49

189 32 2
                                    

Seorang Elisa membuat Rosela tidak bisa tidur. Hingga ia hanya berbolak balik telentang ke kanan dan ke kiri di ranjang king size Liam. Rosela juga mencoba mencari keberadaan Elisa di kamar Liam, tapi gadis itu tidak menemukan foto seorang Elisa satu pun.

Padahal ia begitu penasaran, akan sosok yang berhasil membuat seorang Liam jatuh cinta. Rosela juga mencoba mencarinya di Instagram dan sosial media lainnya, tapi tentu saja manusia yang bernama Elisa ada ribuan. Sedangkan ia tidak tahu nama belakang gadis itu. Sehingga semua pencariannya berakhir buntu. Membuat Rosela begitu frustrasi.

Rasanya benar-benar seperti ada yang mengganjal di dada. Liam terasa begitu dekat, tapi ia tidak bisa menggapainya.

Karena tidak bisa tidur, akhirnya Rosela memutuskan untuk berjalan ke balkon kamar Liam untuk melihat pemandangan Metropolitan City dari atas sini. Balkon Liam juga begitu monoton, hanya ada satu kursi dan meja kopi yang terbuat dari kaca di sana. Dan sebuah samsak yang menggantung sedikit ke pojok.

Apartemen Liam memang ada di kawasan elit dengan hutan buatan yang mengelilingi gedungnya. Sehingga udara di sini begitu segar, tidak seperti di pusat kota yang membuat napas bengek karena sudah bercampur dengan polusi.

Untuk beberapa saat, Rosela menikmati kesendirian di balkon itu. Merenungi semua kejadian yang terjadi padanya selama beberapa waktu terakhir. Dan mencoba mencari alternatif untuk menyelesaikannya satu per satu.

Dimulai, dengan menghubungi Benjamin karena sudah terlalu lama Rosela menghindari pria itu. Padahal masalah dirinya dan sang Mama tentu bukan salah Benjamin.

Setelah mengirimi Benjamin pesan, Rosela segera kembali masuk ke dalam kamar karena angin malam yang begitu menusuk tulang.

Rosela sudah berusaha untuk tidur, tapi sekeras apapun ia mencoba, tetap saja kepalanya begitu berisik. Sehingga matanya kembali melek, tak mau dipaksa tidur. Mungkin besok Rosela benar-benar harus bertemu dengan psikiaternya lagi. Karena insomnianya masih sangat parah dan gadis itu butuh obat tidur.

Mental dan fisiknya harus kuat kalau ia mau menangkap si keparat white rose. Dan jika Rosela harus mati, sungguh ia lebih memilih untuk menghabisi nyawanya sendiri daripada harus kalah oleh white rose. Si pengecut yang hanya bisa menyerang diam-diam tanpa berani menampakkan diri.

Apalagi white rose sialan itu berani menyakiti Camille. Oleh karena itu, Rosela berjanji akan membalas apa yang dilakukan white rose sama menyakitkannya. Karena gigi dibalas dengan gigi. Dan darah dibalas dengan darah.

Lalu, karena matanya tetap tidak mau terpejam, akhirnya Rosela memutuskan untuk keluar kamar. Mungkin ia bisa bicara random dengan Liam kalau pria itu juga belum berkelana ke alam mimpi.

Tapi, ternyata Liam sudah terlelap di sofa. Wajah pria itu tampak begitu tampan dan polos. Membuat Rosela diam-diam menarik kedua sudut bibirnya lalu mendekat ke arah sang bodyguard.

Liam tampak tidur dengan tenang, napas pria itu naik turun dan tampak teratur. Lalu, Rosela membela pipi Liam dengan punggung tangannya.

Namun, gerakan tangan Rosela langsung berhenti saat Liam meraih tangan gadis itu lalu meraih pinggangnya dan mengukungnya di lantai dengan mengunci kedua tangannya di atas.

“Liam, ini aku!” seru Rosela yang membuat Liam mengendorkan cengkeramannya di pergelangan Rosela, tapi tetap mengunci kedua tangan itu di atas kepala sang nona.

The Bodyguard (#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang