatnya itu erat.

Oh My God! Aku merindukanmu, Er!  Bagaimana liburanmu?”

“Hahaha aku juga merindukanmu, Nona Mawar! Dan seperti bayanganku, pria-pria Italia memang seksi!” infonya seraya mengedipkan satu mata.

Aku menggigit bibir bawahku menggoda. “Jadi, apa ada pria Italia yang berhasil kamu bawa pulang hari ini?”

“Oh, tentu saja ada! Tapi nanti saja aku kenalkan padamu. Ngomong-ngomong mana Kenzo? Padahal aku mau cuci mata!”

“Astaga! Ingat kamu punya si pria Italia!”

“Oh, aku juga punya pria Jepang, Prancis, Yunani, dan banyak negara lainnya!”

“Dasar wanita gila!” seru Rose seraya menggelengkan kepala yang hanya direspons Erika dengan acuh tak acuh.

“Tapi serius, Papamu tidak tiba-tiba gila, kan? Sejak kapan Papamu yang over protektif itu mengizinkanmu naik taksi? Yakin kepala Papamu tidak terbentur?”

Rose menghela napas panjang. Lalu ia menceritakan situasinya yang saat ini seperti seorang tahanan. Karena Rose harus diikuti oleh seorang bodyguard 24/7. Sehingga kini hidupnya tidak lagi bebas dan terkekang. Benar-benar membuatnya sakit kepala.

“Papamu memberimu seorang bodyguard?” tanya Erika dengan ekspresi yang kelewat ‘tertarik’.

“Yups, bisa kamu bayangkan kan bagaimana menyesakkannya hidupku sekarang? Rasanya benar-benar terkekang! Seperti ada CCTV yang mengikutiku ke mana-mana! Kebebasanku terenggut!”

“Apa dia tampan?”

“Ya, harus aku akui kalau dia memang tampan! Tapi juga songong dan menyebalkan!”

“Ya, sudah pasti tampan dan seksi. Seperti Thor jadi nyata kan?” tanya Erika dengan tatapan lapar. Membuat Rose tidak paham dengan tingkah aneh sahabatnya.

“Tapi tetap saja kan, percuma kalau dia tampan dan seksi tapi tidak becus bekerja? Hahahaha kamu tahu tidak, Er? Aku berhasil kabur dari pengawasan si songong itu. Kalau Papa tahu! Dia pasti langsung dipecat!” jelas Rosela sambil tertawa puas. Namun, tawa gadis itu langsung lenyap begitu melihat Liam yang kini tengah memberikan sekantong donat kepada Erika dengan senyum yang sangat menawan. Hampir membuat Rose iri, karena Liam tidak pernah senyum seperti itu kepadanya.

“Hm, donat vanila? Thank you. Ini favoritku,” ujar Erika malu-malu seraya menerima donat pemberian Liam.

Lalu, mereka berkenalan sebelum akhirnya Liam kembali fokus pada Rosela. Liam menatap Rose dengan pandangan dingin yang amat sangat menusuk. Dan tidak perlu jadi orang jenius untuk tahu kalau saat ini Liam tengah sangat marah kepadanya.

“Dan ini donat tabur gula untuk Nona Rose. Sebaiknya Nona makan dulu sebelum jalan santai, jangan sampai magmu kambuh,” ujarnya dingin tapi begitu perhatian. Membuat kulit Rose kembali terasa terbakar, khususnya kedua pipinya.

Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya Rose pun mengikuti instruksi Liam untuk duduk di mobil lalu sarapan. Kali ini ia duduk di kursi depan. Liam yang memaksanya—seolah pria itu tidak mau lagi kecolongan.

Liam menatapnya begitu serius sehingga semua protesan dan tanya tentang apakah Liam menaruh pelacak di ponselnya Rosela telan kembali bersamaan dengan manisnya donat tabur gula yang saat ini ia makan.

Dan Rose tidak sanggup menatap balik mata Liam, yang saat ini menatapnya seolah tatapan predator yang tengah mengintai mangsanya dengan lapar.

***

Nona Mawar, kamu memang manusia paling tidak bersyukur sedunia. Kalo aku diberi bodyguard seperti Liam, maka aku pasti akan jadi anak paling menurut sedunia. He's fucking hot!” seru Erika seraya mengigit bibir bawahnya. Kedua mata gadis itu menatap lapar ke arah Liam, membuat Rose jengah sendiri.

“Berhenti menatap bodyguard-ku begitu! Kamu kelihatan seperti jalang kurang belaian tahu!”

“Oh, yes! Yes! Bayangkan bagaimana lihainya jari-jari panjang dan kokoh itu saat membalai tubuh telanjangmu. Pasti rasanya—”

Dengan pipi yang terasa terbakar Rose membungkam mulut Erika dengan tangan kanannya. 

“Diam! Berhenti bicara menjijikan begitu!”

“Kenapa nada bicaramu seperti orang cemburu begitu?” tanya Erika begitu berhasil menyingkirkan tangan Rose dari wajah cantiknya.

“Aku tidak cemburu! Tapi ucapanmu sudah kelewatan!”

“Aku selalu bicara begini tentang Kenzo, tapi kamu tidak pernah marah. Kenapa sekarang berbeda?”

“Karena aku tidak mau kamu menyukai Liam. Kamu itu sahabatku, kamu harus ada di pihakku untuk membantuku membuatnya dipecat!”

Sekali lagi Rose menatap Liam yang masih menatapnya datar. Entah kenapa ada perasaan tak nyaman yang kini mengganjal di dadanya, harusnya kan dia yang marah! Kenapa Liam malah yang balik marah?

Rosela sungguh tidak suka itu.

Rose bersiap-siap lari dan sebuah kamera tengah mengambil gambarnya diam-diam dari kejauhan.

The Bodyguard (#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang