22

215 35 3
                                    

Dengan sekali hentakan Liam meraih pinggang ramping Rosela lalu mendudukkan sang nona di kitchen table. Kedua tangan kekar Liam mengunci pergerakan Rosela, hingga gadis itu tidak bisa kabur sama sekali. Liam menatap Rosela serius, rahangnya yang mengeras menandakan jika kini pria itu tengah menahan emosinya mati-matian.

“Lepaskan aku brengsek! Jangan berani macam-macam! Atau setelah ini aku pastikan kalau kamu tidak bisa bekerja di mana pun dan mendekam di penjara selamanya!” teriak Rosela dengan tubuh yang gemetar. Jujur saja, Rosela sangat takut pada Liam saat ini. Karena ekspresi bodyguard-nya itu sangat mengerikan.

“Jangan pernah ungkit soal masa laluku! Dan kamu pikir aku takut jika harus masuk penjara? Jika kamu memang tahu masa laluku, maka Nona pasti orang yang paling tahu, kalau tempat seperti penjara, bukan hal yang akan membuat aku takut.”

Liam melepaskan genggaman tangannya. Lalu ia mencengkram kedua sisi kitchen table dengan lebih rileks. Ia masih menatap Rose dengan tajam, hanya saja emosi di hatinya perlahan-lahan padam. Syukurlah, Rose tidak mengingat apapun soal kejadian itu. Sungguh, yang sangat Liam takutkan adalah sang nona akan mengingat semuanya.

Biar saja seperti ini. Biar saja nonanya lupa. Biarkan saja Rose melupakannya. Melupakan malam-malam dan cerita-cerita lucu yang pernah mereka bagi bersama. Masa-masa terindah dalam hidup Liam yang kelam. Namun, mimpi indah itu juga diikuti oleh mimpi buruk yang sangat mengerikan. Oleh karena itu, biar Rose lupa segalanya. Segala mimpi buruk itu, biar Liam saja yang mengingatnya.

Saat ini posisi keduanya masih sama. Hanya saja, tatapan Liam yang lebih lembut membuat Rose tidak lagi gemetar ketakutan. Kedua pipinya terasa panas, karena saat ini tubuh keduanya begitu dekat.

Rose berusaha untuk menyingkirkan kedua tangan Liam yang mengurung tubuhnya. Namun, tentu saja, ia kalah tenaga. Hingga berusaha seperti apapun, tubuh raksasa Liam tetap tidak bergerak sama sekali.

“Lepaskan aku!” seru Rosela sambil mendelikan mata. Gadis itu sadar, kalau kali ini ia sudah kalah. Seharusnya ia tidak mengonfrontasi Liam terang-terangan, lain kali ia harus punya rencana. Sekarang baiklah, mari mengalah saja.

***

Besok jadwal Rosela sudah kembali berjalan seperti biasa. Gadis itu akan sangat sibuk minggu depan, karena jadwalnya penuh dari Senin-Minggu. Oleh karena itu, hari ini manajernya memberikan waktu seharian untuk beristirahat dan mengisi tenaga di rumah.

Rosela memutuskan untuk menghabiskan waktunya untuk menonton. Liam tidak banyak bicara. Sepertinya bodyguard-nya itu masih sangat marah. Sehingga ia sibuk sendiri di depan laptop tanpa merecoki apapun yang dilakukan Rosela. Bahkan, Liam tak bereaksi sama sekali saat Rose kesusahan mengambil buku di rak paling atas sehingga buku di atasnya jatuh semua. Untung tidak ada buku yang mengenai kepalanya, karena ia sudah lebih dulu menghindar.

Walau Liam tampak apatis, Rosela tahu jika bodyguard-nya itu tetap mengawasinya dengan serius. Hanya saja, belum ada hal yang mengancam nyawanya, makanya Liam berjaga dalam diam.

Namun, Rose sungguh tidak suka itu. Ia lebih suka Liam yang banyak protes, suka mengatur, dan over protective itu. Rosela suka, saat Liam memperhatikannya. Diabaikan terang-terangan begini benar-benar membuat dadanya diliputi rasa tak nyaman yang tak biasa.

Haish dasar manusia kekanakan! Gitu aja marah! Memangnya umurnya berapa? Lima tahun??????

Rosela mendengar bel apartemennya berbunyi. Lalu, tanpa menunggu intruksi Liam ia pun berjalan ke pintu depan dan senyumnya langsung melebar begitu melihat buket bunga mawar raksasa yang baru saja dikirim ke apartemennya.

Namun, senyuman Rosela langsung digantikan dengan teriakkan ketakutan saat kedua tangannya kini berubah berwarna merah. Penuh dengan darah.

The Bodyguard (#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang