30

188 40 2
                                    

Dengan senyum polos seperti malaikatnya Gisell memasuki ruang ganti Rose sambil membawa kopi yang sama yang tadi sengaja ditumpahkannya ke pakaian Rose.

“Aku benar-benar minta maaf karena keteledoranku tadi. Dan ini, sebagai gantinya aku membelikan kopi favoritmu. Dengan cream vanilla double,” ujar Gisell seraya menyodorkan minuman di meja rias yang ada di depan Rose.

Dengan gaya anggun dan senyum sinis Rose menyilakan kaki lalu menatap Gisell datar. “Sekarang hanya ada kita berdua di sini. Jadi kamu tidak usah pura-pura baik. Tidak akan ada yang merekam semua kebaikan dan kepolosanmu lalu menyebarkannya di internet. Jadi, berhentilah pura-pura baik karena itu membuat aku muak!”

Gisella akhirnya menunjukkan wajah aslinya. Senyum malaikat yang sejak tadi terpajang di wajahnya kini hilang, digantikan dengan senyum sinis dan tatapan kebencian pada Rosela.

Gisell melipat kedua tangannya di dada dengan angkuh. Lalu, dengan berani ia menatap Rose dengan penuh kebencian.

“Aku tidak akan minta maaf karena sudah membuat drama di luar. Karena kamu pantas mendapatkan itu. Tapi, kita akan bekerja di tempat yang sama untuk beberapa bulan ke depan. Jadi, anggap saja ini ajakan berdamai. Dan aku berjanji tidak akan membuat ulah lagi, kalau kamu juga berhenti membuat ulah.”

Dan tanpa dijelaskan Rosela pun tahu, apa yang dimaksud Gisella dengan jangan membuat ulah. Itu artinya ia harus jauh-jauh dari Benjamin.

Rose tersenyum sinis. “Seharusnya kamu tidak masuk ke daftar pemain di film ini. Bagaimana bisa kamu tiba-tiba mendapat peran? Ah, biar aku tebak, pasti dengan telanjang lalu naik ke ranjang sutradara. Kebiasaan menjijikan begitu, memang sulit hilang, kan?”

“Tutup mulutmu! Dan tidak usah jadi manusia sok suci Rosela! Lagi pula, apa bedanya denganmu yang justru malah telanjang dan naik ke ranjang kekasih sahabatnya sendiri? Kamu juga sama menjijikannya!”

“Hah, jadi ini masih masalah soal laki-laki? Terima saja kenyataan kalau Benjamin memang sudah tidak mencintaimu! Dan bukan aku yang telanjang lalu naik ke ranjang Benjamin, seringnya ia yang telanjang naik ke ranjangku. Lalu kami akan—”

Belum sempat Rosela menyelesaikan ucapannya, Gisella menampar pipi Rosela dengan keras. Sehingga membuat pipi Rosela yang berwarna putih kini memerah.

“Diam dasar jalang!”

Lalu, Gisella menangis dengan tubuh yang gemetar. Rose biasanya tidak akan tinggal diam saat ada yang menghina atau merendahkannya. Namun, tangisan Gisella yang terdengar begitu menyesakkan membuat emosi gadis itu yang tadinya membakar hati sampai ubun-ubun lenyap entah ke mana.

Gisella tampak sangat kesakitan, membuat dada Rose juga sama sakitnya seperti ditusuk belati tepat di jantungnya. Tangis itu bukan pura-pura, tapi tangis sakit hati yang ia pendam lama-lama.

Terdengar begitu kenyesakkan dan juga menyakitkan.

“Aku mencintainya, Rose! Aku sangat mencintai Kak Ben! Dia satu-satunya orang yang membuat aku benar-benar bahagia dan juga mencintaiku apa adanya! Tapi, kamu merebutnya dariku! Kamu mengambil belahan jiwaku! Dan itu rasanya sangat sakit sekali!”

Dada Rose sesak menyaksikan Gisell menangis seperti itu. Namun, harga dirinya tidak mau mengakui kalau semua yang dikatakan Gisell benar. Benjamin sudah dewasa dan membuat keputusan. Bukan salahnya kalau pria itu akhirnya memilihnya.

Rose mengepalkan tangannya erat-erat. Menggigit pipi dalamnya untuk menghilangkan sesak. Lalu, berkata dengan dinginnya, “Bukan salahku kalau Benjamin berhenti mencintaimu. Jadi, berhenti menangis di depanku karena itu membuatmu semakin menyedihkan saja!”

Gisella langsung tertawa kencang saat mendengar ucapan mantan sahabatnya. Lalu, dengan kasar ia menghapus air mata yang mengalir di pipinya dan kembali menatap Rosela dengan tatapan marah yang penuh kebencian.

“Memang bukan salahnya kalau Benjamin berhenti mencintaiku. Tapi, aku harap kamu mengakui kalau kamu memang selalu ada di tengah-tengah hubungan kami berdua. Kamu selalu ingin menang, bertindak seolah-olah kamu pusat dunia, kamu harus mendapatkan apa yang kamu mau, tak peduli hal itu menyakiti orang-orang yang menyayangimu sepenuh hati. Kamu selalu seperti itu Rosela. Tapi, kamu harus ingat, kamu bukan pusat dunia. Kalau kamu terus bertindak egois seperti ini, kamu akan berakhir sendirian. Jangan salahkan siapa-siapa kalau pada akhirnya, orang-orang yang mencintaimu satu per-satu akan meninggalkanmu.”

The Bodyguard (#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang