47

161 38 1
                                    

Rosela langsung menatap sekitarnya dengan waspada saat ia bangun di sebuah kamar yang begitu asing baginya. Namun, kewaspadaan gadis itu langsung lenyap begitu ia sadar jika kini ia bangun di kamar Liam.

Aroma Liam yang begitu khas ada di mana-mana. Di bantal yang kini dipakainya. Di selimut yang membungkus tubuhnya. Dan di udara yang kini ia pakai untuk bernapas. Di tempat ini ia merasa aman dan nyaman. Perasaannya juga sudah lebih tenang. Tidak sekacau tadi saat baru melihat keadaan Camille yang mengenaskan. Walau saat mengingat tentang Camille, lagi-lagi perutnya bergejolak mual.

Rosela menggelengkan kepala untuk menghilangkan bayangan mengerikan tentang Camille di kepalanya. Gadis itu berharap keadaan Camille sudah baik-baik saja sekarang.

Lalu, ia bangkit dari tidurannya. Rosela memutuskan untuk berkeliling kamar Liam untuk melihat beberapa foto bodyguard-nya itu yang terpajang di dinding.

Sebenarnya di sana hanya ada dua buah foto. Itu pun Liam hanya tersenyum super kaku. Tapi tidak bisa dipungkiri, Liam memang begitu tampan. Seolah wajahnya dipahat dengan sempurna. Liam itu tipe yang akan membuatmu menengok dua kali saat kamu berpapasan dengannya di jalan.

Setelah puas mengamati kamar Liam yang sebenarnya sangat membosankan itu, karena design-nya begitu monoton dan tidak diisi banyak barang, akhirnya Rosela memutuskan untuk keluar kamar.

Dan pemandangan Liam yang tengah membaca beberapa berkas langsung masuk ke netranya begitu ia memasuki ruang tengah.

“Jadi, ini rumahmu?” tanya Rosela yang langsung membuat Liam mendongak kepada nonanya.

“Ya, ini apartemenku. Untuk sementara Nona aman di sini.”

“Jadi, kemungkinan yang menerorku adalah orang terdekatku, ya? Makanya kamu sampai memindahkanku ke sini.”

“Belum pasti. Tapi tidak ada salahnya berjaga-jaga. Papamu juga sudah membeli unit di gedung ini. Jika kamu merasa nyaman, kamu bisa pindah sementara ke sana.”

“Kenapa? Kamu takut kekasihmu akan marah jika aku tinggal lama di sini?”

“Aku hanya memikirkan kenyamananmu.”

Aku nyaman di sini. Tapi tentu saja Rose hanya menyuarakan hal itu di dalam hati. Gengsilah kalau mengakuinya terang-terangan!

“Ya, terserah kalian sajalah. Toh, memangnya kalau sudah begini apa yang aku mau bakal didengar?”

Kali ini Liam menatap Rose serius. “Stalker yang menguntitmu kali ini benar-benar berbahaya, Rosela. Jadi, aku harap kamu mulai memikirkan ini semua dengan serius.”

“Tentu saja aku memikirkan ini dengan serius, Liam. Stalker bajingan itu sampai melukai Camille. Jadi mana mungkin aku hanya menganggap ini semua main-main!” seru Rosela seraya mengepalkan tangannya marah. Ia begitu marah pada stalker pengecut yang hanya bisa mengikutinya secara diam-diam itu.

“Bagaimana keadaan Camille sekarang?”

“Camille sudah lebih baik. Dia sudah dipindahkan dari ICU. Nona tidak perlu khawatir.”

“Hah ... Syukurlah kalau begitu.”

Karena terakhir Rose makan tadi pagi, saat ini perutnya pun terasa begitu keroncongan.

Rosela berdeham pelan. “Kamu punya camilan tidak?” tanya Rosela. Sekarang sudah pukul 2 malam. Sebenarnya ia tetap bisa delivery, tapi ia begitu malas makan makanan dari restoran. Ia hanya ingin mengganjal perutnya yang keroncongan. Toh, beberapa jam lagi ia juga akan sarapan.

“Kamu lapar?”

“Iya, aku lapar. Tapi tidak usah pesan makanan. Aku mau makan camilan saja.”

“Kamu masih mau udon?”

“Tentu saja. Tapi aku sedang tidak mood makan makanan restoran—”

“Kalau begitu tunggu sebentar.”

Setelah mengatakan itu Liam beranjak ke dapur. Membuat Rosela langsung melongo karena yang benar saja! Jadi, Liam juga bisa memasak?

The Bodyguard (#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang